Ditunjuknya daerah Karawang sebagai wilayah industri oleh pemerintah Indonesia memberikan dampak yang cukup besar bagi kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat Karawang. Karawang adalah salah satu penyuplai beras terbesar di Indonesia. Akan tetapi, seiring bergeraknya kegiatan perekonomian Indonesia dari penyuplai bahan mentah ke proses industri, maka beberapa daerah di Indonesia direncanakan sebagai wilayah industri untuk menyediakan lahan bagi perusahaan-perusahaan untuk membuka pabriknya.

Pada tanggal 24 Juni 2014, terjadi konflik antara masyarakat Karawang dengan aparat yang ditugaskan untuk mengeksekusi lahan sengketa di Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang. Ribuan anggota Brimob bentrok dengan ratusan petani dan LSM yang mencoba mempertahankan tanah tempat tinggal dan lahan mata pencaharian. Puncaknya adalah ketika aparat mulai menggunakan water cannon untuk menghancurkan benteng manusia. Media pun mulai menyoroti kasus dan berita ini tersebar sangat cepat di media sosial.

Saya bersama tim Komune Rakapare sempat tinggal selama sepekan di Karawang, di salah satu desa yang terkena konflik yaitu Desa Wanasari. Tujuan kami di sana adalah untuk mencari tahu, merasakan, dan mencari keadilan. Metode yang kami lakukan adalah dengan mengumpulkan data dan fakta tentang sengketa tanah ini, dari mulai timeline sengketa, bukti-bukti dokumen tanah, hasil-hasil keputusan pengadilan, dan survei langsung ke warga sekitar. Hasil dari penelitian kami ini diharapkan dapat membantu pemecahan konflik ini. Hingga saat ini, kami masih menyusun laporan untuk temuan-temuan yang telah kami dapatkan.

Banyak hal yang saya lihat ketika meneliti langsung di sana. Sengketa ini merupakan sengketa yang cukup panjang. Sepengamatan saya, inti dari permasalahan ini adalah ketika ada landreform yang dilakukan oleh pemerintah tahun 1962 dan proses transaksi tanah pada tahun 1974. Saat proses landreform, pemerintah menetapkan batas-batas tanah yang dimiliki oleh warga. Namun, proses tersebut terhenti karena adanya gerakan G30S/PKI, sehingga tampaknya ada pembagian tanah yang belum beres, walaupun sebagian sudah mendapatkan girik (semacam surat tanah).

Pada tahun 1974, pemerintah mengadakan pendataan ulang kepemilikan tanah dan pengkonversian girik menjadi surat hak milik (SHM). Akan tetapi, girik yang warga kumpulkan ke warga desa tidak pernah kembali kepada warga, dan malah kepemilikan beralih ke perusahaan PT Dasa Bagja. Awalnya status perusahaan tersebut adalah menyewa untuk digunakan sebagai lahan usaha kapas. Simpang siur kepemilikan tanah mulai sangat kental. Warga menuntut surat tanah mereka dikembalikan, namun tidak juga diberikan.

PT Dasa Bagja selaku pengelola tanah tersebut malah menjual tanah tersebut ke perusahaan lain. Tercatat beberapa kali tanah tersebut berpindah tangan, mulai dari berpindah tangan ke PT Makmur Jaya hingga terakhir ke PT Sumber Air Mas Pratama (PT SAMP). PT SAMP kemudian diakuisisi oleh PT Agung Podomoro Land. Beberapa tahun ke belakang, daerah tersebut sangat pesat akan pembangunan wilayah industri, terbukti dengan adanya Karawang International Industrial Center (KIIC) dan pabrik-pabrik besar lainnya.

Kasus ini sarat dengan kepentingan politik pihak-pihak tertentu. Pihak-pihak ini diantaranya adalah petani dan masyarakat itu sendiri, lembaga-lembaga sosial masyarakat yang ada di Karawang dan turut andil dalam kasus ini, pihak-pihak perusahaan, dan pemerintah beserta aparatnya. Setiap stakeholder memiliki kepentingan masing-masing dan bersaing untuk mendapatkan keuntungan dalam sengketa ini. Beberapa bahkan telah tertangkap Komisi Pemberantasan Korupsi, seperti Bupati Karawang Ade Swara dan istrinya yang merupakan anggota DPRD Karawang. Menurut rilis KPK, terjadi proses pemerasan oleh bupati Karawang terhadap PT Tatar Kertabumi (yang merupakan anak perusahaan PT Agung Podomoro Land, sama seperti PT SAMP) dalam proyek pengadaan lahan. Yang patut dipertanyakan adalah apakah ada hubungannya kasus bupati ini dengan kasus sengketa di Telukjambe, karena tentu saja orang yang bermain adalah orang yang sama, yaitu bupati selaku kepala daerah.

Penjelasan saya di atas hanya merupakan cerita singkat dari konflik ini. Detilnya bisa sangat panjang dan sangat rumit. Komune Rakapare akan mengeluarkan kronologis versinya sendiri yang didapatkan dari beberapa sumber. Informasi yang Rakapare siapkan telah diverifikasi sehingga dapat dipercaya. Saya sangat berharap apa yang telah dikerjakan oleh tim Rakapare ini dapat membantu penyelesaian konflik ini secepatnya, karena setiap menitnya ada petani dan anak-anaknya yang menahan lapar karena kehilangan mata pencahariannya.