Pemanfaatan Telemedicine di Kegiatan Posyandu Daerah Pedesaan

Salah satu program akhir dari pembelajaran di tahun 1 Fakultas Kedokteran Unpad adalah kegiatan elective, dimana para mahasiswa diberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan di luar perkuliahan guna mengembangkan potensi diri. Ada banyak pilihan kegiatan yang bisa diambil dengan kuota kelas tertentu. Kali ini saya memilih suatu kegiatan magang dengan tema “Implementasi Telemedicine untuk Monitoring Ibu Hamil Berisiko Tinggi dan Deteksi Dini Kanker Serviks di Daerah Pedesaan”. Kegitan magang ini berupa posyandu yang dilaksanakan di daerah pedesaan.

Telemedicine atau layanan medis online merupakan salah satu kemajuan di bidang kesehatan, dimana layanan kesehatan yang disediakan berbasis teknologi dan memungkinkan orang – orang berkonsultasi dengan tenaga kesehatan, salah satunya dokter, tanpa harus bertatap muka secara langsung. Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, pemantauan pasien bisa dilakukan dengan alat – alat inovasi baru serta data yang didapatkan akan terkirim secara daring dengan memanfaatkan jaringan internet.

Kemajuan telemedicine sangat dibutuhkan saat ini, mengingat akses kesehatan di Indonesia masih belum sepenuhnya bisa terjangkau dengan baik. Banyak orang – orang di daerah pedesaan yang masih tidak bisa merasakan berkonsultasi dengan dokter spesialis. Akses alat – alat kesehatan ke daerah pedesaan juga masih sangat sulit. Sehingga pemeriksaan yang di lakukan di puskesmas desa tidak secanggih dengan yang ada di kota. Oleh karena itu, dibuatlah suatu inovatif yang dapat membantu mengatasi masalah ini. Inovatif yang membuat tenaga kesehatan tidak kekurangan alternatif untuk berusaha maksimal dalam melayani masyarakat meskipun di daerah pedalaman dengan akses yang sulit.

Pada magang kali ini, kami diperkenalkan dengan suatu alat inovasi baru berupa teleCTG, yaitu CTG ( Cardiotokografi ) mini yang bekerja layaknya CTG namun perekaman datanya terhubung melalui sebuah aplikasi yaitu Bidan Sehati. Aplikasi ini bisa diakses melalui telpon genggam android. TeleCTG mini ini diharapkan dapat menggantikan kesulitan akses CTG ke pedesaan sehingga para ibu bisa tetap mendapatkan proses pemantauan kehamilan serta mampu mendeteksi ibu hamil yang memiliki faktor risiko yang tinggi. Data yang didapatkan melalui kegiatan posyandu, serta hasil teleCTG akan dikirmkan ke pihak rumah sakit / dokter spesialis melalui aplikasi Bidan Sehati. Data tersebut akan dikaji dan dikirimkan kembali hasilnya melalui aplikasi tersebut secara daring, sehingga akan terlihat beberapa ibu yang normal dan beberapa mungkin harus dirujuk ke rumah sakit.

Dari kegiatan posyandu yang kami lakukan di tiga desa di Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung, yakni Desa Pakutandang, Sagararacipta dan Babakan ada setidaknya 56 ibu hamil yang hadir di pemeriksaan posyandu. Diantara 56 ibu hamil tersebut 20 orang menjalani teleCTG yaitu rata – rata ibu dengan usia kehamilan diatas 26 minggu. Sementara ibu lainnya yang tidak mengikuti teleCTG tetap dimasukkan datanya ke aplikasi untuk mendata faktor risiko apa saja yang dimiliki oleh ibu hamil. Untuk mendapatkan beberapa data, sebelum pengisian aplikasi, ibu akan melakukan pendataan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dasar dan tanda vital serta pemeriksaan dasar obstetri. Beberapa ibu di usia kehamilan trimester pertama dan ketiga atau yang belum pernah di USG akan mendapatkan pemeriksaan USG sebagai tambahan. Dari pemeriksaan – pemeriksaan tersebut akan di dapatkan data – data yang diperlukan aplikasi, seperti identitas ibu, riwayat obstetri, riwayat penyakit, perkiraan tanggal persalinan, kondisi serta usia bayi.

Alat teleCTG yang terhubung dengan Bidan Sehati sangat membantu dalam pemeriksaan, selain alatnya yang mini sehingga mudah dibawa kemana – mana, aplikasi Bidan Sehati juga mudah dioperasikan. Hanya saja pada saat dilapangan untuk data – data yang diperlukan di aplikasi Bidan Sehati menurut saya terlalu lengkap. Memang kelengkapan data seperti itu diperlukan untuk dikaji agar lebih akurat saat menganalisis faktor risiko. Namun ada beberapa data yang memang sulit untuk didapatkan dikarenakan para ibu tidak bisa mengingat, misalnya terkait tanggal pernikahan, tanggal abortus, dan pilihan kontrasepsi. Di lapangan para ibu desa kebanyakan lupa tanggal pernikahannya sehingga untuk kelengkapan data mungkin harus membawa kartu nikah. Selain itu untuk tanggal abortus juga banyak yang tidak bisa mengingat. Untuk penggunaan kontrasepsi para ibu hanya mengingat apakah disuntik atau minum pil. Beberapa dari mereka bahkan tidak ingat nama pil yang dikonsumsi, tapi pilihan di aplikasi terlalu banyak dan spesifik, sementara data yang kita dapatkan dari para ibu di desa terlalu umum. Pertanyaan yang ditanyakan ke pada ibu memang mendetail dan berkaitan dengan banyak istilah medis. Oleh karena itu, kami harus pandai mengolah kata – kata agar para ibu memahami pertanyaan yang kami maksud. Untuk ke depannya, semoga aplikasi Bidan Sehati terus bisa di upgrade agar semakin sesuai dengan kondisi lapangan, mengingat alat dan aplikasi ini digunakan di daerah pedesaan, sehingga mungkin datanya bisa lebih disederhanakan lagi.

Selama kegiatan berlangsung banyak pembelajaran yang dapat saya ambil, selain ilmu – ilmu yang diberikan oleh dokter Windi dan dokter Nada selaku pembimbing, ilmu di lapangan pada saat kami melakukan intervensi bertemu langsung dengan para ibu, melakukan pendataan dan pemeriksaan merupakan pengalaman yang begitu berharga. Kami melihat langsung bagaimana bersemangatnya para ibu saat datang ke posyandu. Belajar untuk selalu tersenyum dan tetap ramah di kondisi apapun, tetap tenang walaupun banyak yang harus dilaksanakan karena jumlah ibu yang banyak. Ilmu yang saya dapatkan dilapangan memberikan saya gambaran ke depannya tugas seorang dokter itu seperti apa, dan bagaimana harus bersikap kepada pasien, mulai dari cara menyapa hingga membuat merasa nyaman baik saat anamnesis maupun pemeriksaan. Selain itu, kerja sama tim juga sangat terlihat dalam kegiatan posyandu ini. Kemampuan berkoordinasi dengan orang lain, seperti saat berkoordinasi dengan dokter pembimbing, bidan desa setempat, para kader dan antar sesama anggota kelompok juga menjadi pembelajaran berharga bagi saya. Bekerja bersama orang lain adalah gambaran tugas dokter kedepannya, oleh karena itu dengan kegiatan ini, saya bisa melatih kemampuan komunikasi dan koordinasi yang akan sangat dibutuhkan untuk kedepannya nanti saat saya bekerja.

Terima kasih saya ucapkan kepada para pihak yang terkait, mulai dari tim penelitian Lentera I-met, dr. Windi Nurdiawan, Sp.OG, dr. Nada Ghaisani, Bidan Annisa, semua bidan di setiap posyandu, para kader dan teman – teman kelompok magang saya. Semoga kedepannya saya bisa melaksanakan kembali kegiatan – kegiatan terjun langsung ke lapangan seperti ini,  membantu para pasien dan mendapat pengalaman belajar yang berharga.