Membiasakan menulis berdasarkan kaidah akademis (bagian 3) : Horor itu bernama takut salah

Terlihat begitu mudahnya seorang dosen memeriksa draft tugas akhir mahasiswanya yang sudah dikerjakan beberapa malam untuk mengejar sidang. Pulpen yang dia pegang begitu ringan mencoret di beberapa tempat. Terkadang memberi catatan jelas apa yang harus diperbaiki dan terkadang masih bingung kenapa di beberapa tempat diberi tanda silang atau terdapat kata-kata yang dicoret. Setelah kembali ke si mahasiswanya, dengan mata merah dan lelah mahasiswa tersebut pasti menarik panjang nafasnya dan dalam hatinya “nasib gue, yang harus begadang lagi”. Itu baru coretan saja belum dengan ucapan dosen yang sudah sibuk mengajar atau bahkan sedang mengalami hal yang sama sedang sibuk menyusun desertasinya yang banyak disalahkan. Ucapan dengan nada menekan, marah atau mungkin sambil mengejek bisa terjadi dan dialami oleh para mahasiswa (tentunya tidak semua dosen seperti itu). Gara- gara menyusun tugas akhir seseorang bisa jadi  masa kuliahnya melewati waktu yang telah ditetapkan.  Secara tidak sadar kejadian- kejadian tersebut membuat seseorang menjadi trauma untuk menulis. Di dunia pekerjaan bayangkan jika atasan meminta kita untuk membuat sebuah laporan tertulis dan harus bernilai ilmiah, pasti seperti dejavu… anda merasa masuk ke dalam mimpi buruk dan teringat masa- masa kuliah beberapa tahun yang lalu.

Melanjutkan tulisan sebelumnya, penulis akan mengajak anda belajar menghadapi ketakutan “Salah” terutama pada saat memulai untuk menulis.

Paragraf Pertama yang sangat menentukan

Pernahkan anda merasa terjebak, ketika mendapat tugas untuk membuat laporan tertulis?. Sulitnya menuliskan paragraf pertama, atau bahkan kalimat pertama. Bagaimana caranya mengawali suatu tulisan. Ada perasaan jika menulis dengan mengikuti gaya tulisan dari laporan- laporan sebelumnya, akan selalu merasakan kekhawatiran pasti dituduh menyadur, menjiplak atau dituduh tidak kreatif; “Perkembangan ……” , “Kondisi ……. saat ini…”, dan seterusnya dan seterusnya. Baru satu kata yang ditulis, ketakutan sudah datang dan akhirnya kembali menekan tombol backspace. Atau kalo jaman mesin tik, anda akan langsung melepas pengencang kertas, menarik kertasnya dan meremas kertas dan lemapr ke tempat sampah (sayangnya bukan jago bola basket, sampahnya berserakan di pinggir tempat sampah). Selanjutnya pikiran anda sudah penuh dengan ketakutan dan merasa waktu sudah hapis jika terus terjebak diketakutan tersebut dan akhirnya anda mengenyampingkan tugas menulisnya dan memilih mengerjakan yang lain dulu agar waktu tidak habis hanya di depan komputer sementara pekerjaan lain masih banyak. Anda merasa sudah memutuskan sesuatu yang benar. Sementara tugas menulis anda akan selalu menjadi horor… yang mengganggu pikiran anda. Ya.. saya pernah mengalami hal itu.

Ada yang salah dengan cara saya memulai  adalah suatu hal yang saya sadari setelah mengalami kesulitan dalam memulai sebuah tulisan. Memulai tidak harus sejak bab pertama, dilanjut ke bab kedua hingga bab akhir. Seolah-olah bahwa menulis itu harus selalu runut, terurut dan langsung lengkap dari awal hingga akhir. Itulah kesalahan saya yang membuat memulai untuk menulis dipenuhi dengan rasa kecemasan dan ketakutan penilaian dari yang membaca bahwa tulisan saya pastilah jelek, tidak bagus, bahkan jauh dari tulisan yang mengikuti kaidah akademis.

Terkadang ide atau gagasan datang begitu saja tanpa harus terurut. Referensi dan isi adalah bagian yang sering ingin anda langsung tulis tanpa harus menghiraukan bagaimana harus mengawali sebuah tulisan. Dengan menulis yang dimulai dengan apa yang diingat memastikan anda untuk jauh dari kata bersalah atau disalahkan. Siapkan buku notes atau buku agenda kecil yang menjadi media setiap anda punya gagasan. Tulislah meskipun hanya satu kata, atau satu kalimat, atau bahkan satu paragraf. Struktur bahasa akan berkembang seiring dengan sesering apa anda melakukan pencatatan ide atau gagasan anda dalam sebuah buku. Bacalah kembali tulisan tersebut. Terkadang apa yang sudah anda tulis jika anda baca ulang anda akan sadari beberapa kesalahan mengenai cara menulis, struktur atau bahasa yang anda gunakan.

Proses pencatatan yang dilakukan secara terus menerus akan melatih anda dalam membiasakan diri memulai untuk menulis. Setelah membiasakan menulis catatan-catatan ringkas tersebut anda akan mulai terbiasa mengungkapkan apa yang anda pikirkan ke dalam bentuk tulisan. Saat itulah anda akan terbiasa memulai sebuah tulisan dari titik manapun, meskipun bukan diawali dengan sebuah pendahuluan.

Jadi perlu diingat : Paragraf pertama yang akan anda tulis tidak harus dimulai dari bab pertama, namun dapat dimulai di tengah bab, akhir bab bahkan di tengah- tengah dalam sebuah bab.

Gaya bahasa, Struktur bahasa pentingkah ?

Coba baca tulisan saya ini, apakah sudah memenuhi gaya bahasa sesuai kamus bahasa indonesia?, apakah sesuai dengan ajaan yang disempurnakan?, apakah sesuai dengan struktur bahasa yang benar : subjek, predikat, objek, keterangan?. Atau tanda bahasa yang saya pergunakan, bahkan besar kecil dan penulisan bahasa asing?. Tulisan saya masih jauh dari Gaya bahasa, struktur bahasa yang benar. Namun bukan berarti hal itu tidak penting. Yang membuat hal menjadi penting adalah jangan sampai hal- hal tersebut membuat kita takut untuk menuliskan sesuatu. Terbayang apa yang kita tulis banyak coretannya. Koreksi penting untuk perbaikan proses menulis kita, namun bukan menjadi hantu yang terus menakuti kita untuk menuliskan sesuatu.

Beberapa kali saya membaca tulisan di blog saya ini. Kaget adalah kata yang dapat menggambarkan perasaan saya. Banyak kesalahan yang saya perbuat, bahkan terkadang ada kalimat yang tertulis menggantung tanpa penutup atau penjelasan hingga tuntas. Tergantikan oleh kalimat lain dengan fokus yang tidak ada kaitannya dengan kalimat sebelumnya. Atau kesalahan pengetikan (Typo) karena pola pengetikan sebelas jarinya belum dianggap mahir. Semua dapat terus diperbaiki sambil berjalan. Tulis – baca – perbaiki, bukan tulis satu kata – baca – hapus.

Solusi gaya bahasa, struktur bahasa dapat diperbaiki dengan mulai terbiasa membaca surat kabar atau buku-buku non fiksi tentunya diutamakan yang sudah terbiasa anda baca. Dengan seringnya membaca, secara tidak sadar ada pola yang kita tangkap dan cobalah belajar untuk menyimpulkan dari referensi tersebut.

Ketakutan memulai menulis seperti cuaca yang tidak menentu. Terkadang ketakutan tersebut tidak muncul meskipun bekal untuk menulis sangat minim, terkadang muncul meskipun bekal untuk menulis sudah lengkap. Bahkan ketakutan ini muncul pada orang- orang yang sudah berpengalaman menulis. Ketakutan itu pada umumnya dimulai dengan rasa malas. Beberapa strategi di atas hanya sedikit cara yang mungkin saja tidak cocok dengan masalah yang anda alami. Anda akan menemukan cara untuk menaklukan ketakutan anda sendiri.

 

masih bersambung…