RSS Feed
  1. Merah Marah Dalam Keluarga: Gangguan Sikap Menentang

    September 29, 2022 by cikathalita

    Halo, Pejuang Tangguh! Hari ini yuk kita bahas terkait gangguan sikap menentang pada anak yang bisa terjadi kepada siapa saja dan dimana saja.

    Oppositional Defiant Disorder – Gangguan Sikap Menentang pada Anak

    Gangguan Sikap Menentang merupakan gangguan perilaku disruptif anak dan remaja yang dapat dikenali dengan adanya perilaku disruptif seperti mudah marah dan tersinggung, sering mengalami perubahan mood dan perilaku, mengalami impulsivitas (misalnya ketika sedang bermain perosotan tiba tiba mendorong temannya), nilai akademis di bawah harapan, hingga kemampuan sosialisasi yang kurang.

    Oppositional Defiant Disorder atau ODD biasanya terjadi pada anak usia lebih muda yang ditandai oleh sikap menentang, tidak patuh pada siapapun, dan perilaku mengganggu namun tidak melanggar hukum atau mengganggu hak orang lain dengan pola konsisten. ODD terjadi 1-11% di dunia dengan rata-rata 3% dan dominan terjadi di laki-laki. ODD dapat terjadi mulai dari usia 3 tahun dengan rata-rata dimulai usia 6 tahun, namun baru disadari pada usia sekolah (8-10 tahun).

     

    Penyebab terjadinya ODD ini belum diketahui secara pasti. Namun, ada dugaan ODD terkait dengan faktor lingkungan, biologis, dan psikologis yaitu:

    1. Faktor Neurobiologi: menurunnya aktivitas dan fungsi zat kimia di dalam otak (neurotransmitter).
    2. Faktor Psikologis: adanya gangguan tempramen, gangguan kognisi sosial, dan gangguan kontrol diri. Perilaku kasar dan negatif yang didapat dari lingkungan juga mempengaruhi terjadinya perilaku menentang.
    3. Faktor Fisiologis: pengalaman dalam keluarga, pertemanan, dan komunitas berperan cukup besar pada ODD. Hal ini mencakup peristiwa yang pernah dialami seperti pelecehan, perundungan, intimidasi, dan sebagainya.
    4. Faktor Sosial dan Keluarga: faktor kesulitan sosial ekonomi, pola pengasuhan anak yang tidak konsisten, hingga masalah interaksi antara orangtua dan anak (memarahi anak di depan umum, bertengkar di depan anak, dan sebagainya)

     

    Gangguan ODD dapat ditunjukkan dalam bentuk sikap dan sifat sebagai berikut,

    1. Perilaku agresif yang menetap dan berulang.
    2. Moody, sangat sensitif, dan mudah merasa terganggu.
    3. Sering berkonflik/memiliki masalah dengan pengasuh (orangtua, guru, atau caregivernya) termasuk mengganggu dan mendebat.
    4. Kurang rasa percaya diri
    5. Mudah kehilangan kesabaran, marah, kesal dan tersinggung
    6. Kerap menolak mematuhi perintah atau peraturan
    7. Sering menyalahkan orang lain atas kesalahannya sendiri
    8. Sering menunjukkan dendam atau kebencian pada orang lain

     

    Konsultasikan dengan dokter jika anak menunjukkan gejala-gejala di atas, atau jika Ayah Bunda kesulitan dalam mendidik dan mengarahkan anak untuk berperilaku baik. Diagnosis seseorang dengan ODD dapat dilakukan melalui penilaian klinis dan psikologis oleh dokter, yang meliputi:

    • Sistem Penilaian Berbasis Empiris Achenbach (ASEBA) yang menawarkan pendekatan komprehensif untuk menilai fungsi adaptif dan maladaptif. Untuk penilaian pada usia sekolah, ada beberapa form yang harus diisi oleh guru dan orangtua yang menganalisis faktor terjadinya cemas/anxiety, depresi, keluhan somatik, masalah sosial, masalah pikiran, masalah perhatian, perilaku melanggar aturan, dan perilaku agresif.
    • Kiddie Schedule for Affective Disorders and Schizophrenia (K-SADS) yang merupakan wawancara semi-terstruktur untuk mengukur gejala suasana hati, kecemasan, psikotik, dan perilaku mengganggu saat ini dan masa lalu pada usia 6-18 tahun. Wawancara K-SADS membutuhkan waktu sekitar 35-75 menit.
    • Diagnostic Interview Schedule for Children (DISC-IV) yang merupakan instrumen diagnostik terstruktur penuh untuk menilai tiga puluh empat diagnosis psikiatri umum anak-anak dan remaja. Wawancara DISC dapat dilakukan oleh pewawancara awam (orang yang tidak memiliki pelatihan klinis formal), dokter, atau dengan diisi sendiri.
    • Diagnostic Interview for Children and Adolescents (DICA) yang merupakan wawancara klinis semi-terstruktur yang memberikan ukuran gejala dan diagnosis berbagai masalah perilaku. Wawancara DICA terdiri dari 44 pertanyaan dan membutuhkan waktu 15-35 menit.
    • Penilaian Neuropsikologis lainnya.

    Pasien dapat didiagnosis menderita ODD apabila memiliki beberapa kriteria yang ditetapkan dalam The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-5) berikut ini:

    • Setidaknya terdapat empat gejala seperti yang telah disebutkan di atas
    • Gejala berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 bulan dan berdampak negatif pada kehidupan sehari-hari
    • Gejala tidak disebabkan oleh penyalahgunaan narkoba atau gangguan mental lain

     

    ODD penting untuk ditangani sejak dini. Jika tidak, ODD dapat meningkatkan risiko penderitanya mengalami gangguan perilaku atau gangguan mental lain, seperti conduct disorder atau kepribadian antisosial. Ada beberapa pengobatan yang dapat dilakukan, yaitu:

    1. Intervensi psikofarmakologi.
    2. Intervensi psikososial:
      • Parent-Child interaction therapy (PCIT) yang dilakukan melalui sesi “pelatihan” dimana Ayah Bunda dan anak berada di ruang bermain sementara terapis berada di ruang observasi menyaksikan interaksi melalui cermin satu arah. Ayah Bunda akan memakai perangkat earphone untuk terhubung dengan terapis yang akan membantu melatih keterampilan mengelola perilaku anak. PCIT dapat dilakukan dalam 12-20 sesi dengan dua fase perawatan. Tahap pertama perawatan berfokus pada membangun kehangatan dalam hubungan Ayah Bunda dengan anak melalui pembelajaran dan penerapan keterampilan yang terbukti membantu anak-anak merasa tenang dan aman. Tahap kedua perawatan berfokus pada mempersiapkan Ayah Bunda untuk mengendalikan perilaku anak dengan sikap percaya diri, tenang, dan konsisten.
      • The Incredible Years yang terdiri dari serangkaian tiga kurikulum terpisah, beragam, dan berdasarkan perkembangan untuk orang tua, guru, dan anak-anak yang dikembangkan oleh Dr.Carolyn Webster-Stratton. Kegiatan ini menggunakan diskusi kelompok, pemodelan rekaman video, dan teknik intervensi latihan untuk membantu orang dewasa yang tinggal dan bekerja dengan anak-anak usia 2 hingga 10 tahun.
      • Triple P (Positive Parenting Program) yang mengacu pada pembelajaran sosial, perilaku kognitif dan teori perkembangan serta penelitian faktor risiko yang terkait dengan perkembangan masalah sosial dan perilaku pada anak-anak. Triple P bertujuan untuk membekali orang tua dengan keterampilan dan kepercayaan diri yang mereka butuhkan untuk mandiri dan mampu mengelola masalah keluarga tanpa dukungan berkelanjutan.
      • Cognitive Behavioral Therapy (Terapi Kognitif) yang bertujuan untuk melatih cara berpikir (fungsi) kognitif dan cara bertindak (perilaku). Terapi kognitif memerlukan kerja sama yang baik antara terapis dengan anak serta komitmen yang kuat untuk bisa mencapai hasil terbaik.

    Selain mengupayakan terapi-terapi di atas, Ayah Bunda dapat melakukan cara-cara berikut di rumah:

    • Memberi contoh perilaku yang baik pada anak
    • Menghindari hal-hal yang bisa memicu perdebatan dengan anak
    • Memuji anak ketika melakukan hal yang positif misalnya ketika ia merapikan mainannya
    • Memberi hukuman yang wajar pada anak, seperti mengurangi uang jajannya, jika ia berperilaku tidak baik
    • Meluangkan waktu khusus secara konsisten untuk bersama dengan anak
    • Membangun kerja sama dengan keluarga dan guru di sekolah untuk mendidik anak agar disiplin

     

    ====

    Sumber:

    1. Quy, Stringaris. 2012. Oppositional Defiant Disorder. Institute of Education, Thomas Coram Research Unit, London, UK.
    2. Mayoclinic.org. 2018. Symptoms and causes – Mayo Clinic. [online] Available at: <https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/oppositional-defiant-disorder/symptoms-causes/syc-20375831?p=1> [Accessed 24 September 2022].
    3. American Psychiatric Association. 2013. Oppositional defiant disorder. In: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders DSM-5. 5th ed. [online] Available at: <http://dsm.psychiatryonline.org> [Accessed 24 September 2022]

  2. Di Tengah Warna Warni Pelangi, Aku Siapa?

    September 21, 2022 by cikathalita

    Halo, Pejuang tangguh!

    Saya yakin tidak jarang kamu menemukan unggahan di media sosial yang menyinggung identitas seksual dan gender belakangan ini. Saya sendiri beberapa kali melihat konten unggahan seperti itu di Instagram maupun TikTok. Beberapa dari kawan pembaca mungkin merasa risih, beberapa lainnya menjadi penasaran. That’s okay! Kita sebagai makhluk sosial yang punya berbagai macam latar belakang dan kepribadian tentunya punya alasan berbeda dibalik respon kita terhadap apa yang kita lihat dan temukan.

    Nah, beberapa waktu yang lalu saya mendapatkan kesempatan untuk mendalami materi identitas seksual dan gender, izinkan saya berbagi bersama kamu yaa!

    Sebelumnya, yuk ketahui urgensi kenapa kita perlu upgrade ilmu tentang identitas seksual dan gender!
    1) Masih kurangnya pemahaman masyarakat mengenai identitas seksual dan gender karena rendahnya edukasi.
    Indonesia memiliki norma dan adat tertentu yang mengatur hubungan seksual sesama manusia. Nah, karena itu seringkali edukasi mengenai identitas seksual dan gender cenderung dipersulit karena dianggap ‘menyalahkan kodrat’ atau melanggar norma dan adat yang ada. Dalam pandangan saya, edukasi mengenai identitas seksual dan gender justru diperlukan sehingga kita dapat menyadari, memahami, dan menyikapi sebaik mungkin perbedaan-perbedaan yang ada.

    2) Masyarakat Indonesia cenderung mendiskriminasi gender tertentu yang dapat kita lihat dari tingkat indeks pembangunan gender Indonesia yang masih rendah.
    Indeks Pembangunan Gender (IPG) merupakan indeks pencapaian pembangunan manusia yang menggunakan indikator yang sama dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yaitu 1) umur panjang dan hidup sehat; 2) pengetahuan; dan 3) standar hidup layak. Perbedaan antara IPM dan IPG merujuk pada upaya unuk melihat dan mengungkapkan ketimpangan gender dalam pembangunan. Menurut data dari Badan Pusat Statistik, IPG Indonesia pada tahun 2021 mencapai 91,27, masih di bawah target yang diinginkan. Kabar baiknya, angka tersebut meningkat dibandingkan tahun sebelumnya (2020 – 91,06, 2018 – 90,99)

    3) Masyarakat Indonesia cenderung mendiskriminasi orang-orang dengan orientasi seksual yang bukan heteroseksual.

    Seperti poin yang pertama, Indonesia sebagai negara dengan ragam masyarakatnya tentunya punya norma dan adat yang dijunjung. Dalam norma dan adat tersebut orientasi seksual selain heteroseksual masih dianggap sebagai penyimpangan sosial dan akibatnya diskriminasi kerapkali terjadi. Kurangnyapemahaman terkait hak-hak kesehatan seksual dan reproduksi dapat meningkatkan kejadian pelanggaran hak kesehatan seksual dan reproduksi di lingkungan masyarakat.

     

    Nah, dari urgensi tersebut kita harus memahami lebih dalam apa itu seksualitas dan komponen-komponennya.

    Seksualitas

    Seksualitas adalah sebuah proses sosial budaya yang mengarahkan hasrat atau birahi manusia. Seksualitas tidak hanya mencakup identitas seksual, orientasi seksual, norma seksual, praktik seksual, dan kebiasaan seksual, namun juga perasaan, hasrat, fantasi, dan pengalaman manusia yang berhubungan dengan kesadaran seksual, rangsangan, dan tindakan seksual. Hingga saat ini seksualitas dianggap sebagai topik yang tabu untuk dibicarakan di Indonesia
    padahal seksualitas cukup luas cakupannya sebagai salah satu dimensi kehidupan manusia hingga berperan dalam berbagai aspek dalam kehidupan kita.

    Seksualitas merupakan hal positif, berhubungan dengan jati diri seseorang dan juga kejujuran seseorang terhadap dirinya. Kontruksi seksualitas terbentuk dari titik antara dua poros kepentingan, antara subjektivitas diri (siapa dan apa kita) dan subjektivitas masyarakat. Seksualitas dipengaruhi oleh interaksi faktor-faktor biologis, psikologis, sosial, ekonomi, politik, agama, dan spiritual.

     

    Seks dan Gender

    Seks (jenis kelamin) adalah perbedaan biologis atau alat reproduksi laki-laki dan perempuan yang ada sejak lahir dan tidak bisa diubah secara alamiah kecuali dilakukan dengan menggunakan teknologi.

    Gender adalah pembedaan antara perempuan dan laki-laki berdasarkan sifat, peran dan posisi perempuan – laki-laki yang dibuat oleh masyarakat secara turun temurun, dipengaruhi oleh budaya setempat, kepercayaan, penafsiran agama, politik, sistem pendidikan, ekonomi dan lain-lain. Gender disebut juga sebagai Jenis Kelamin Sosial karena dibentuk atau dibuat oleh masyarakat, dapat berubah berdasarkan perkembangan jaman, berbeda-beda di setiap wilayah, negara dan bangsa. Di Indonesia sendiri, ada daerah yang mengakui gender selain perempuan dan laki-laki, loh!

    Suku Bugis di Sulawesi Selatan memiliki sebutan oroane (laki-laki), makkunrai (perempuan), calabai (laki-laki “feminin”), calalai (perempuan “maskulin”), dan bissu (pendeta yang androgini). Di daerah lain, masyarakat Toraja percaya bahwa para pemimpin agama yang paling penting dalam budaya mereka adalah seorang wanita, atau burake tattiku, dan seorang pria berpakaian sebagai seorang wanita, atau burake tambolang. Sayangnya, keberagaman gender di berbagai daerah Indonesia ini terkikis oleh berbagai hal, salah satunya agama yang datang dan memaksakan biner gender.

    Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dimengerti bahwa seks merupakan konstruk berdasarkan biologis, sedangkan gender merupakan konstruksi sosial. Nah, seringkali gender dilekatkan secara kaku kepada seks seperti pada pandangan laki-laki harus kuat, harus yang menafkahi keluarga, dan tidak boleh cengeng sedangkan perempuan harus lembut, harus pengertian, jika bersuami harus selalu tunduk kepadanya. Padahal, mengingat gender merupakan konstruksi sosial, ia berbeda antar tempat dan dapat berubah dalam suatu masyarakat sendiri.

     

    Orientasi Seksual dan Orientasi Gender

    Sexual orientation is about whom you’re attracted to and who you feel drawn to romantically, emotionally, and sexually. It’s different from gender identity. Gender identity isn’t about whom you’re attracted to, but about who you ARE — male, female, genderqueer, etc.

    Orientasi seksual dapat dikategorikan menjadi:

    1) Heteroseksual adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan orang-orang yang tertarik dengan gender berlawanan dari diri mereka. Jadi, seorang pria hanya tertarik pada wanita atau wanita yang hanya tertarik pada pria.

    2) Homoseksual adalah ketertarikan seseorang secara seksual dan emosional kepada orang lain yang berjenis kelamin sama dengan dirinya. Gay adalah istilah untuk mendeskripsikan ketertarikan romantik dan seksual terhadap sesama pria penyuka sesama. Sementara lesbian adalah ketertarikan romantik dan seksual antar wanita.

    3) Biseksual adalah orang-orang yang memiliki ketertarikan terhadap orang-orang yang jenis kelaminnya sama dan orang dengan jenis kelamin berbeda.

    4) Panseksual adalah orang-orang yang tertarik dengan orang lain, terlepas dari gender apa yang dimiliki. Orientasi seksual panseksual ini juga bisa disebut dengan omniseksual. Jadi, orang dengan panseksual tak hanya dapat tertarik dengan pria atau wanita, tetapi juga bisa juga pada transgender maupun orang yang gendernya tidak teridentifikasi (agender).

    5) Aseksual adalah kelompok orang yang umumnya tidak mengalami ketertarikan dan/atau hasrat seksual terhadap orang lain, terlepas dari gender yang dimiliki. Umumnya, orientasi seksual yang satu ini ditandai dengan tidak adanya keinginan untuk berpasangan secara seksual. Akan tetapi, seorang aseksual masih bisa merasakan perasaan romantik terhadap orang lain.

    6) Demiseksual adalah individu yang tidak merasakan ketertarikan seksual kepada seseorang, kecuali mereka telah membentuk ikatan emosional yang kuat dengan orang tersebut.

    Untuk mengerti lebih baik, berikut adalah gambar yang bisa membantu menjelaskan perbedaan seks, gender, dan orientasinya. (source: transstudent.org)

    12 Gender Unicorn Prints (8.5″ x 11″) -

    Dari gambar tersebut kita dapat melihat bahwa:

    1. Identitas Gender merupakan perasaan internal seseorang sebagai laki-laki, perempuan, atau tidak keduanya. Identitas gender terbentuk dari konstruksi sosial yang kemudian tercermin pada sikap sosial seseorang.
    2. Ekspresi Gender merupakan bagaimana seseorang berpenampilan/berekspresi. Ekspresi gender mencakup gaya rambut, gaya pakaian, suara, dan sebagainya. Biasanya, transgender akan berusaha mengubah ekspresi gender mereka (bagaimana mereka terlihat) menyesuaikan identitas gender mereka (siapa mereka) bukan jenis kelamin mereka.
    3. Seks/Jenis Kelamin merupakan penentuan seseorang sebagai laki-laki, perempuan, interseks, atau lainnya menurut hormon, kromosom, dan anatomi/bagian tubuhnya.
    4. Orientasi Seksual atau ketertarikan seksual menunjukkan kepada siapa seseorang tertarik secara seksual.
    5. Orientasi Emosional/Romantis atau ketertarikan romantis menunjukkan kepada siapa seseorang tertarik secara emosional atau dalam hubungan romantis yang melibatkan perasaan.

     

    Nah, sekian yang dapat saya jelaskan mengenai identitas seksual dan gender. Masih banyak yang perlu saya pelajari, oleh karena itu masukan dan kritik yang membangun dari kawan pembaca akan saya nantikan.

    Di tengah sawah anak sapi melenguh

    Sampai jumpa lagi, pejuang tangguh!

     

    ====

    Disclaimer: Saya ingin menegaskan saya berusaha menjadi pribadi yang netral dengan menyadari adanya perbedaan orientasi seksual dan gender, namun tidak mendukung hal tersebut. Saya sebagai mahasiswa akan berusaha untuk tidak melakukan diskriminasi dan mendukung pemenuhan hak asasi untuk seluruh lapisan masyarakat Indonesia.


  3. Transformasi Kuliah Kedokteran: Tapi Bukan Power Ranger

    September 14, 2022 by cikathalita

    Kuliah Umum Senin, 12 September 2022

    Ditulis oleh: Cika Thalita Nurul Izzah – 130110190066

     

    Halo, kawan pembaca!

    Jadi pada hari Senin, 12 September 2022 saya menghadiri kuliah umum Fakultas Kedokteran (FK) yang dibawakan oleh Prof. Dr. Yudi Mulyana Hidayat, dr., SpOG(K)-Onk, DMAS selaku Dekan (pimpinan) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad). Kurang lebih inilah yang saya dapat dari kuliah umum tersebut, yuk belajar bareng!

    Saat ini FK Unpad menerapkan kurikulum transformatif dengan tipe pembelajaran, luring, daring, dan hybrid yang disesuaikan dengan keadaan lingkungan dan akademik pada setiap angkatan.

    Tipe pembelajaran FK Unpad mencakup luring, daring, hybird yang disesuaikan dengan kondisi angkatan

    Kurikulum transformatif yang diimplementasikan oleh FK Unpad sejak tahun 2020 ini bertujuan untuk mencetak calon-calon dokter yang mampu menyelesaikan masalah kesehatan yang dinamis. Selain itu, pendidikan dalam sistem ini mendukung terbentuknya dokter yang kaya akan pengetahuan, etika, dan mampu untuk berkolaborasi dengan berbagai komponen strategis di masa mendatang. Pilar-pilar yang dijalankan FK Unpad pada tahun 2022 meliputi pengembangan dan implementasi kurikulum transformatif, penguatan penjaminan mutu internasional, serta penguatan academic health system berorientasi rekognisi internasional. Dapat dikatakan bahwa saat ini FK Unpad berfokus untuk mencetak dokter layanan primer dengan sistem Academic Health System (AHS) dengan tujuan  mewujudkan derajat kesehatan masyarakat, daya saing, dan kemandirian bangsa yang setinggi-tingginya. Berikut adalah diagram AHS Unpad – RSHS untuk mendukung unpad sehat menuju Jawa Barat yang sehat.

    Terakhir, menurut Prof. Yudi, sebagai mahasiswa kedokteran ada beberapa hal yang perlu diingat:

    1. Kita berkejaran dengan waktu: harus selalu tepat waktu karena nantinya ketika kita bertemu dengan pasien. Ingat selalu bahwa penyakit tidak menunggu seorang dokter datang untuk membuat pasien kritis sehingga seorang dokter harus bisa mengatur waktunya dengan baik.
    2. Kita harus bisa beradaptasi dengan baik dan cepat.
    3. Kita harus bisa melakukan critical reasoning sehingga kompeten untuk berpartisipasi aktif sebagai agen perubahan pada sistem kesehatan yang berorientasi pada pasien.

     

    Nah, itu dia materi kuliah umum yang dibawakan sebagai pembuka semester baru di FK Unpad. Semoga dengan dibukanya perkuliahan dengan kegiatan ini, bisa memacu para mahasiswa untuk semangat dalam menuntut ilmu dan mengenali lebih dalam sistem pembelajaran yang digunakan. Akhir kata,

    Pergi ke kampus membawa kaca

    Selamat belajar, kawan pembaca!


  4. B Untuk Binar Hingar Dunia

    September 11, 2022 by cikathalita

     

    Tiga hembusan angin yang lalu dua wanita menghampiriku dan berkata,

     

    ‘kami membutuhkanmu’ dan ‘kami yakin kau lah yang kami butuhkan’.

     

    Mereka tampak begitu lelah, tampak begitu berharap,

    hingga aku yang sedang memeluk erat dan memulihkan diri menoleh

    dan berakhir membuka halaman baru yang lebih gelap.

     

    Ketika itu aku lupa bahwa aku belum pulih,

    aku lupa bahwa aku masih penuh luka,

    dan, yang paling fatal, aku lupa mengabarkan mereka.

    Terlalu buta bahwa yang mereka bawa hanyalah merah hitam luka.

     

    Tiga hembusan angin pertama aku tertatih menyamakan langkah.

     

    Dua purnama selanjutnya aku kecil mengajak bermain, membuatku lengah.

    Satu kicauan burung di pagi berikutnya, tanganku penuh darah dan langkahku hitam pekat.

    Seharusnya aku pergi dan berkata tidak sejak awal mereka mendekat.

     

    Dalam basah tangan dan ingatan, binar dunia mendayukan lagu tidur.

    Berkedip cahaya malam, hingar dunia menertawakan.

    Aku yang menangisi hitam ketika mereka tidak berjejak.


  5. Kecil tapi Selalu Berusaha Bergerak dan Berkembang, Hai, Aku Cika!

    March 26, 2021 by cikathalita

    Kecil ya manusia itu di Alam Semesta. Akan tetapi yang terkecil pun tidak sepantasnya mengecilkan diri dan berdiam diri. Kecil bukan berarti lemah melainkan kecil berarti harus selalu berusaha bergerak dan berkembang agar suatu saat bisa menggerakkan yang besar. Kecil bukan berarti hanya bisa menatap kekosongan melainkan harus selalu berusaha berpikiran besar dan beranjak membuat perubahan. Halo dari saya yang kecil tapi selalu berusaha bergerak dan berkembang. Ini tulisan singkat mengenai diri saya.

    Cika Thalita Nurul Izzah adalah nama yang diberikan oleh kedua orang tua saya kepada bayi kecil pertama mereka. Pukul satu siang saat itu, saya bertemu dunia untuk pertama kalinya. Mereka mendidik saya dengan kasih dan sayang hingga saya berhasil mencapai titik ini, menimba ilmu di jurusan Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.

    Saya meyakini bahwa di dunia ini masih banyak yang bisa dan harus saya pelajari. Untuk bergerak dan belajar dari kehidupan, saya berusaha berpegang pada visi saya yaitu Cika Thalita sebagai muslimah yang terus bergerak dan berkembang hingga bisa berguna bagi nusa, bangsa, dan agama.

    Pepatah mengatakan, ‘untuk apa hidup jika tidak berkontribusi dan berdedikasi untuk perubahan, kemajuan, dan kebaikan lingkungan tempat kita berdiri.’ Jadi saya membuka tangan untuk bergerak dan berkembang bersama teman-teman pembaca.

    Semangat melangkah, kawan!