Bagaimana cara kita mengerti sesuatu? Bagaimana cara kita menyadari dan mengartikan sesuatu untuk kemudian diproses oleh nalar kita?

Semua yang kita terima terkonversikan ke dalam bahasa. Bahasa merupakan medium antara materi yang ada di dunia ini dengan alam pikir kita. Karena pada mulanya adalah kata, apa yang dapat kita pahami haruslah terbahasakan.

Akan tetapi, bahasa bukanlah sesuatu yang nyata. Ketika kita merujuk kursi (yang berupa materi) dengan kata “kursi”, “kursi” tersebut tidak sama dengan kursi. Kemudian, kursi yang kita pahami, yang ada dalam alam pikiran kita, bukanlah kursi secara materi. Yang ada di benak kita adalah hanyalah konsep, sebuah konsep yang terbahasakan yang mendeskripsikan tentang kursi.

Lalu, apa yang tak terbahasakan? Ketika kita hanya mampu untuk mengerti sesuatu dengan bahasa, apakah ada sesuatu hal yang bisa disampaikan tanpa bahasa? Apakah ada meta-bahasa? Sebuah pengalaman pun dapat diceritakan ulang dalam bahasa, walaupun tak seutuhnya sesuai dengan apa yang terjadi. Walaupun begitu, di alam pikiran pun kita mengerti apa yang dialami dalam bentuk bahasa. Bagaimana dengan perasaan? Perasaan bahagia, terpuruk, susah, senang, atau sedih katanya sulit terbahasakan, namun tetap saja konsep-konsep yang membangun perasaan-perasaan tersebut muncul sebagai kata-kata dalam alam pikir.

Jadi, apa yang sebenarnya tidak ada, ketika tidak ada itu sebenarnya ada? Mungkinkah dunia yang selama ini kita anggap nyata hanyalah sebuah permainan bahasa?