Meskipun berbicara bahasa indonesia sudah menjadi keseharian (bercampur dengan bahasa daerah) di lingkungan kita, pelajaran bahasa indonesia selalu kita pelajari sejak sekolah dasar hingga sma. Bahkan mungkin di beberapa perguruan tinggi masuk kurikulum wajib. Sadar tidak sadar pelajaran tersebut memang harus ada karena tidak selalu kita berbicara dan menulis sesuai dengan aturan yang benar. Jika hanya untuk sebatas ngobrol dengan teman, mungkin kita tidak perlu mempelajari bahasa indonesia denga benar. Namun ketika berbicara formil atau menulis laporan resmi, mau tidak mau aturan dan tata bahasa yang baik harus kita fahami.
Hal yang menurut pengalaman penulis ingat tentang pelajaran bahasa indonesia yang terkadang sering dianggap remeh adalah di materi membaca. Di setiap bab kita diberi bacaan 3 (tiga) hingga 5 (lima) paragraf. Setelah itu dilanjutkan dengan soal yang berisi pertanyaan- pertanyaan tentang isi dari bacaan tersebut. Terkadang kita masih salah dalam menjawab pertanyaan tersebut, dan terkadang pertanyaan dapat mudah dijawab. Di waktu lain setelah membaca guru meminta kita menutup buku bacaan tersebut dan kita diminta untuk menceritakan ulang atau menyimpulkan tentang apa yang kita baca.
Tidak disadari setelah sd, smp dan sma terlewati, begitu pentingnya bagaimana kita memahami sebuah bacaan menjadi kunci keberhasilan untuk memahami sebuah ilmu. Menghafalkan menjadi sesuatu yang sebenarnya tidak perlu jika kita sudah mampu memahami apa yang sudah kita baca. Kunci memahami ilmu itu ternyata bahkan ada di pelajaran bahasa indonesia. Sayangnya mungkin cara mengajarkannya yang membuat kita tidak sanggup (bisa) sadar sejak pertama kali kita masuk sekolah meskipun guru sudah berkali-kali memberitahu manfaat membaca.
Cerita di atas menjadi pembuka artikel bersambung tentang membiasakan menulis berdasarkan kaidah akademis. Mengapa saya ceritakan pengalaman tersebut? , Karena dengan membaca wawasan keilmuan kita akan semakin luas dan paham sehingga memungkinkan kita untuk menulis lebih luas dan mendalam lagi cakupannya. Paham bukanlah kemampuan seseorang mengulang kata demi kata yang sudah tertulis dalam bacaan. Namun Paham adalah mengerti dengan benar tentang apa yang ditangkap baik melalui apa yang dibaca, dilihat dan didengar.
Ada 3 (tiga) pekerjaan penting bagi penulis untuk membantu proses penulisan : membaca referensi kemudian diceritakan ulang, membaca referensi kemudian disimpulkan, membaca referensi kemudian dikutip.
Mengutip
Terkadang kebiasaan mengutip sebuah definisi atau pendapat dalam referensi baik dari teks book maupun makalah ilmiah adalah langkah paling mudah seseorang yang akan memasukan tinjauan pustaka. “Copy and paste” kemudian dibubuhi sumbernya. Salah kah? tentu tidak namun apakah kita sendiri sudah paham dengan apa yang kita kutip?, yang dihawatirkan tidak.
Penulis mengajak untuk menulis dengan upaya yang sesuai dengan kaidah akademis. Meskipun sasaran hasil tulisan yang kita buat tidaklah langsung sekelas makalah ilmiah standar nasional, apa lagi internasional. Setidaknya kita bisa diterima dan masuk ke jurnal- jurnal lokal, sukur- sukur masuk nasional dan bahkan internasional.
Untuk mengutip upayakan apa yang akan dikutip sudah dipahami, ruang lingkupnya, pengertiannya dan paham bagaimana memanfaatkan atau mengimplementasikannya. Sebelum mengutip pastikan apa yang akan kita kutip adalah kutipan yang paling baik. Jika ragu terkadang kita membuat kutipan dari beberapa sumber. Jadi mengutip itu tidak cukup dari satu sumber pastikan bandingkan dari beberapa sumber, apa lagi kita mengutip bukan dari buku teks, melainkan hasil pencarian embah gugel.
Sebenarnya mengutip itu tidak hanya dari media cetak, mengutip bisa saja ucapan secara langsung yang kita rekam sebagai hasil wawancara atau ceramah umum. Pastinya ketika kutipan itu kita masukan ke dalam tulisan ilmiah, jangan lupa menuliskan sumber sesuai aturan akademis.
Menceritakan Ulang
Pernahkah kita bertanya apakah orang yang rajin membeli buku bacaan, akan langsung membaca bukunya langsung setelah dia beli? Ternyata jawabnnya belum tentu. Penyuka buku membeli buku tidak langsung dibaca, namun dia meyakini suatu saat buku tersebut akan dibaca. Karena membaca buku tidak hanya membutuhkan waktu luang, namun yang penting kapan kiranya kita bisa menikmati membaca buku. Jika tidak buku yang kita baca ketika diminta menjelaskan isi buku, kita tidak sanggup mencerikan isi buku secara jelas dan ringkas.
Kemampuan seseorang dalam menceritakan ulang apa yang sudah dibaca dengan cara dan gaya bahasa sendiri dapat menentukan sebarapa cepat dia mamahami apa yang dia baca. Untuk mengasah kemampuan kita dalam menceritakan ulang dengan baik cobalah lakukan sesekali tips ini :
- Bacalah buku cerita untuk anak. Tidak perlu tebal, upayakan buku yang akan dibaca mampu diselesaikan dalam waktu kurang dari 1 (satu) jam.
- Pastikan isi cerita dari buku itu bukanlah cerita yang sudah kita ketahui sebelumnya.
- Setelah selesai membaca cobalah ceritakan ulang kepada anak kita, ponakan kita, anak tetangga dalam bentuk dongeng.
- Buatlah gaya bahasa yang meyakinkan agar pendengar fokus dan menikmati alur cerita yang anda sampaikan. Coba selingi dengan humor-humor yang mungkin tidak ada dalam buku cerita.
- Lakukanlah cara ini beberapa kali dengan buku cerita yang berlainan.
- Semakin sering kita melakukan ini, ketajaman untuk mengulang apa yang sudah kita baca semakin baik.
Setelah melakukan tips di atas, cobalah baca buku teks atau artikel tentang sesuatu yang terkini dan menarik perhatian. Cobalah ceritakan ulang dalam media sosial atau blog anda. Komentar menjadi bentuk penilaian seberapa baik dan menarik anda menceritakan ulang buku atau artikel tersebut.
Menyimpulkan
Sebelum belajar membuat kesimpulan tulisan kita sendiri, mari kita coba pelajari bagaimana caranya kita menyimpulkan referensi yang sudah kita baca. Jika kita sudah mahir menceritakan ulang, seharusnya menyimpulkan ulang akan jauh lebih mudah.
Jika referensi yang kita baca adalah makalah atau artikel ilimiah. Pastikan Baca pendahuluannya terlebih dahulu. Karena kesimpulan adalah jawaban dari apa yang tertulis dari pendahuluan. Meskipun dibagian akhir sudah ada kesimpulan, buatlah kesimpulan sendiri dan bandingkan. Jika beda sebeanrnya bukan berarti kesimpulan yang kita buat salah, karena kualitas tulisan terkadang sulit untuk ditetapkan berdasarkan terpublikasikan dan tidak terpublikasikan.
kalo menceritakan ulang dan menyimpulkan sebuah cerita fiksi mungkin terlihat lebih mudah. Namun jika harus menceritakan ulang sebuah artikel ilmiah yang isinya rumit misalnya banyak data-data dan grafik yang ditampilkan bagaimana? …
bersambung…