John Woolman, lahir pada 19 Oktober 1720 dan meninggal pada 7 Oktober 1772, adalah seorang Quaker Amerika yang bekerja sebagai penceramah yang berpindah-pindah. Dia telah berkeliling mengitari koloni-koloni Amerika dan Inggris dalam menyelesaikan tugasnya, seperti berceramah tentang perlawanan terhadap kejahatan yang ditujukan ke hewan, ketidakadilan dan opresi dalam kasus-kasus ekonomi, pajak militer, dan yang paling penting adalah tentang perbudakan dan jual beli budak.

Woolman mulai mempertanyakan dan berani berbicara tentang perlawanan terhadap perbudakan ketika ia bekerja sebagai penulis. Orang yang mempekerjakannya menyuruh dia untuk menulis nota penjualan seorang budak. Ditengah-tengah konflik batinnya, Woolman menulis pernyataan ini dalam nota penjualan tersebut: “but at the executing of it I was so afflicted in my mind, that I said before my master and the Friend that I believed slavekeeping to be a practice inconsistent with the Christian religion” (The Journal of John Woolman, p. 15). Dia telah menyadari bahwa ada hubungan antara perbudakan dan agama yang dianutnya. Dia melihat kontradiksi ketika para pemuka agama sendirilah yang memelihara budak, padahal dalam agama Kristen tidak ada istilah memiliki budak.

Salah satu karya sastra yang terkenal oleh John Woolman adalah The Journal of John Woolman. Karya ini merupakan karya yang diterbitkan setelah ia meninggal, diterbitkan pada tahun 1772 oleh perusahaan cetak Joseph Crukshank, seorang tukang cetak di Philadelphia yang juga merupakan seorang Quaker. Terdapat beberapa edisi yang beredar, termasuk edisi Whittier yang dicetak tahun 1871. Edisi standar yang biasa dipakai dalam dunia akademik adalah edisi The Journal and Major Essays of John Woolman, ed. Phillips P. Moulton, Friends United Press, 1989.

The Journal of John Woolman tidak hanya dikenal sebagai dokumen spiritual yang sangat penting, namun juga karya klasik di kesusastraan Inggris, seperti yang ditunjukan oleh keberadaan karya tersebut di Harvard Classics. Karya ini merupakan karya sastra terpanjang yang pernah diterbitkan di dalam sejarah Amerika Utara, selain kitab Injil, yang diterbitkan secara terus menerus sejak sebelum revolusi Amerika tahun 1776.

Dalam jurnalnya, John Woolman bercerita tentang perubahan-perubahan besar yang terjadi dalam hidupnya. Ketika ia muda ia pernah melempar-lempar sarang burung robin yang masih terdapat anak-anak burung tersebut di sarangnya. Woolman, seperti anak kecil yang lainnya, mulai melemparkan batu-batu kepada induk burung tersebut dan mencoba mengenainya. Akhirnya, burung tersebut terbunuh, dan dia menyesal karena pada akhirnya dia menyadari anak-anak burung tersebut tidak akan selamat karena induknya telah terbunuh. Dia pun kemudian naik ke pohon tersebut dan membawa turun sarangnya. Segera setelah itu, dia membunuh anak-anak burung tersebut, karena dia percaya hal itu merupakan jalan yang terbaik untuk dilakukan. Pengalaman ini tertanam dalam hatinya, menginspirasi dia untuk mencintai dan melindungi semua jenis makhluk hidup sejak saat itu.

Di tahun 1754 Woolman menulis Some Considerations on the Keeping of Negroes. Di dalam karyanya itu, dia menolak aksi jual beli budak. Dalam lingkungan kerjanya, dia berupaya keras untuk meyakinkan para Quaker yang masih memiliki budak untuk melepaskan budaknya. Secara personal dia berusaha untuk menghindari penggunaan produk yang dihasilkan dari kegiatan perbudakan. Contohnya, dia menggunakan pakaian yang tidak diwarnai karena para budaklah yang melakukan proses perwarnaan itu. Dia juga kemudian terkenal untuk penolakannya terhadap penggunaan kereta kuda yang cukup besar pada waktu itu. Dia pikir pengoperasian kereta kuda itu terlalu kejam untuk sang kuda, karena dapat melukainya.

Di dalam essay tersebut, dia menyatakan protes terhadap perbudakan dimana protes tersebut dilandasi oleh agama. Dia menulis essay tersebut dalam beberapa tahun dan di tahun 1754, Philadelphia Yearly Meeting akhirnya memutuskan untuk menerbitkan karya tersebut. Tidak seperti pergerakan anti perbudakan yang lainnya, kali ini John Woolman melakukan pendekatan yang lebih halus agar dapat diterima oleh Philadelphia Yearly Meeting. Dia tidak langsung menyerang ke pemilik budak, namun dia menekankan prinsip “persamaan hak”. Selanjutnya, Philadelphia Yearly Meeting menerbitkan makalah dia yang berjudul “Epistle of Caution and Advice” yang menolak gagasan membeli dan menyimpak budak.

Pada tahun 1755, Philadelphia Yearly Meeting meminta para anggotanya yang mengimpor budak-budak atau membeli mereka secara lokal untuk melepaskan mereka. Kemudian, Woolman pergi ke Virginia Maryland dan ke Carolina Utara. Kunjungannya kali ini adalah untuk menemui keluarga para majikan budak yang juga seorang Quaker. Pada tahun 1758 dikeluarkan peraturan untuk membeli dan menjual budak. Anggota-anggota Philadelphia Yearly Meeting yang masih memiliki dan membeli budak akan dikeluarkan dari keanggotaan.

Sekitar awal tahun 1762, Woolman dan yang lainnya menolak untuk membeli barang-barang yang diproduksi dari hasil perbudakan. Sampai tahun 1826, hal tersebut menjadi sebuah gerakan anti perbudakan yang dikenal dengan nama Free Produce. Benjamin Lundy dari Baltimore membuka toko yang hanya menjual barang-barang “free produce” dan di tahun 1827 sebuah kelompok masyarakat “Free Produce Society” didirikan oleh Thomas M’Clintock dan kawan-kawan di Philadelphia, Pennsylvania.

John Woolman meninggal dalam perjalanan menuju Inggris pada tahun 1772 karena penyakit cacar air. Dua tahun setelah ia meninggal, jurnalnya yang berjudul The Journal of John Woolman diterbitkan. Empat tahun setelah kematian Woolman, kepemilikan budak dalam lingkungan Quaker resmi dilarang.

…true religion consisted in an inward life, wherein the heart doth love and reverence God the Creator and learn to exercise true justice and goodness, not only toward all men but also toward the brute creatures; that as the mind was moved on an inward principle to love God as an invisible, incomprehensible being, on the same principle it was moved to love him in all his manifestations in the visible world; that as by his breath the flame of life was kindled in all animal and sensitive creatures, to say we love God as unseen and at the same time exercise cruelty toward the least creature moving by his life, or by life derived from him, was a contradiction in itself. (Woolman, 1989, p. 28)

Dalam karya jurnalnya, dia selalu menyebutkan kata “true religion is both inward and outward”. Kata yang paling banyak diulangi adalah kata “love”, yang dapat berarti cinta terhadap Tuhan, lingkungan sekitar, maupun seluruh bentuk mahkluk hidup. Semua tipe cinta ini datang dari sumber yang sama dan menyatu secara intim: ketika ada satu, mereka adalah sisanya.

Tugas dari Annual Session salah satunya adalah untuk mempersiapkan Yearly Meeting secara kolektif untuk tahun kedepannya. Dalam jurnalnya, Woolman menulis:

From an inward purifying, and steadfast abiding under it, springs a lively operative desire for the good of others. All faithful people are not called to the public ministry, but whoever are, are called to minister of that which they have tasted and handled spiritually. The outward modes of worship are various, but wherever men are true ministers of Jesus Christ it is from the operation of his spirit upon their hearts, first purifying them and thus giving them a feeling sense of the conditions of others. (1989, p. 31)

John Woolman merupakan seorang penulis yang sangat telaten. Dia selalu menjelaskan beberapa kata yang sulit kedalam beberapa penjelasan, seperti kata “purifying” atau penyucian. Pertama, dia menawarkan sebuah pemahaman tentang proses spiritual yang ada di dalam yang hanya terjadi jika telah melalui proses penyucian.

Proses penyucian akan sangat sulit diartikan dalam masa kini, karena kata tersebut belum berarti sama dengan yang ada pada saat ini. Dengan membaca secara teliti karya John Woolman, kita dapat tahu bahwa lawan kata dari “purifying” disini bukan “dirtiness” melainkan “confusion” atau “mixture”. Penyucian bukan hanya merupakan pembersihan tetapi juga sebuah proses klarifikasi untuk membuat semuanya lebih jelas.

Yang perlu disucikan dan apa yang menyucikannya adalah, menurut John Woolman, hati kita yang tidak suci. Manusia telah dikuasai oleh hasrat sehingga tidak sesuai dengan kasih sayang Ilahiah atau dengan desain yang telah diciptakan oleh Tuhan. Hasrat-hasrat tersebut tidak harmonis dengan kebajikan yang suci.

Motivasi yang manusia miliki tidak suci, melainkan bercampur dengan motivasi lainnya. Karena motivasi yang manusia miliki bercampur, selalu ada kemungkinan untuk menipu diri, memproyeksikan kebutuhan diri sendiri dengan dunia yang luas, sangat bergantung dengan memenuhi kenikmatan diri sendiri dan berlaku tidak adil.

Penyucian membutuhkan keberserahan diri dari orang tersebut. Tindakan ini bukan untuk mematikan diri sendiri atau tindakan untuk menyakiti diri sendiri, walaupun hal ini bisa disebut kematian. Manusia berserah diri bukan untuk melepaskan semua yang ia miliki namun untuk mendapatkan lebih banyak hal. Terma tradisional yang dipakai oleh orang-orang Quaker ini maksudnya adalah mati dan hidup bersama Kristus. Hal-hal yang membuat penyucian, menurut Woolman, adalah cinta yang suci untuk Kristus. Tetapi, hal ini bukanlah sebuah sumpah. Inilah yang membuat konsep penyucian tidak semenakutkan yang orang bayangkan. Visi manusia menjadi suci, begitu pula hati manusia. Hasil dari proses ini, menurut Woolman:

…a new life is formed in us, the heart is purified and prepared to understand clearly. “Blessed are the pure in heart, for they shall see God” [Mt. 5:8]. In purity of heart the mind is divinely opened to behold the nature of universal righteousness, or the righteousness of the kingdom of God. (1989, p. 177)

Ketika visi manusia semakin meningkat, mereka dapat melihat asal muasal dari Tuhan dengan cara yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Identitas Tuhan terbungkus dalam kebenaran. Nabi-nabi yang ada dalam kitab Injil selalu memasangkan kebenaran dan keadilan. Dalam kitab Perjanjian Baru, kata ‘kebenaran’ sama artinya dengan kata ‘keadilan’.

Ketika manusia berserah diri, dia akan melihat Tuhan dengan perspektif baru dan secara jelas dapat melihat kebenaran dan selanjutnya, manusia harus menyikapinya dengan kecintaan. Itulah dasar-dasar dari proses transformasi spiritual, seperti yang dipahami oleh John Woolman. Dalam hal penyucian atau menjadi suci, kita juga harus mempertimbangkan frase favorit John Woolman untuk kegiatan Ilahiah: kebajikan yang suci.

Kebajikan yang suci, menurut John Woolman, memberikan batasan-batasan yang jelas terhadap hasrat manusia. Ketika kesombongan menguasai, kebajikan yang suci akan mempengaruhi kita sehingga hasrat-hasrat yang manusia miliki akan memiliki batasan-batasan.

Daftar Pustaka

Woolman, J. (1989). The Journal and Major Essay of John Woolman. (P. P. Moulton, Ed.) Friends United Press.