Pada tanggal 26 September 2022, saya dan teman-teman saya kembali mengunjungi puskesmas untuk yang kedua kalinya. Kali ini, kami memiliki kesempatan untuk bertemu dengan Kepala Puskesmas Arcamanik, dr. Riska dan juga penanggung jawab kesehatan poli, dr. Fitri. Setelah perkenalan, kami dibagi kelompok kembali untuk membantu dan melihat poli yang ada di puskesmas ini. Kami dibagi menjadi beberapa kelompok yang ditempatkan berbeda, yaitu di poli umum, lansia, infeksi, MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit), dan KIA (Kesehatan Ibu dan Anak). Saya mendapatkan giliran di poli MBTS bersama dengan satu teman saya yang lainnya. Kami bertemu dengan petugas kesehatan yang berjaga di sana, yaitu Bu Nani. Bu Nani menjelaskan mengenai poli MTBS dan apa saja kasus yang ditangani di poli ini. Dari penjelasan beliau, poli MTBS menangani balita yang menderita penyakit yang berkaitan dengan batuk, pilek, demam, diare, dan beberapa penyakit lainnya. Tetapi, sejak pandemi COVID-19 melanda, penyakit yang berkaitan dengan batuk, pilek, serta demam dialihkan ke bagian poli infeksi. Sejak saat itu pula, poli ini berkurang pasiennya dan tidak seramai sebelum COVID-19.
Di poli MTBS ini, hasil pemeriksaan bukanlah diagnosis melainkan hanya klasifikasi dan akhirnya bisa diberikan terapi atau pengobatan. Poli MTBS juga melakukan konseling terhadap orang tua balita mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan balita, misalnya pemberian makan, penanganan balita, dan lainnya. Saat saya dan teman saya berada di sana, kami kedatangan satu pasien yaitu balita berumur 10 bulan. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien memiliki benjolan di belakang telinga dan belakang kepalanya sejak seminggu yang lalu. Bu Nani pun melakukan anamnesis dengan menggunakan kertas pemeriksaan yang terdapat daftar apa saja yang harus ditanyakan kepada bayi. Setelahnya, Bu Nani juga melakukan pemeriksaan fisik dengan meraba bagian yang terdapat benjolan tersebut. Untuk akhirnya, Ibu pasien diberikan konseling mengenai pemberian makan untuk anak sehat maupun sakit karena diketahui dari ibunya bahwa balita ini hanya diberikan bubur instan saja sebagai MPASI dan tidak diberikan makanan yang dimasak sendiri. Selain itu, diberikan resep juga berupa salep untuk dioleskan ke benjolan pada pasien. Ibu pasien juga dianjurkan untuk kembali kontrol ke poli apabila dalam seminggu benjolannya bertambah besar atau bertambah.
Selama kami di sana, poli MTBS hanya mendapatkan satu pasien. Walaupun begitu, kami mendapatkan pengalaman yang berharga dalam melakukan anamnesis dan menyampaikan anjuran dan melakukan konseling yang baik.