CARPE DIEM!

Masih terpatri dengan jelas momen saat SMA, ada guru Bahasa sunda yang entah kenapa mengajarkan Bahasa latin kepada kami.

“CARPE DIEM” ucap beliau, menggebu-gebu.

“Petiklah hari, maknai hari, hiduplah setiap hari, jangan sia-siakan masa muda kalian, karena tidak akan datang dua kali.”

Awalnya saya merasa beliau mengatakan hal tersebut hanyalah speech selingan agar suasana kelas tidak suntuk. Tapi, sekarang, saya ingin berterima kasih atas speech singkat beliau waktu itu.

 

Carpe diem menjadi frasa yang tepat untuk menggambarkan seluruh kegiatan yang saya ikuti selama kegiatan volunteer PERIUK NASI Batch 1.

Kegiatan saya selama kuliah online yang asalnya hanya  ‘bangun-sarapan-kuliah sampai sore-mandi- kemudian tidur lagi’ sekarang jadi lebih produktif. Rutinitas saya menjadi ‘bangun-sarapan-kuliah sampai sore-mandi-kadang tidak tidur lagi’.

Ya walau sedikiti tipis perkembangannya, namun proses tetaplah proses yang harus diakui. Sedikit-sedikit nanti menjadi bukit, walau entah kapan jadi bukitnya.

Bicara tentang program volunteer ini, judul programnya adalah PERIUK NASI (Program Percepatan  Vaksinasi Covid-19 dengan Konseling dan Edukasi).

Syukurnya, selaras dengan judul kegiatannya yang panjang, hal-hal yang saya dapatkan dari kegiatan itu juga tak kalah panjangnya.

 

  • FRIENDSHIP

Total mahasiswa yang mengikuti kegiatan ini adalah 11 orang, termasuk saya. 4 orang perempuan dan 7 orang laki-laki. Dari semenjak hari pertama kami bertemu, tak luput dari tegur sapa dan canda tawa.

Mulai dari nonton bareng, belajar alur vaksinasi bersama-sama, kuliah, turun ke masyarakat, bermain, jalan-jalan, jajan, makan bareng, sambat bareng,  pokoknya masih banyak lagi kenangan bersama yang tak cukup disebutkan satu persatu.

 

  • New Skill unlocked: vaccination

Program ini bertajuk percepatan vaksinasi, maka tentu saja kami belajar tentang vaksin selama mengikuti kegiatan ini. Tak hanya belajar menyuntik, tapi kami belajar seluruh alur vaksin dan ketentuan vaksin. Kami harus ‘nguli’ terlebih dahulu dan bersedia ditempatkan di pos apapun dalam rangkaian vaksinasi covid-19 agar paham betul. Mulai dari alur registrasi, screening, kemudian cold-chain vaksin, asisten vaksinator, vaksinator, observasi, hingga menjadi anak korporat penginput data, semua kami coba satu-persatu.

  • SOCIALIZE

Selain menyelenggarakan vaksin, fokus lain kami adalah terjun langsung ke masyarakat, melakukan assessment terhadap pemasalahan kesehatan yang ada pada warga kemudian menyusun program sebagai solusi dari permasalahan tersebut. Selama kuliah online, saya masih membayangkan bagaimana ya rasanya nanti jika harus berhadapan dengan pasien? Pada kesempatan periuk nasi kali ini, saya merasakan langsung bagaimana cara berkomunikasi dengan masyarakat, bagaimana cara bersosialisasi dengan orang-orang penting seperti Kepala Desa setempat, ketua puskesmas, ketua rw dan ketua rt. Rasanya, hal-hal seperti ini tidak akan didapatkan jika hanya meringkuk di depan laptop selama kuliah online.

  • PUBLIC SPEAKING

Quest terbesar kami agar bisa lulus dari program volunteer ini adalah menyelenggarakan program untuk warga terhadap masalah kesehatan yang ada di daerah setempat. Berdasarkan hasil assessment terdapat beberapa masalah, yaitu diare, tipes serta dbd, disisi lain kami juga merasa perlu adanya edukasi tentang reaksi KIPI (kejadian ikutan pasca imunisasi) covid-19 yang sering jadi hoax dan menakut-nakuti warga untuk vaksin ke-2. Maka, kami melakukan edukasi tentang PHBS (pola hidup bersih dan sehat) serta cara mencuci tangan yang benar untuk masalah diare dan tipes, kemudian untuk masalah DBD kami menyelenggarakan workshop pembuatan jebakan nyamuk dan edukasi terkai KIPI covid-19 pada peserta vaksin.

  • I FOUND MY SELF

Hal yang paling penting dari seluruh hal yang saya dapatkan dari mengikuti kegiatan PERIUK NASI batch 1 ini adalah, saya menemukan diri saya sendiri. Saya menemukan jati diri saya sendiri, setelah lama rasanya saya merasa tidak yakin dengan diri, untuk bisa melewati banyak hal, untuk tetap berjuang dan mencoba. Ternyata, pilihan untuk keluar dari zona nyaman, merupakan pilihan yang sangat tepat. Karena kita tidak akan menemukan apabila kita tidak mencari.

 

Intinya, selama mengikuti periuk nasi,

setiap harinya, terasa hidup.

setiap harinya, saya dan teman-teman belajar hal baru.

bermain, belajar, menyelesaikan masalah bersama, mendapat kenalan baru.

Menyenangkan.

 

Jika Chairil Anwar ingin hidup 1000 tahun lagi,

Maka saya, ingin mengulang momen ini, 1000 tahun lamanya.

Zona Nyaman (no-life pandemic)

“Apa yang membuat kamu kuat?”

“Gala”

Kemarin-kemarin rasanya sempat viral narasi ini.

Kalau versi saya sendiri jawaban dari “Apa yang membuat kamu kuat?” tentu saja tanpa berpikir ulang 1000x, jawaban saya pasti “Pertemanan” soalnya gaada ayang hzhz

Kisah ini berawal dari seorang teman yang mengajak saya untuk mengikuti sebuah kegiatan volunteer berbasis komunitas untuk terjun ke masyarakat.

Awalnya saya agak ragu, saya iyakan saja dulu ajakan tersebut walaupun belum daftar. “Ingetin lagi nanti malem ya” ucap saya karena waktu itu masih sibuk mengerjakan tugas KKN. Saya sengaja mengulur waktu untuk berpikir, rasanya sudah capek dengan urusan KKN dan ingin rehat sebentar mumpung masih kuliah online. Tapi setiap mengabaikan ajakan tersebut, ada perasaan yang mengusik pertimbangan ini.

Sebenarnya saya senang dengan kebijakan kuliah online (pembelajaran jarak jauh).

Saya bisa kuliah sambil rebahan, sambil duduk depan tv, sambil mengantar mama ke pasar, sambil jajan, sambil ngegojek, sambil part time, sambil rapat, sambil trading, sambil sedekah, sambil thawaf, sambil umroh, naik haji, sambil namatin s3 juga bisa.

(Katanya memang zaman sekarang “multitasking” merupakan hal yang sangat diperlukan.)

Kendati begitu,  saya merasa kegiatan kuliah online yang rutinitasnya itu-itu saja, membuat saya bosan.

Setiap hari kegiatan hanya bangun, sarapan, kuliah sampai sore, mandi, kemudian tidur lagi.

Rasanya seperti tidak hidup,

Rasanya seperti ada yang kurang.

Rasanya hanya itu-itu saja, tidak ada umami.

 

Apakah ini saatnya keluar dari zona nyaman?

 

Akhirnya setelah diingatkan beberapa kali oleh teman saya yang sabar itu, akhirnya pada tengah malam, saya mendaftar kegiatan yang Bernama “PERIUK NASI” Batch 1 tersebut.

Saya tak tahu, bahwa keputusan saya waktu itu (yang asalnya masih ragu), akan mengubah hidup saya.

Keputusan yang tak pernah saya sesali, sambil selalu saya syukuri tiap harinya.