Makan di Warung Tertinggi di Indonesia (Mbok Yem) : Perjalanan Pendakian Gunung Lawu

Intro

Gunung Lawu merupakan gunung yang menjadi destinasi atau incaran bagi para pendaki untuk wilayah Daerah Jawa Tengah. Hal ini dikarenakan Gunung Lawu menjadi salah satu Seven Summit di pulau Jawa dengan elevasi 3.256 mdpl (berada di peringkat ke-6). Berangkat dari obrolan tentang Quarter Life Crisis di usia 25 tahunan, seorang teman lama SMA mengajak saya mendaki ke Gunung Lawu. Obrolan tentang QLC tadi menjadi pelecut bagi saya untuk menginyakan ajakan teman. Saya berpikir bahwa di tengah teman sepermainan sudah ada yang sudah menikah, bisnis cukup sukses dan pekerjaan yang tetap, daripada hanya meratapi keadaan dan merenungi situasi yang terjadi kenapa tidak melakukan suatu kegiatan untuk menyalurkan hal positif yang mereka (kondisi teman2 yg sudah disebutkan tadi) mungkin juga inginkan tapi tidak ada waktu namun kami masih bisa lakukan !! ya salah satunya berpetualang dgn mendaki gunung!!

Ditambah lagi..saya teringat, kira-kira kegiatan apa yang masih saya bisa lakukan untuk membebaskan hati dan pikiran tentang kehidupan ini?? Yang pernah menjadi “kesukaan” yang dilakukan saya dulu tapi dalam versi yang berbeda, yaitu dengan menulis sebuah jurnal perjalanan pendakian dengan menambahkan sedikit penilitian dari sedikit kemampuan dibidang akademik saya adalah sesuatu yang menarik dan harus menjadi kebiasaan.

Bagian Pertama

Sudah sekitar 2 tahun lebih tidak mendaki karena pandemi covid 19 dan tidak ada teman berpetualang sehingga barang pribadi-kelompok ataupun operasional lapangan yang biasa sudah biasa terbayang diotak harus kembali diingatkan kembali lewat laptop agar perjalanan kali ini setidaknya tidak menjadi boomerang untuk saya dan teman-teman. Sebulan sebelum pendakian rasa-rasanya harus dipaksakan juga untuk melatih fisik kembali dan olah otot agar nantinya  kaki dan badan tidak kaku saat mendaki karena jujur saja faktor usia tidak bisa dibohongi hehe

Hari yang dinantikan pun terjadi. Sabtu, 22 Mei 2021 sore kami berangkat dari titik kumpul kostan teman di Garut dengan tujuan Solo. Kenapa Solo? karena disana ada adik teman yang sedang kuliah dan kost disana sehingga fisik yang sudah tua ini masih bisa beristirahat dulu akibat dari perjalanan yang jauh. Kami berangkat menggunakan mobil pribadi teman dengan jumlah orang 6 personil. Emangnya semua barang dan logistik cukup didalam mobil? Tenang dulu, untungnya diatas mobil tersebut bisa menyimpan barang terutama carier sehingga pada akhirnya di dalam mobil cukup leluasa dan badan tidak berdempetan dengan barang. Total waktu 1 jam untuk menaikkan dan melilitkan carier dengan terpal dan tali tambang di atas mobil. Bagi kami cukup dengan waktu yang lama itu karena di tim kami tidak ada yang expert dalam hal tali temali hehe. Untung saja carier yang disimpan dan diikatkan diatas mobil itu cukup kuat sehingga ketika mobil dijalankan cukup kencang maupun melewati kondisi jalan yang kurang bagus masih bisa dilewati dengan baik.

Malam hari jam 9 malem kami beristirahat di Pom Bensin sekitar daerah Rajapolah untuk makan malam, istirahat shalat dan peregangan badan. Setelah 1 jam rehat, perjalanan kemudian dilanjutkan!! Pukul 1.45 malam kami kembali istirahat dan pergi ke toilet di rest area pom bensin daerah kebumen selama 30 menit. Hingga pada akhirnya, setelah hampir 13 jam perjalanan kami pun sampai di kost adik teman kami jam 7 hari minggu pagi.

Hari ini pun kami gunakan untuk beristirahat setelah lama nya perjalanan dan membeli perlengkapan-perbekalan untuk pendakian. Selain itu, di malam hari nya kami sempat mencoba Angkringan Solo di depan kampus Institut Seni Indonesia. Lumayan rasanya, sebelum jauh dari kota dan tidak bisa makan sesukanya kenapa tidak merasakan terlebih dahulu makanan di angkringan ini dengan banyak pilihan.

Bagian Kedua

Hari Senin, 24 Mei 2021 di pagi hari kami me-“nyetel” carier dan membagi beban perbekalan dan perlengkapan kelompok. Perjalanan dari kost adik teman ke basecamp Lawu via Ceto berawal dari jam 9.30 dan sampai jam 11.00. Kondisi jalan menuju basecamp cukup bagus dan luas untuk di lewati mobil. Pemandangan di akhir perjalanan menambah semangat untuk ingin segera memulai pendakian.

Setelah sampai di basecamp, kami menuliskan biodata tim dan meminjam tenda juga kompor ke tempat penyewaan outdoor di sekitar basecamp. Setelah makan siang dan mau berangkat, ternyata terkendala hujan sehingga kami baru mendaki kurang lebih jam 14.35 dari tempat pendaftaran pendaki. Harga tiket masuk per orang untuk pendakian Gunung Lawu Via Ceto sebesar 20 ribu rupiah. Medan perjalanan dari basecamp ke pos 1 cukup landai, dan dengan kondisi masih hujan gerimis dan kondisi track licin kami sampai di pos 1 dengan waktu tempuh 55 menit. Pos 1 (Mbah Branti) berada di ketinggian 1702 mdpl dan terdapat fasilitas berupa shelter dan sumber air dari aliran pipa paralon di sebelah kiri jalur pendakian. Walaupun medan yang dilalui cukup landai, namun karena sudah lama tidak mendaki dan kondisi track yang licin membuat perjalanan lambat dan lama. Vegetasi yang dominan sampai pos 1 adalah pohon pinus.

Setelah beristirahat 15 menit di pos 1, kami melanjutkan perjalanan ke pos 2 dengan kondisi masih hujan dan track licin. Waktu tempuh 75 menit dengan medan agak terjal. Vegetasi menuju pos 2 didominasi oleh pohon damar dan pohon puspa. Seketika kami sampai, pos 2 ini mempunyai lahan terbuka dan shelter yang luas sehingga memungkinan banyak pendaki untuk beristirahat disini. Pos 2 disebut juga Brak Seng berada di ketinggian 1906 mdpl. Disini juga kami beristirihat sekitar 15 menit.

Di hari pertama pendakian, target kami adalah mendirikan tenda di pos 3 karena disana terdapat lahan luas, sumber air dan warung makanan. Pos 3 (Cemoro Dowo) berada pada ketinggian 2251 mdpl. Maka dari itu, agar tidak terlalu sampai malam, kami bersegera untuk melanjutkan perjalanan dari pos 2. Medan menuju pos 3 adalah salah satu yang tersulit dengan kemiringan rata-rata terjal. Vegetasi yang cukup lebat didominasi oleh pohon-pohon dan perjalanan ke pos 3 sampai dengan waktu tempuh selama 105 menit. Sebetulnya jam 6 sore itu kami sudah sampai, namun karena di perjalanan membantu dulu pendaki lain yang cedera juga lokasi camp pos 3 penuh, kami baru mendirikan tenda jam 19.30 karena kami baru mendapatkan tempat nge-camp di pos 3 bagian atas (jauh dari shelter dan sumber air). Hari pertama pun di tutup dengan makan malam dengan menu sayur sop dan nugget kemudian beres-beres dan tidur.

Gambar Pos 1 (Kiri), Pos 2 (Tengah), Pos 3 (Kanan)

Hari kedua pendakian, cuaca masih cukup mendung sehingga hal tersebut tidak mendukung untuk pendakian pagi hari karena masih ngantuk dan males untuk beres-beres hehe. Makan pagi pun baru dimulai sekitar jam 10an. Setelah mengisi air untuk keperluan ngecamp di pos bagian atas dan puncak. Pendakian dari pos 3 ke pos 4 dimulai jam setengah 12 siang. Perjalanan menuju pos 4 langsung disuguhi dengan medan rata-rata terjal. Vegetasinya didominasi oleh pohon pinus dan beberapa tempat terdapat sabana. Perjalanan ke pos 4 menempuh waktu selama 105 menit. Di pos 4 (Penggik) ini kami beristirahat sekitar 1 jam untuk makan siang dengan menu mie rebus plus abon karena energi habis dipakai untuk melewati jalur terjal pos 3 ke pos 4. Pada saat istirahat, cukup banyak pendaki yang turun sementara pendaki yang naik 3-4 kelompok saja. Pos 4 yang berada pada ketinggian 2550 mdpl memiliki shelter di sebelah kiri jalur pendakian dan bisa ditempati 3-4 tenda berkapasitas sedang.

Perjalanan pendakian ke Pos 5 (Bulak Peperangan) ditempuh dengan waktu 85 menit. Vegetasi menuju pos ini cukup terbuka sehingga hal tersebut dapat melelahkan bagi pendaki jika kondisi cerah dan panas matahari menyengat. Medan menuju pos 5 cenderung landai dan menyuguhkan sabana yang lebih luas dan pemandangan kota solo yang indah. Sehingga waktu perjalanan pun banyak dihabiskan dengan foto-foto. Setelah sampai di pos 5 karena pos selanjutnya cukup dekat, kami beristirahat cukup lama di pos 5 untuk seduh kopi, shalat dan foto-foto. Pos 5 berada pada ketinggian 2861 mdpl.

Pos Gupakan Menjangan berada pada elevasi 2952 mdpl. Pos ini memiliki area camp yang luas sehingga cocok untuk mendirikan tenda dan menjadi pos terakhir sebelum mendaki ke puncak gunung lawu. Waktu tempuh dari pos 5 ke pos gupakan menjangan hanya 20 menit dan vegetasinya berupa pinus dan savana yang luas. Disekitar area camp sebetulnya terdapat sebuah telaga musiman untuk sumber air, cuman karena pada saat kami mendaki adalah musim kemarau jadi telaganya kering. Kami sampai di pos ini tidak terlalu malam seperti pos 3, jadi kami memiliki banyak waktu untuk mendirikan tenda dan beres-beres. Malam hari kami habiskan dengan makan menu nasi goreng dan seduh kopi serta foto-foto pemandangan bintang cerah dan bulan purnama di langit.

Gambar Pos 4 (Kiri), Pos 5 (Tengah), Pos Gupakan Menjangan (Kanan)

Esok harinya kami bangun pagi untuk melihat sunrise di sekitar gupak menjangan. Bagusnya pemandangan cocok untuk foto-foto, membuat lama waktu untuk menghabiskan waktu pagi di area sunrise. Setelah itu, selanjutnya pergi melanjutkan ke puncak hargo dumilah. Waktu tempuh dengan hanya membawa air minum untuk sampai ke puncak selama 65 menit. Sebelum sampai ke puncak, kami melewati pasar dieng yang didominasi oleh bebatuan yang tersusun rapi dan beberapa tempat di tumbuhin pohon cantigi. Hargo dumilah merupakan puncak tertinggi yang ada di Gunung Lawu. Berada pada ketinggian 3265 mdpl. Medannya cukup terjal dengan vegetasi berupa pohon cantigi dan edelweiss tumbuh dibeberapa tempat disekitar puncak.

Gambar Area Hargo Dalem (Kiri), Pondok Ritual (Tengah), Puncak Hargo Dumilah (Kanan)

Bagian Ketiga

Setelah dari puncak hargo dumilah untuk melihat pemandangan dan foto-foto, selanjutnya kami turun ke hargo dalem. Hargo dalem berada di ketinggian 3142 mdpl dan disini terdapat banyak pondok yang biasa digunakan untuk ritual. Selain itu, sesuai dengan judul jurnal perjalanan ini, di hargo dalem juga terdapat warung terkenal dan merupakan warung tertinggi di Indonesia yaitu warung Mbok Yem. Rasa penasaran saya dari awal perjalanan untuk melihat warung Mbok Yem dan merasakan Nasi Pecel Telor nya akhirnya tercapai. Harga dari Nasi Pecel Telor sebesar 15rb rupiah, sedangkan teh manis panas dihargai 5 rb rupiah. Sebetulnya banyak warung-warung lain yang dagang namun warung Mbok Yem ini adalah warung yang paling lama berada di area ini. Selama kurang lebih 90 menit nongkrong, makan di Mbok Yem dan melihat pondok ritual yang ada di hargo dalem kami pun turun kembali ke area camp Gupak Menjangan untuk beres-beres dan persiapan untuk turung dari Gunung Lawu.

Waktu perjalanan dari puncak sampai ke basecamp pendakian dilalui dengan total waktu 6 jam 40 menit. Untuk lebih jelasnya waktu di antar pos pendakian, saya uraikan di dalam tabel dibawah sehingga mudah-mudahan dapat menjadi patokan waktu untuk pendaki lain (para pembaca) jika turun dari Gunung Lawu via Candi Cetho. Istirahat yang cukup lama kami berhenti di Pos 3 karena di pos ini kami isi ulang air yang sudah habis sekalian untuk makan siang juga. Selain di pos 3, di tiap pos kurang lebih 10-30 menitan kami berhenti untuk istirahat karena fisik kami yang sudah lelah dan kaki yang sudah berat untuk melangkah.