Perkembangan dunia internet sudah mencapai versi 2.0. Artinya, kebutuhan internet telah menyentuh berbagai cara manusia untuk berinteraksi secara sosial. Banyak aplikasi media sosial yang telah digunakan oleh para pengguna internet terutama Generasi Y (Generation Y). Dapat dipastikan setiap satu orang pengguna internet memiliki lebih dari satu akun media sosial. Media sosial berfungsi sebagai medium untuk berkomunikasi dengan semua orang, baik yang dikenal maupun tidak dan baik jauh maupun dekat. Kemunculan media sosial ini telah sampai ke tahap di mana, bahkan hingga satu jam sekali, orang dapat membagi informasi tentang dirinya sendiri hingga ke tahap informasi yang personal. Apa yang terjadi hingga seseorang dapat berbagi informasi sejenis itu ke khalayak luas?

Manusia secara individu dalam dunia media sosial terus menciptakan informasi. Informasi tersebut berupa apa yang dia pikirkan, foto pribadi, sedang bersama siapa, makan apa, dan berbagai informasi personal lainnya. Sistem komunikasi, terutama dengan masyakarat luas, begitu terbukanya sehingga orang yang berada dalam kalangannya (circle) dapat mengetahui semua informasi tersebut. Sebagai manusia, tentunya ada suatu kepuasan, atau hasrat yang terpenuhi, setelah membagikan informasi. Hal tersebut merupakan suatu cara baru pemenuhan hasrat untuk berkomunikasi sosial dan melanggengkan eksistensi dirinya.

Hasrat untuk menampilkan diri seseorang di publik telah banyak kita lihat. Orang-orang memiliki keinginan untuk tampil di publik supaya dikenal banyak orang lainnya. Apa yang ditampilkan di publik biasanya, selain kegundahan hati, berupa pencapaian atau prestasi. Tentunya semua orang ingin agar pencapaiannya, yang mungkin diraih dengan sebuah usaha, diketahui oleh banyak orang, karena dari sinilah citra seseorang terbangun. Sehingga dapat dikatakan bahwa apa yang dibagikan orang dalam media sosialnya adalah citra yang berusaha dibuat oleh orang. Namun patut diingat bahwa pencitraan bukan tujuan utama, tetapi salah satu motif dari penggunaan media sosial.

Pemenuhan hasrat ini bersifat seperti penaklukan. Misalnya, ketika seseorang berhasil berada ke tempat yang dia inginkan – seperti ketika berlibur ke pantai atau berada di suatu konser – maka dia akan merasa telah menaklukan tempat tersebut. Rasa keberhasilan penaklukan ini adalah sebuah prestasi baginya dan menimbulkan rasa ingin berbagi. Hal ini pun terjadi ketika seseorang berhasil makan apa yang telah dia inginkan, bertemu atau sedang dengan seseorang yang dia idamkan, atau hal apapun yang telah berhasil dia lakukan. Peristiwa bertemunya hasrat dengan apa yang seseorang inginkan tersebut ternyata menimbulkan hasrat lain yaitu berbagi, karena dia telah memiliki otoritas terhadap apa yang telah dia lakukan, atau dengan kata lain, dia telah menaklukan apa yang telah dia inginkan. Agar efek berbagi tersebut terjadi secara besar-besaran, berbagi dilakukan di dalam media sosial, sehingga kalangannya dapat mengetahui apa yang telah dia taklukan.

Secara tidak langsung, budaya baru ini menimbulkan setidaknya dua hal: mobilitas fisik pengguna internet dan tingkat konsumtivitas yang semakin tinggi. Orang menjadi berlomba-lomba melakukan penaklukan tempat, baik itu tempat berlibur atau bahkan tempat makan. Dengan keberadaan peta daring seperti Google Map, informasi keberadaan sebuah tempat menjadi lebih mudah diketahui. Begitu juga sebaliknya, keberadaan seseorang pun dapat mudah diketahui karena orang tersebut pun dengan senang hati berbagi informasi di mana dia berada. Hal tersebut berakibat kepada tingkat konsumtivisme yang meningkat. Orang menjadi tahu di mana harus mendapatkan atau melakukan apa yang dia inginkan, karena informasi tersebut terus tersedia dalam linimasa media sosial. Bahkan, bisa saja yang tadinya tidak terpikirkan untuk dimiliki menjadi suatu hasrat baru bagi diri seseorang. Maka, media sosial merupakan salah satu alat iklan yang sangat efektif, karena efek berbagi tersebut terus ada dan menyebar dari satu orang ke orang lainnya, atau dengan kata lain menciptakan efek viral marketing yang dapat meningkatkan proses transaksi yang ada di pasar.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, ketiga elemen yaitu diri (yang memiliki hasrat), medium (media sosial), dan pasar memiliki hubungan sebab akibat yang erat. Kemajuan teknologi yang terjadi dalam elemen medium memfasilitasi hasrat berbagi seseorang menjadi lebih cepat dan luas. Lalu lintas informasi tentang hasrat-hasrat yang terpenuhi tersebut pada akhirnya menumbuhkan hasrat-hasrat baru bagi para penerima informasi, sehingga seseorang memiliki keinginan dan ekspektasi yang lebih banyak dan tinggi ((Sayangnya, hal ini dapat mempengaruhi keadaan psikis seperti ketidakbahagiaan yang terjadi karena tidak tercapainya ekspektasi seperti dalam artikel Why Generation Y Yuppies Are Unhappy)). Jadi, di satu sisi berbagi dapat menjadi sarana tercapainya suatu hasrat eksistensi, namun di sisi lain membuat ekspektasi seseorang terlampau tinggi. Pihak yang paling diuntungkan tentu saja adalah para produsen yang bermain di pasar. Dengan adanya medium dan semakin tingginya hasrat konsumen, maka proses produksi semakin meningkat dan terus berjalan. Dan kini, berbagi pun telah menjadi candu, selain agama tentunya.