Ada sesuatu yang membingungkan bagi saya dengan apa yang sedang dilakukan Pemerintah. Saat ini pemerintah berbicara ke mana-mana dan mengatakan bahwa inovasi di indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara lain. Indonesia harus siap bergerak menyongsong Era Industri 4.0, teknologi dijital, teknologi internet harus mulai diterapkan, Paperless, IOT, dan seterusnya .. dan seterusnya. Sayangnya pemerintah belum secara penuh menyiapkan regulasi yang memudahkan semua pihak untuk melakukan inovasi lebih cepat. Bayangkan saja ketika sebuah perusahaan sudah menyiapkan inovasi, dimana diluar negeri inovasi tersebut sudah lama dijalankan namun inovasi tersebut ketika dilaksanakan di negara ini berbenturan dengan pihak-pihak pemerintah karena regulasi yang ada masih menerapkan aturan lama.
Perusahaan sudah menyiapkan sistem, sdm, infrastruktur untuk memberikan layanan jasa kesehatan jantung masyarakat melalui makanan kacang. Salah satu calon konsumennya ada pemerintah kota dan daerah. Sayangnya pemerintah kota dan daerah belum bisa dilayani dengan sistem yang semuanya online tersebut. Sebut saja dari mulai proses yang harus dilakukan dengan cara lelang atau penunjukan langsung, karena bisa jadi nilai lebih dari persyaratan seperti membeli kacang. Otomatis kondisi ini tidak bisa perusahaan kacang diam menunggu pemerintah daerah secara online membeli jasa dengan cara klik, transfer klik dan siap dieksekusi. Selain itu belum dengan proses segala pertanggung jawabannya bahwa bukti-bukti pembelian jasa harus berupa kertas, jika tidak bisa jadi auditor menganggap transaksi ini dianggap sebagai temuan.
Inilah indonesia, ketika diluar sana sudah bergerak jauh cepat, kita masih saja dirumitkan dengan birokrasi yang panjang. Kenapa harus seperti ini? . Pertanyaan idealis ini sering muncul, dan saya yakin bukan karena para pejabat pemerintahan tidak faham, dan bukan juga karena para pejabat tidak mau lebih mudah. Kebijakan- kebijakan yang ada saat ini selalu saling bersinggungan dengan kepentingan- kepentingan lain. Salah satu kunci yang paling berpengaruh kenapa di negara kita sulit sekali membuat kebijakan yang mempermudah jalannya inovasi adalah “BUDAYA”.
Saat ini budaya menjadi kambing hitam yang belum juga terselesaikan. Adanya ketidak-percayaan terhadap budaya masyarakat kita menyebabkan segala sesuatunya menjadi dipersulit. Mayoritas masyarakat di indonesia masih dianggap memiliki budaya negatif yang terus menggerogoti. Salah satunya budaya korupsi. Gara-gara budaya ini cukup banyak pihak-pihak yang berhati- hati dalam menetapkan kebijakan. Ini tidak boleh, itu tidak boleh, jika boleh harus jelas bukti- buktinya, dan harus dapat dipertanggung jawabkan bukti- bukti tersebut. Banyak pihak yang menganggap budaya korupsi masih menjadi mayoritas dikita.
Banyak sekali inovasi teknologi tercipta tapi sayangnya teknologi tersebut disalah gunakan untuk kepentingan yang merugikan banyak pihak. Misalnya saja perusahaan sudah menyiapkan sistem dan sudah menetapkan harga jasa, namun karena untuk memastikan bisa terpilih dan proses lelang dapat dimenangkan harga jasa di naikan terlebih dahulu. Teknologi memudahkan proses tersebut, kemudian selisih kenaikan tersebut dapat dijadikan komisi bagi pihak-pihak yang telah membantu proses pemenangan. Celakanya pihak yang mendapatkan adalah individu dari perusahaan yang akan membeli jasa tersebut. Karena masih dianggap mayoritas, regulasi dibuat untuk memastikan budaya negatif tersebut tidak terjadi. Kondisi inilah yang membuat minoritas yang positif harus mengalah dengan kerumitan yang dibuat untuk menangani yang mayoritas.
Perusahaan membuat kebijakan menggunakan sistim kendaraan tanpa awak untuk menyalurkan produk kacangnya, membuat ATM kacang di lokasi-lokasi pengguna jasa. Sayangnya kendaraan tanpa awak ini kemungkinan sangat sulit sampai ke lokasi, jika pengaturan lalu lintas berubah-ubah, mendadak satu arah, selain itu pelanggaran lalu lintas masih terjadi, dan lain-lain. ATM kacang juga tidak bisa berdiri dilokasi-lokasi strategis tanpa pemantauan dan pengamanan yang baik, jika tidak, yang habis bukan saja kacangnya melainkan ATM kacangnya ikut raib.
Investasi inovasi menjadi percuma sehingga inovasi haruslah bijak dan melihat kondisi, dan juga regulasi. Komunikasi menjadi kewajiban utama sebelum inovasi itu diluncurkan. Kita tidak bisa berbicara sombong bahwa kita sudah memiliki inovasi, sementara inovasi tersebut belum dibicarakan ke banyak pihak. Karena yang terpenting bukanlah inovasi apa yang sudah kita buat, namun dampak apa yang sudah dirasakan ketika inovasi itu digulirkan. Jika sama sekali tidak berdampak, janganlah menyebeut teknologi tersebut sebagai inovasi.
CEO perusahaan seharusnya tidak bisa berbicara inovasi dari kacamata sendiri, harus terus berkomunikasi, mendengar apa kata ahli yang sudah duduk dan dipercaya, dan juga harus terus berbicara dengan pemangku kepentingan di kalangan pemerintah yang sudah mengeluarkan wacana- wacana tentang inovasi tersebut juga. Perusahaan yang sukses dengan inovasinya adalah perusahaan yang menciptakan inovasi sesuai dengan apa yang dibutuhkan “SAAT INI” oleh pengguna sehingga pengguna tersebut menikmati dan dapat menyimpulkan kebutuhan baru lain untuk “SAAT NANTI” dan perusahaan harus langsung menyiapkan inovasi SAAT NANTI dan dikeluarkan pada waktu yang tepat, ketika SAAT NANTI tersebut sudah siap dengan dukungan- dukungan yang lain.
Perusahaan Apple tidak mengeluarkan tablet ipadnya bersamaan dengan iphone, atau samsung tidak mengeluarkan samsung notesnya bersamaan samsung galaxynya, atau Gojek tidak mengeluarkan GoCar, GoFood, GoPay, GoTix secara bersamaan, namun dikeluarkan secara bertahap. Perusahaan otomotif saat ini belum berani mengeluarkan kendaraan listrik di indonesia, pastinya harus menunggu regulasi pemerintah, mempersiapkan stasiun-stasiun pengisian listriknya, sementara siapkan saja dulu kendaraan hybrid dengan jumlah terbatas karena masih mahal, membiasakan orang mulai menggunakan kendaraan yang masih berbahan bakar bensin namun juga sudah ada batre tertanam dikendaraannya.
“Unfreezing” itu langkah bijak sebuah perusahaan sebelum melakukan perubahan. Untuk menetapkan kapan harus dilakukan “Change”, komunikasi CEO ke pemeinrtah ke tim ahli yang dipercayainya menjadi penting. Hingga segala sesuatunya berubah “Refrezing” harus dilaksanakan dengan waktu yang tepat ketika titik investasi terhadap inovasi tersebut mulai mengecil sedangkan kinerja mulai menaik.
Demikian tulisan pendapat pribadi ini saya buat untuk mengungkapkan cara pandang pribadi melihat kondisi saat ini. Mungkin tulisan ini ada yang salahnya, untuk itu saya mohon maaf, dan menerima koreksi-koreksi akademisnya.
-Tamat-