#3 Multiple Governance Pada Kebijakan Gizi Seimbang

Dalam pertanyaan Kebijakan dan Kebudayaan adalah :

  1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kebijakan sebagai multiple governance ! 
  2. Jelaskan bagaimana kerangka multiple governance dapat digunakan untuk menjelaskan kompleksitas contoh kebijakan yang didiskusikan dalam pertemuan sebelumnya ? 

Kilas Balik Kebijakan yang didiskusikan pada Senin, 8 November 2021

  1. Armia menjelaskan Analisis Multiple Stream Framework pada Kebijakan Mudik Lebaran di Tengah Covid-19.
  2. Hikmat menjelaskan Garbage Can Model pada Analisis Implementasi Kebijakan Asesmen Nasional 2021 di Indonesia.
  3. Nguyen Tan Khang menjelaskan Advocacy Coalition Framework pada Evidence-Based Health Policy Development Coalition (EBHPD)
  4. Repa Kustipia menjelaskan Incrementalist Model pada Kebijakan Gizi Seimbang di Indonesia.

Sebagai topik bahasan yang dipilih untuk membahas Multiple Governance adalah Kebijakan Gizi Seimbang di Indonesia.

Silakan kunjungi tautan berikut untuk membaca presentasi singkatnya : 

Multi Governance pada Kebijakan Gizi Seimbang – Repa Kustipia” 

Sebagai Ringkasan Materi yang ditulis oleh Peter L.Hupe dan Michael J.Hill tentang Tiga Tingkat Tindakan Tata Kelola : Membingkai Ulang Model Tahapan Proses Kebijakan. 

1. Perkenalan.

Sebagai struktur teoritis terkadang bercampur dan disatukan dengan metode dan konsep bersama, bahkan sesuatu yang empiris akan berkaitan dengan hal deskriptif pada sebuah teori”

Menurut Schlager (1997), mencirikan lanskap proses studi kebijakan bervariasi yang mencerminkan kompleksitas objek studi itu sendiri. Elemen kunci pendekatan yang menggambarkan model lanskap proses kebijakan ini meninjau secara fungsionalitas dari model ini.

Menurut Sabatier (1999), Penentuan elemen proses kebijakan yang sangat kompleks terdiri dari :

  1. Multiplisitas aktor (keduanya individu dan korporasi) yang masing-masing memiliki kepentingan, nilai, persepsi dan preferensi kebijakan.
  2. Rentang Waktu satu dekade atau lebih.
  3. Domain kebijakan biasanya ada lusinan program yang berbeda melibatkan beberapa lapisan pemerintahan.
  4. Berbagai keterlibatan perdebatan tentang kebijakan teknis diadakan di forum berbeda.
  5. Taruhan tinggi proses kebijakan menimbulkan banyak perilaku politik kekuasaan. 

Kompleksitas objek ini membentuk latar belakang dan fakta studi kontemporer tentang proses kebijakan yang masuk pada berbagai arah.

Dalam bukunya Kebijakan Publik : Wayne Parsons memberikan gambaran luas tentang kekayaan konseptual  di bidang kebijakan analisis, menurutnya bidang ini ‘kaya akan perbedaan’ dalam :

  1. pendekatan,
  2. disiplin akademik,
  3. model (heuristik dan kausal),
  4. metafora
  5. peta.

Kegagalan kebijakan terjadi pada tingkat implementasi kebijakan langsung yang telah disepakati pada tahap legislatif.

Di Negara-negara Barat dalam berbagai kebijakan publik yang menjadi perhatian publik hanya pada situasi krisis atau bencana. 

Sejak Selznick dan Grass Roots pada tahun 1949, banyak studi ilmu sosial aitu yang berkonsentrasi pada implementasi menemukan hasil yang mengecewakan dari kebijakan publik dalam praktiknya.

Sebelum menyoroti model tahapan, dilakukan dulu : Sorotan masalah studi pada proses kebijakan (perdebatan kompleks dan intens), hal ini seperti studi sistematis berliteratur klasik tentang publik administrasi. 

Studi Sistematis (Peta Umum)

MODEL SIMON : Analisis kontemporer cenderung melakukan proses kebijakan berfokus pada kesalahan dan bencana untuk mengabaikan sejumlah contoh proses kebijakan yang stabil dan sukses, serta melibatkan desain yang disengaja dan layak.

Pandangan yang seimbang antara citra positif dan negatif dari proses kebijakan yang dibutuhkan adalah cara berteori tentang aspek sistematis fenomena yang dapat melemahkan. 

Model (Peta) , Model Positivis Sosial pada Sains, dengan tujuan Menjelajahi : Sifat, fungsi dan keterbatasan dari apa yang disebut model tahapan, dan kemudian untuk melihat apakah kerangka umum alternatif untuk proses analisis kebijakan dapat dibangun di atasnya.

Pertanyaan sentralnya adalah: fungsi tahapan, model studi proses kebijakan, batasan identifikasi, mengatasi batasan dalam analisis kerangka kerja alternatif. 

2. Model Tahap Proses Kebijakan (Varian Literatur)

Harold Laswell (Berperan pada Studi Proses Kebijakan) merupakan ilmuwan dan politikus dari Amerika,dia merupakan pencetus Orientasi Kebijakan menurut Parsons.

Karakterisasi Parsons dalam Orientasi Kebijakan : Multi Metode, Multi Disiplin, Berfokus pada Masalah, Peduli pada pemetaan kontekstualitas proses kebijakan, Memiliki Pemilihan Kebijakan dari Hasil Kebijakan dengan tujuan : Integrasi pengetahuan ke dalam disiplin ilmu secara menyeluruh dalam menganalisis pilihan publik dan pengambilan keputusan, sehingga terbentuk penghargaan dalam demokratisasi masyarakat. 

Tujuh Tahap Keputusan Menurut Laswell (1956) : Intelijen, Promosi, Formula, Harapan (Do’a), Aplikasi, Pengentian, dan Penilaian. 

Menurut Laswell, Peta konseptual harus memberikan panduan untuk mendapatkan gambaran umum dari fase tindakan kolektif. 

Tahun 1945 Herbert Simon merumuskan Logika Keputusan mencakup : Kecerdasan, Desain, dan Pilihan dalam pembuatan : Metakebijakan, Pembuatan Kebijakan, dan Pasca Pembuatan Kebijakan. Diakhiri oleh tulisan Sabatier tentang proses kebikakan memberikan definisi tentang proses kebijakan publik yang meliputi cara dimana masalah dikonseptualisasikan dan dibawa ke pemerintah untuk mendapatkan solusi, dan lembaga pemerintah dapat merumuskan alternatif kebijakan publik dengan memilih solusi kebijakan, dan solusi tersebut : diimplementasikan, dievaluasi dan direvisi. 

Jenkins-Smith dan Sabatier membuat poin-poin berikut dalam kritik yang lebih rinci tentang apa yang mereka sebut dengan tahapan heuristik yaitu : tidak memberikan dasar jelas untuk hipotesis empiris, secara deskriptif tidak akurat, legalistik bawaan dari top-down, penekanan tidak tepat pada siklus kebijakan sebagai unit temporal analisis, integrasi peran analisis kebijakan untuk orientasi kebijakan proses kebijakan publik.

3. Tahap Model Fungsionalitas

DeLeon berpendapat bahwa kerangka kerja seperti ‘kerangka koalisi advokasi’ dari Sabatier dan Jenkins-Smith dan kerangka ekuilibrium yang ditentukan’ dari Baumgartner dan Jones (1993) dapat diposisikan sebagai referer untuk inisiasi kebijakan, bagian awal dalam tahapan heuristik (meskipun itu tampaknya tidak adil bagi). DeLeon memberikan lebih banyak contoh pendekatan alternatif untuk tahapan heuristik. 

Elinor Ostrom (1999) berpendapat bahwa tiga tingkat spesifisitas, yang sering dikaitkan pada prosesnya seperti : kerangka kerja, teori dan model. Oleh karena itu dia mengidentifikasi ini sebagai berikut : 

  1. Kerangka kerja membantu mengidentifikasi elemen yang diperlukan untuk analisis yang lebih sistematis. 
  2. Teori analisis menentukan elemen kerangka relevan dengan jenis pertanyaan secara umum (bisa jadi sebuah asumsi). 
  3. Kerangka kerja membuat asmsi khusus yang diperlukan untuk diagnosis suatu fenomena , menjelaskan prosesnya, dan memprediksi hasil. 

Menurut John (1998) tahapan heuristik adalah kerangka kerja daripada teori. Ini tampaknya posisi yang jelas untuk diambil tentang nilai heuristik sebagai perangkat untuk memfasilitasi penelitian dan pengajaran. 

 

Kunci untuk memahami sifat tahapan heuristik harus dicari asal-usul  dari Orientasi kebijakan. 

DeLeon, meskipun seorang advokat, mengakui bahwa aspek negatif tahapan heuristik bagi peneliti hanya satu tahap pada satu waktu sehingga terlihat pengabaian proses kebijakan secara keseluruhan.

Selanjutnya,heuristik dapat mengarah pada pandangan proses kebijakan terputus-putus atau episodik dalam jangka pendek, ketika seseorang mengambil tahapan heuristik sebagai peta umum untuk analisis proses kebijakan, berpotensi menimbulkan beberapa kesalahan pemahaman yang mungkin memiliki konsekuensi temuan penelitian. 

Menurut Sabatier, kompleksitas analisis proses kebijakan harus menyederhanakan situasi agar memiliki kesempatan memahaminya dan Parsons pun melihat nilai dari tahapan heuristik mengatasi aktivitas multi-frame tetapi sekaligus menggarisbawahi keharusan untuk melihat lebih jauh ke arah pemetaan konteks masalah yang lebih luas, prosesnya, nilai dan institusi yang membuat kebijakan tersebut berlangsung. 

Menurut Parsons (1995) Kebijaka  yang kompleks yang dibingkai oleh berbagai teori, model, penjelasan, nilai-nilai dan ideologi, masalahnya bukan pada siklus kebijakan, namun pada kebutuhan memasukan dan menyertakan model pendekatan yang akan digunakan dalam analisis kebijakan.  

Kerangka Kerja Analitis Alternatif Sebagai Peta Umum

Menurut Parson (1995), Analisis tentang bagaimana keputusan diambil dan kebijakan dibuat dan bagaimana analisis digunakan dalam proses pengambilan keputusan disebut : analisis keputusan.

Keputusan kolektif dibuat ‘oleh pejabat (termasuk warga negara yang bertindak sebagai pejabat) untuk menentukan, menegakkan, melanjutkan, atau mengubah tindakan yang diizinkan dalam pengaturan kelembagaan. Keputusan kolektif ini adalah rencana untuk masa depan tindakan. 

Keputusan konstitusi membentuk tatanan kelembagaan dan penegakannya untuk pilihan kolektif. Keputusan kolektif, pada gilirannya, membentuk pengaturan kelembagaan dan penegakannya untuk tindakan individu. 

4. Proses Kebijakan Sebagai Tata Kelola Ganda

Richards dan Smith mengatakan bahwa : Tata kelola adalah label deskriptif yang digunakan untuk menyoroti perubahan sifat dari proses kebijakan baru-baru ini pada beberapa dekade. 

Menurut Hill dan Hupe (2002), membuat sketsa konsekuensinya seperti ini : 

  1. Perhatian ilmiah berfokus pada pemerintah sebagai tindakan institusi (Publik atau Private). 
  2. Lapisan administratif
  3. Tindakan manajemen

Ringkasnya, struktur proses kebijakan dapat dilihat dari elemen : 

  1. Aktor 
  2. Rangkaian Aktivitas 
  3. Situasi Aksi 
  4. Lapisan Masyarakat 

Aktor

Menurut Ostrom, Aktor merupakan individu atau kelompok yang berfungsi sebagai pengambil tindakan (perilaku, sub-makna objektif dan instrumental). Legitimasi aktor benar-benar terlibat dalam proses kebijakan atas dasar normatif. 

Level Aksi

Menurut Kiser dan Ostrom (1982), Proses kebijakan sebagai tata kelola terdiri dari tiga rangkaian kegiatan yang disebut : 

  1. Pemerintah konstitutif : Pengertian pemerintahan konstitutif berasal dari gagasan Kiser dan Ostrom tentang pilihan konstitusional, yang mereka definisikan sebagai pembingkaian aturan yang mempengaruhi kegiatan operasional dan pengaruhnya dalam menentukan siapa yang berhak pada seperangkat aturan. 
  2. Pemerintah direktif : Formulasi dan pengambilan keputusan tentang keinginan dari hasil bersama dengan memfasilitasi berdasarkan kondisi realisasi situasi jika milik pemerintah. 
  3. Pemerintah operasional : Tata kelola operasional memperhatikan pengelolaan aktual dari proses realisasi. 
Kerangka 

Tata Kelola Beragam

Level Aksi

Skala situasi aksi Tata Kelola Konstitutif Tata Kelola Arahan Tata Kelola Operasional
Sistem  Desain Institusional Pengaturan Aturan Umum Mengelola Lintasan
Organisasi Merancang Hubungan kontekstual Pemeliharaan Konteks Mengelola Hubungan
Individu Mengembangkan Norma Profesional Aplikasi aturan Terikat Situasi Mengelola Kontak

Situasi Aksi

Menurut Ostrom , Situasi Aksi adalah sebuah konsep analitik yang memungkinkan seorang analis untuk mengisolasi struktur langsung yang mempengaruhi proses yang menarik bagi keteraturan dalam tindakan dan hasil manusia, dan berpotensi untuk direformasi. 

Secara empiris, tingkat agregasi dapat diberi label dengan cara meringkas : lokus individu, organisasi dan sistem. 

Lapisan Administratif

Sistem vertikal administrasi publik, proses kebijakan yang bertemu dengan berbagai aktor dan lokus sebagai aksi situasi. Sementara istilah ‘lokus’ menyangkut situasi aksi dalam hubungan politik-masyarakat yang ditunjuk dalam perbedaan agregat mengacu pada serangkaian administrasi publik vertikal dari mana aktor ‘nyata’ berpartisipasi dalam proses kebijakan tertentu. 

Kerangka kerja analitis umum alternatif untuk studi proses kebijakan : 

Permainan  Bersarang Pilihan Rasional Kelembagaan Beberapa tahap Beberapa pemerintahan
Permainan Tinggi Tingkat Konstitusi Analisis Meso Tata Kelola Konstitutif
Permainan Tengah Tingkat Pilihan Kolektif Analisis Keputusan Tata Kelola Arahan
Permainan Rendah Tingkat operasional Analisis Pengiriman Tata Kelola Operasional

Memposisikan Kerangka Kerja (Tata kelola Ganda)

  1. Kerangka kerja menghubungkan studi proses kebijakan secara eksplisit dengan konsep pemerintahan.
  2. Karakter tertentu sebagai lokalisasi kegiatan pemerintahan dengan masyarakat.
  3. Kelipatan Kerangka Tata Kelola menarik mikro-asumsi yang berakar secara ekonomi.
  4. Formulasi Ostrom memiliki penekanan kelembagaan yang kuat sementara, seperti menjelaskan adaptasi terhadap konsep pilihan konstitusional.

5. Penggunaan Kerangka Tata Kelola Ganda

Analisis alternatif sebagai kerangka kerja menawarkan dua kontribusi untuk penelitian proses kebijakan sambil menghindari metode keterbatasan idologis dari tahapan heuristik. 

Mengaktifkan Pembentukan Teori Konstekstual Fungsi Utama dari Kelipatan

Governance Framework adalah contoh dasar konseptual untuk teori kontekstual yang membangun studi tentang proses kebijakan.

Menurut Sabatier (1999), Melihat variabel terikat yang digunakan dalam penelitian kebijakan sejauh ini dimungkinkan untuk membedakan : 

  1. Perubahan kebijakan dalam sistem politik,
  2. Adopsi kebijakan atau serangkaian kebijakan,
  3. Variasi dalam keluaran atau hasil kebijakan.

Kerangka kerja memberikan fleksibilitas untuk memilih unit analisis yang sesuai. Multiple Governance Framework menawarkan cara untuk menyusun dan mengatur, namun rentang yang lebih sempit ini memungkinkan untuk memiliki sejumlah kecil variabel yang dianggap relevan terhadap pertanyaan penelitian yang ada. 

Take Home Notes untuk Repa Kustipia dari Ibu Dr.Caroline Paskarina, S.IP, M.Si : 

1. Multiple Governance harus dilihat versi insider not outsider.

2. Rincian Kompleksitas dan Sepak terjang keterlibatan aktor

3. Teori dan Conceptual Framework (Telusuri)

Terimakasih, Have a great Monday !

 

 

 

 

This entry was posted in Uncategorized. Bookmark the permalink.