Archive for June 2021

Definisi Stiff Upper Lip

Keep A Stiff Upper Lip’ merupakan sebuah frase yang populer di negara barat yang menandakan sebuah otot bibir atas yang mengencang. Hal ini ditandakan karena seseorang mencoba untuk menjaga emosi tetap tersimpan / tersembunyi daripada harus mengeluarkan emosi (Kuhnke, 2007).

The stiff Upper lip (bibir atas yang kaku)  lahir dari era British Empire, dimana anak muda yang memiliki edukasi di sekolah Inggris harus memiliki karakter ‘Do your duty and show no emotions’ yang artinya lakukan pekerjaanmu tanpa harus menunjukkan emosi. Hal ini digunakan untuk menjaga martabat seseorang dalam melakukan tugasnya (Kuhnke, 2007).

Sikap ini memiliki kaitan bagaimana Inggris memandang diri mereka sendiri sebagai sebuah bangsa, terutama pada saat krisis dan kesulitan selama masa peperangan. Pada era ini, ‘stiff the upper lip’ tidak dapat sepenuhnya dipisahkan dari etos militer masa perang meskipun ada juga contoh lainnya pada masa damai ketika negara tersebut mengalami bencana alam, pada umumnya masyarakatnya mencoba melakukan hal tersebut sembari membantu tetangga dan teman melalui masa sulit (Laurent, 2018).

Penelitian Sebelumnya

Dalam Penelitian yang dilakukan oleh Richards & Gross (2000) menemukan bahwa kelompok yang mencoba menahan emosinya setelah diberikan sebuah video yang menimbulkan emosi negatif memiliki performa yang lebih buruk ketimbang orang yang hanya menonton video saja. Studi ini menunjukkan bahwa orang yang menahan (suppress) emosinya setelah menonton video cenderung kurang percaya diri dengan memori yang dimilikinya ketimbang orang yang hanya menonton saja. 

Selain itu dalam penelitian lanjutannya Richards, Butler, & Gross (2003) Menemukan dalam penelitiannya mengenai menahan perasaan dalam hubungan asmara menunjukkan bahwa orang yang menahan emosinya dalam percakapannya memiliki performa yang lebih buruk dalam  mengingat percakapannya.  Dicontohkan dalam buku Kuhnke (2007), bahwa kaitan antara memori dengan menahan emosi, seperti suatu kejadian seseorang yang sedang dimarahi bosnya. Dalam peristiwa ini, orang tersebut mungkin tidak ingat secara spesifik sentimen dari bosnya dan mungkin itu harus dilakukan untuk mempertahankan pekerjaannya.

 

Contoh Stiff Upper Lip

Gambar 1. Pelajar inggris yang sedang berjalan di era abad ke-19 ke arah sekolah setelah berbaris (Laurent, 2018).


Dari foto tersebut, dilihat secara seksama, hampir seluruh pria sedang merapatkan mulutnya agar tidak terbuka. Tidak ada yang mengobrol, tertawa, maupun bercanda, tampak dari foto ini bahwa mereka terlihat serius dalam berjalan untuk menuju ketempatnya. Banyak dari mereka yang melakukan stiff upper lip, dilihat dari bibir orang yang terdepan sebelah kiri. Hal ini digunakan untuk menyembunyikan apa yang sebenarnya mereka rasakan sehingga mereka melakukan hal tersebut. Selain itu, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa pada era ini, frasa ‘do your duty and show no emotion’ benar-benar di tekan kepada masyarakatnya, hal inilah yang membentuk ekspresi wajah mereka terlihat seperti itu, terutama pada bibir bagian atas.

Gambar 2.

Seorang wanita paruh baya setelah ditinggal oleh kekasihnya karena meninggal dunia (McCaig, 2020).

Gambar tersebut mencermikan kesedihan seseorang ketika mendengar kabar duka. Hal ini sangat tampak dari ekspresi wajahnya dimana matanya sudah bekunang dengan alis mata yang menurun. Namun ia tetap mencoba tegar dengan merapatkan bibirnya, walaupun sebenarnya emosi sedihnya masih sangat terlihat jelas.

Proses Pembuatan Video

Dalam pengerjaan tugas ini, pembuatan video diawali dengan membuat penjelasan terlebih dahulu. Dalam buku Kuhn (2007) dijelaskan penjelasan mengapa seseorang melakukan hal tersebut, namun contoh yang dilakukan masih sangat kurang, sehingga saya membaca beberapa artikel lainnya mengenai makna dari gerak bibir ini. Pembuatan penjelasan dilakukan selama 3 hari. Kemudian dalam membuat skenario video, saya harus menyiapkan list apa saja yang harus disampaikan beserta dengan peragaannya. Hal ini dilakukan cukup lama walaupun pengambilan video hanya sebentar dikarenakan kondisi rumah yang selalu berisik dari pagi hingga malam, sehingga saya harus mengakalinya dengan menaruh musik di dalam video. Ditambah dengan pengeditan video, hal ini dilakukan selama 3 hari (terhitung dari hari sabtu, minggu, dan selasa).

Dalam proses pembuatan skenario, hal yang paling sulit dilakukan adalah ketika menangkap ekspresi yang sesuai dengan skenario. Ekspresi yang paling sulit adalah rasa sedih. Dikarenakan saya menggunakan fitur selfie, terkadang ekspresi sedih yang didapatkan tidak pas alih-alih melihat kamera. Saya cukup lama merekam ekspresi sedih dan berhasil menangkap apa yang saya maksud hanya beberapa detik sehingga tampak tidak jelas.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Kuhnke, E. (2017). Body language for Dummies. Chichester: John Wiley & Sons, Ltd.

Laurent, M. (2018). “The Stiff Upper Lip”: English Self-Restraint and Its Discontents. Retrieved Desember 9, 2020, from Medium: https://medium.com/@michel.laurent1/the-stiff-upper-lip-english-self-restraint-and-its-discontents-34322b310fa8

McCaig, A. (2020, Februari 3). Keeping a stiff upper lip can hurt your health following death of a loved one. Retrieved Desember 9, 2020, from Rice University News and Media Relations: https://news.rice.edu/2020/02/03/keeping-a-stiff-upper-lip-can-hurt-your-health-following-death-of-a-loved-one/

Richards, J. M., & Gross, J. J. (2000). Emotion regulation and memory: The cognitive costs of keeping one’s cool. Journal of personality and social psychology, 79(3), 410.

Richards, J. M., Butler, E. A., & Gross, J. J. (2003). Emotion regulation in romantic relationships: The cognitive consequences of concealing feelings. Journal of social and

Groupthink adalah cara berpikir yang melibatkan seseorang dalam pencarian persetujuan menjadi begitu dominan pada kelompok yang kohesif sehingga cenderung mengesampingkan penilaian realistis dari tindakan alternatif. Lahirnya groupthink ini disebabkan kekohesifan grup, isolasi sudut pandang dari grup terkait sudut pandang yang berbeda pendapat, dan pemimpin yang mengarahkan segala keputusan yang sesuai dengan dia (Irving & Janis, dalam Myers, 2010). 

Fenomena groupthink memang salah satu yang paling seru untuk dibahas. Hal ini menunjukkan sifat dan keputusan yang diambil manusia dapat dipengaruhi oleh lingkungan kelompok. Pengaruh seperti ini pun dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk mendapatkan keuntungannya masing-masing.

Manusia yang memiliki kemampuan untuk menalar dan mengkritisi pun dapat menjadi terbatas, bukan karena tidak mampu, tetapi karena unsur kesengajaan untuk tidak digunakan atau terpaksa untuk mengabaikannya. Berikut adalah ciri-ciri atau symptom dari groupthink.

Symptoms of Groupthink

  • Mengarahkan anggota dari grup menilai terlalu tinggi kemampuan dan kebenaran dari kelompok
  • An Illusion of Invulnerability, grup merasa optimisme yang berlebihan sehingga merasa bahwa kemampuannya melebihi segalanya.
  • Unquestioned belief in the group’s morality. Anggota grup menjunjung tinggi moralitas grup dan mengabaikan masalah etika dan moral yang bertentangan dengan grup.
  • Anggota menjadi close-minded 
  1.  Collective rationalization
  2. Stereotipe terhadap grup lain
  • Kelompok mendapat tekanan untuk keseragaman
  • Conformity pressure
  • Self-censorship, karena perselisihan membuat ketidaknyamanan, anggota menahan atau mengabaikan keraguan mereka.
  •  Illusion of unanimity, anggota menganggap salah bahwa setiap orang setuju dengan keputusan kelompok; diam dipandang sebagai persetujuan.
  • Mind guard, beberapa anggota melindungi anggota lain dari informasi yang dapat mengarahkan pertanyaan mengenai efektivitas dan moralitas dari keputusan grup. 

Contoh: 

Sekeluarga pendukung Jokowi mengatakan bahwa Jokowi Presiden terbaik di Indonesia selama ini. Dikarenakan kekohesifan keluarga dalam pendapatnya, pendapat mengenai Presiden Indonesia lainnya pun bisa jadi diabaikan.

Semakin kohesif grup mereka (yang dimaksud adalah keluarga), maka semakin tertutup mereka dengan pendapat yang berbeda dengan keluarga. Kesembilan simtom yang telah dijelaskan dapat menjelaskan fenomena yang terjadi.

Salah satunya adalah mind guard. Ketika terdapat pendapat mengenai pembahasan perbandingan presiden, anggota kelompok pun mencoba untuk melindungi pendapatnya serta melibatkan anggota lainnya untuk melindungi pendapatnya. Sehingga pembahasan perbandingan presiden pun hanya diambil yang menguntungkan bagi pendapat mereka saja.

 

Kerajaan Mataram Islam merupakan salah satu kerajaan Islam yang berdiri sekitar abad ke-16 sampai pada abad ke-18. Pusat dari kerajaan ini berada di Kota Gede, Yogyakarta. Akhir dari kerajaan ini merupakan hasil dari perpecahan antara Kesultanan Yogyakarta (Nagari Kasultanan Ngayogyakarta) dan Kesultanan Surakarta (Nagari Kasunanan Surakarta) melalui Perjanjian Giyanti yang disepakati pada 1755 M.

Berikut adalah peninggalan-peninggalan dari Kerajaan Mataram Islam.

Masjid Gedhe Mataram Kota Gede

Masjid ini merupakan salah satu masjid tertua yang ada di Yogyarkarta. Tidak diketahui pasti kapan dibangunnya masjid ini, namun masjid ini sudah ada sejak abad ke-16.

Pada bagian depan komplek masjid tedapat sebuah prasasti yang berbentuk bujur sangkar dan diatasnya terdapat lambang Kasunan Surakarta yang menyebutkan bahwa pembangunan masjid dilakukan dua tahap.

Pada tahapan pertama, merupakan tahap pembangunan di masa Sultan Agung. Pada saat itu dilakukan pembangunan inti masjid berukuran kecil yang disebut Langgar.

Cek Juga Harga Kubah Masjid 2021

 

Pada tahapan kedua, masjid dibangun di masa Raja Kasunan Surakarta, Paku Buwono X. Perbedaannya ada pada tiang masjid, di masa sebelumnya tiang masjid masih menggunakan kayu, namun di era Paku Buwono X, sudah menggunakan besi pada tiang masjid.

Perbedaan bangunan yang didirikan oleh Sultan Agung dan Paku Buwono X adalah pada bagian tiang. Tiang masjid yang dibangun oleh Sultan Agung berasal dari kayu, sedangkan Paku Bowono X memakai besi sebagai tiang masjid.

Selain itu, terdapat bedug yang usianya sudah ada sejak adanya Kerajaan Mataram dan sampai sekarang masih digunakan untuk keperluan masjid sebagai penanda waktu shalat.

Terdapat sebuah gedung induk sebagai tempat shalat dan maksura sebagai pengamanan raja ketika melakukan shalat. Pada bagian Halaman, terdapat pagongan untuk meletakkan gong ketika acara Sekaten diadakan.

 

Masjid Pathok Negoro Plosokuning

Masjid Pathok Negoro Plosokuning telah berdiri sejak pemerintahan Sultan Hamengkubuwono III yaitu sekitar tahun 1812. ]

Penggunaan nama Plosokuning diambil dari pohon ploso yang mempunyai daun berwarna kuning. Pohon ini dulunya berada di dekat masjid, namun kini sudah tidak ada lagi. Daerah sekitar masjid sendiri hanya ditempati oleh keturunan Kyai Mursodo.

Pada bagian depan masjid, tedapat dua kolam dengan kedalaman hingga 3 meter. Setiap orang yang ingin memasuki kolam harus melewati kolam tersebut untuk mencuci kaki. Makna lain dari dua kolam ini adalah agar kita dapat menuntut ilmu sedalam-dalamnya.

Masjid Agung Surakarta

Masjid Agung Surakarta termasuk peninggalan Kerajaan Mataram Islam yang berada di sebelah barat Alun-Alun Utara Keraton Surakarta.

Masjid ini dibangun pada zaman Sunan Pakubuwono III pada 1763 dan selesai pada 1768.

Selain digunakan sebagai tempat ibadah, masjid ini juga difungsikan untuk mendukung keperluan kerajaan yang terkait dengan keagamaan, seperti Grebeg dan festival Sekaten.

Masjid Agung dibangun di atas lahan seluas 19.180 meter persegi dan dipisahkan dengan lingkungan sekitar dengan tembok  setinggi 3,25 meter.

Masjid ini dibangun layaknya gaya arsitektur Jawa kuno, yaitu Kerajaan Mahapahit, yaitu masjid tanpa menggunakan kubah masjid. Kemudian bangunan bergaya tajug ini memiliki atap tumpang tiga dengan mustaka di atasnya.

Di area komplek, biasanya diadakan kegiatan keagamaan maupun kegiatan kebudayaan, seperti Grebeg & festival Sekaten.

Taman Sari Yogyakarta

Taman Sari merupakan tempat yang dibangun pada masa Susuhanan Paku Buwono II sebagai tempat istirahat kereta kuda. Di taman ini sendiri terdapat beberapa bangunan yang berfungsi sebagai benteng pertahanan terakhir jika Istana di serang musuh.

Keraton Kasunanan Surakarta & Keraton Kesultanan Yogyakarta

Di dalam keraton terdapat galeri seni, pusaka kerajaan, senjata kuno, serta barang antik lainnya yang masih dijaga. Wilayah ini merupakan tempat penting untuk pertemuan pimpinan sekaligus tempat tinggal dari raja sendiri.

 

Sejarah Psikologi Klinis di Bidang Pengetahuan & Profesi

Research

The Beginnings (1850–1899)

Ilmu psikologi menjadi salah satu ilmu riset akademik yang merupakan hasil capaian Wilhelm Wundt dari Jerman dan William James dari Amerika. Wilhelm Wundt merupakan orang pertama yang mengembangkan psikologi dalam laboratorium di Leipzig, 1879.

Di dekade yang sama, William James mengembangkan juga sebuah Laboratorium psikologi dan
penulis principles of psychology pada tahun 1890. Pengaruh kedua peneliti inilah yang telah
membantu melayani psikologi klinis bertahun-tahun.

The Advent of the Modern Era (1900–1919)

Pada era ini, beberapa peneliti terlibat besar dalam pengaruhnya terhadap psikologi klinis, salah satunya Ivan Pavlov. Ivan Pavlov dengan teorinya classical conditioning telah menjadi pusat dari teori dan penelitian lainnya. Ia juga menciptakan berbagai macam metode terapi.

Selain itu terdapat peran penting dengan pengembangan tes intelegensi oleh Binet and Simon beserta validitas dari tes tersebut pada tahun 1905. Kemudian tes ini dikembangkan pada tahun 1916 oleh penelitian Terman mengenai Binet-Simon test. Pada era ini pula dikembangkannya Army Alpha dan Beta tests.

Between the Wars (1920–1939)

Clinical Research pada era diibaratkan masih pada tahap anak-anak. Pada tahun 1930, berbagai macam tes kepribadian dikembangkan. Kemudian pada tahun 1939, Weschler mengeluarkan Wechsler-Bellevue test. Behaviorism dan Gestalt Psychology yang paling menonjol pada era ini.

Behaviorism mengajarkan pada clinician penggunaan teori conditioning dalam mengembangkan dan memberikan treatment dari behavior disorders. Gestalt psychology menguatkan pentingnya memahami keunikan persepsi pasien yang dapat berkontribusi pada masalah mereka.

World War II and Beyond (1940–Present)

Pada era ini, semakin banyak jurnal terbit yang membahas mengenai tes kecerdasan dan asesmen kepribadian. Hal ini serupa dengan tes proyektif setelah munculnya tes Rorschach dan TAT (Thematic Apperception Test). Kebanyakan dari studi tes ini membahas mengenai isu reliabilitas dan validitas.

Selain itu, pengembangan penelitian yang penting pada era ini berfokus proses dan efektifitas dari psychotherapy melalui bukti penelitian yang kuat. Salah satu peneliti penting dalam pengembangan riset mengenai terapi adalah Carl Roger (1951).

Rogers dan Dymond (1954) memberikan laporan mengenai hasil riset mereka pada proses konseling. pada tahun yang sama Julian Rotter’s mengeluarkan penelitiannya mengenai social learning and clinical psychology.

Pada tahun 1950-an, merupakan awal dari perkembangan mengenai intervensi yangberorientasi pada perilaku, tokoh penelitian ini adalah B.F. Skinner, Ogden Lindsley, dan Harry Solomon.

Joseph Wolpe pada tahun 1958 memberikan hasil penelitian mengenai pembelajaran pada hewan dan manusia, dimana penelitian yang dilakukan pada hewan di Afrika Utara relevan dengan masalah emosional manusia. Kemudian ia menciptakan metode Systematic desensitization yang biasanya digunakan untuk terapi menghilangkan respon fear atau rasa takut pada phobia.

Beberapa perkembangan penelitian yang ada pada era 1980-an psikologi merupakan bidang psychological testing and measurement dan DSM-III. Riset dan penelitian pada DSM III umumnya membahas mengenai evaluasi reliabilitas, validitas, dan penggunaan kriteria yang spesifik mengenai mental disorders. Terbitan penelitian mengenai psychological inventory, interview, dan rating scales juga meningkat.

Berikut ini merupakan beberapa perkembangan penelitian pada bidang :

1. Journal of Consulting and Clinical Psychology
2. Development and Psychopathology
3. Psychological Assessment
4. Clinical Psychology: Science and Practice
5. Journal of Clinical Child and Adolescent Psychology
6. Journal of Abnormal Psychology
7. Journal of Abnormal Child Psychology
8. Psychological Bulletin
9. Behavior Therapy
10. Psychological Science
11. American Journal of Psychiatry
12. Archives of General Psychiatry
13. Professional Psychology: Research and Practice
14. Clinical Psychology Review

Pada tahun 1990-an, para psikolog klinis mengembangkan penelitiannya pada bidang behavioral genetics. Behavioral genetics membahas mengenai genetic dan lingkungan berpengaruh terhadap perkembang perilaku yang telah dievaluasi. Penelitian ini cukup luas dalam pembahasannya, hal ini termasuk tes intelegensi, personality, dan psychopathology.

Kemudian pada era 2000-an, banyak penemuan mengenai brain imaging techniques yang dapat
melihat struktur dan fungsi dari otak dan merupakan bagian penting dari psychopathology.

THE PROFESSION

The Beginnings (1850–1899)

Pengembangan psikologi klinis sebagai profesi terjadi tepat pada abad ke-19 mulai mereda. Pertama adalah berdirinya American Psychological Association (APA) pada tahun 1982.

Saat itu G. Stanley Hall yang menjadi presiden. Pada tahun 1986, Lightner Witmer mendirikan klinik psikologi pertama di Universitas Pennsylvania. klinik ini dikhususkan untuk perawatan anak-anak yang memiliki masalah dalam belajar atau yang mengganggu saat berada di ruang kelas.

Dialah yang menamai bidang “psikologi klinis” dan dia adalah orang yang pertama kali mengajar khusus dalam bidang psikologi klinis. Pada tahun 1907, Witmer membuat jurnal psikologi klinis untuk pertama kalinya. “The Psychological Clinic”, sebuah jurnal yang terbit pada tahun 1935.

The Advent of the Modern Era (1900–1919)

Pada awal abad ke-20, hanya beberapa psikolog yang bekerja di luar universitas. Pada tahun 1907, Morton Prince mempublikasikan Journal of Abnormal Psychology dan Witmer mempublikasikan The Psychological Clinic. Dengan adanya dua jurnal ini, para dokter mampu membentuk identitas mereka yang pada tahun 1909 diperkuat oleh Healy yang mendirikan juvenil Psychopathic Institute di Chicago.

The low Psychological Clinic telah dimulai pada tahun 1908, yang pada tahun tersebut Goddard mulai menawarkan magang psikologi di Vineland Training School di New Jersey.

Pada tahun 1910, terdapat 222 anggota APA yang membayar iuran tahunan sebesar $1. Fokus APA adalah pada psikologi sebagai science bukan sebagai profesi. Kemudian pada tahun 1919, bagian pertama dari psikologi klinis dibuat dalam APA. Sementara itu, jumlah klinik psikologis yang terus meningkat sedang didirikan (mis., Organisasi oleh Healy pada tahun 1917 dari Yayasan Hakim Baker di Boston).

Between the Wars (1920–1939)

Pada akhir tahun 1920-an, banyak psikolog yang memiliki orientasi klinis menjadi gelisah dan semakin berusaha untuk mendapatkan pengakuan dari APA. APA pun telah lama menyatakan bahwa misinya adalah untuk memajukan psikologi sebagai ilmu pengetahuan.

Pada tahun 1931, bagian klinis APA menunjuk sebuah komite mengenai Standar Pelatihan, dan pada tahun 1935, Komite APA tentang Standar Pelatihan mendefinisikan psikologi klinis sebagai “seni dan teknologi yang berhubungan dengan masalah manusia”.

Pada tahun 1938, Louttit mempublikasikan teks psikologi klinis pertama dan pada tahun 1937, Journal of Consulting Psychology didirikan. Kemudian, didirikan pula Journal of Consulting and Clinical Psychology yang berfungsi sebagai tempat publikasi utama untuk penelitian banyak dokter.

World War II and Beyond (1940–1969)

Pada awal 1940-an proses pengambilan sejumlah besar tentara ke militer AS menghasilkan berbagai kebutuhan, salah satunya adalah program penyaringan skala besar untuk memilih siapa yang layak untuk dinas militer. Psikolog sudah mulai mengembangkan dasar-dasar teknologi pengujian untuk membantu dalam tugas ini dan mereka juga memiliki keahlian dalam metode penelitian.

Lebih dari 1700 psikolog bertugas dalam Perang Dunia II kemudian mereka kembali ke kehidupan sipil untuk meningkatkan kepercayaan pada kemampuan mereka.

Hal ini sangatlah penting, terkhusus pada Veterans Administrasi (VA) untuk menyediakan perawatan dan rehabilitasi bagi ribuan pria dan wanita yang telah menderita beberapa bentuk trauma emosional. Dalam kasus psikologi klinis, VA menyediakan magang yang menarik secara finansial untuk mahasiswa pascasarjana dalam program Ph.D universitas yang disetujui.

Melalui program ini, VA memegang peran penting dalam membangun profesi di psikologi klinis. Pada tahun 1946, VA memprakarsai programnya untuk melatih psikolog klinis, pelatihan ini telah mendapatkan dasar finansial yang kuat.

Tahun 1949, 42 sekolah menawarkan doktor dalam psikologi klinis dan sejumlah besar siswa berkualitas tinggi
mendaftar.

Pada tahun 1949, layanan pengujian pendidikan dimulai. APA sudah menegaskan bahwa psikoterapi adalah fungsi integral dari psikolog klinis. APA juga sudah membuat sertifikasi program pelatihan klinis dan pelatihan psikolog klinis.

Pada tahun 1953, dipublikasikan Ethical Standard, sebuah pencapaian penting dalam kodifikasi perilaku etis untuk psikolog dan langkah besar dalam perlindungan publik. Pada awal 1950-an, APA dapat mengklaim lebih dari 1.000 anggota di divisi klinisnya.

Hanya dalam beberapa tahun setelah Perang Dunia II, profesi ini telah membuat langkah besar. Pada tahun 1949, sebuah konferensi tentang pendidikan pascasarjana dalam psikologi klinis diadakan di Boulder, Colorado. Konferensi Boulder adalah peristiwa yang sangat penting dalam psikologi klinis karena menjelaskan model ilmuwan-praktisi untuk pelatihan psikolog klinis yang telah menjadi pedoman utama untuk pelatihan sejak itu. Pada tahun 1950, terjadi pertumbuhan dalam profesi psikologis.

Keanggotaan APA naik dari 7.250 tahun 1950 menjadi 16.644 pada tahun 1959 — peningkatan yang fenomenal. Dalam kira-kira periode yang sama, kontrak penelitian federal untuk penelitian psikologis naik dari $11 juta menjadi lebih dari $31 juta.

The Growth of a Profession (1970–Present)

Dalam bidang penilaian, intervensi, dan penelitian, psikologi klinis telah menjadi perilaku yang semakin meningkat pada pertengahan 1960-an.

Fokusnya bergeser dari pencarian ciri-ciri atau faktor-faktor internal yang mengarahkan orang ke kondisi psikopatologi ke analisis faktor-faktor situasional yang mengendalikan perilaku mereka. Pada akhir 1960-an,
arah untuk mengubah perilaku yang tidak diinginkan mulai membelok tajam dari psikoterapi (dan wawasan yang dirancang untuk dihasilkan) menjadi pengkondisian dan mengubah penguatan kontingensi.

Jurnal penelitian penuh dengan artikel yang menggambarkan metode obyektif baru untuk menilai perilaku dan pendekatan perilaku baru untuk pengobatan segala sesuatu dari alkoholisme, disfungsi seksual, dan kurangnya ketegasan untuk obesitas, merokok, dan kesepian.

Kunci untuk segala sesuatu tidak terletak pada pikiran pasien, tetapi dalam perilaku mereka. Pada pertengahan 1970-an, kognisi telah mulai merayap kembali ke generasi ini. Orang-orang mulai berbicara tentang “metode perilaku kognitif” (Goldfried & Davison, 1976).

Orientasi kognitif-perilaku untuk pengobatan sekarang adalah yang paling umum. Pada saat yang sama, bidang psikologi komunitas, yang tampaknya siap pada 1960-an untuk merevolusi psikologi klinis, mulai goyah. Bagi kebanyakan orang, hal tersebut tampak tidak terpenuhi.
Kemudian pada 1980-an, fokus pencegahan muncul kembali dengan perkembangan bidang
psikologi kesehatan.

Tahun 1970-an dan 1980-an muncul pertumbuhan lebih lanjut dalam profesi ini. Pada tahun 1970, ada 81 program pelatihan pascasarjana yang disetujui penuh dalam psikologi klinis dan lebih dari 12.000 dokter. Sedangkan untuk APA sendiri, pada 1892, sudah ada 42 anggota.

The 1988 Schism

Di bawah APA, terdapat konflik sengit yang terjadi antara clinician dan rekan penelitiannya. Pada tahun 1988 satuan peneliti-akademik APA nampaknya harus menyimpulkan bahwa APA ada di bawah kontrol para praktisioner yang menggunakan powernya untuk mempromosikan ketertarikannya.

Minat ilmiah, tergantikan oleh hal yang lebih mendasar misalnya serikat pekerja. APA tampaknya disibukkan dengan masalah profesional seperti penulisan resep, hak istimewa rumah sakit, pertanyaan penggantian,
perizinan, tindakan hukum melawan psikiatri, dan sebagainya.

Singkatnya, sebagian besar anggotanya yang merasa bahwa APA tidak lagi responsif pada kebutuhan peneliti-akademik yang signifikan.

Sebelumnya, memang mantan presiden APA Janet Spence menuduh bahwa 90% dari pertemuan dewan APA diambil oleh kepentingan praktik profesional dokter.
Hal-hal yang tampaknya muncul pada tahun 1988, akhirnya direncanakan untuk mengatur kembali APA untuk membantu meredakan perpecahan yang berkembang antara sayap klinis dan sayap peneliti-akademik gagal dengan suara 2 banding 1 dari keanggotaan.

Tanggapan dari mereka yang kecewa dengan APA adalah membentuk organisasi baru yang terpisah. American Psychological Society (APS) didirikan pada tahun 1988, dipimpin oleh 22 mantan presiden APA yang menjadi pendiri anggota.

Tujuan yang diakui dari APS, sekarang disebut Asosiasi untuk Ilmu Psikologi (per 2006), adalah untuk:
● Memajukan disiplin psikologi
● Melestarikan basis ilmiah psikologi
● Mempromosikan pemahaman publik tentang ilmu psikologi dan aplikasinya
● Meningkatkan kualitas Pendidikan
● Mendorong “pemberian” psikologi untuk kepentingan umum

Ringkasan

Psikologi klinis telah berubah, dan itu pasti akan berubah lebih banyak lagi. Witmer hampir tidak akan mengenalinya. G. Stanley Hall, presiden pertama APA, pasti akan kagum dengan hal-hal yang dilakukan APA dan APS.

Namun, meskipun pelatihan dan praktik dalam keadaan berubah-ubah, konstanta tertentu tetap ada. Psikolog klinis masih terlibat dalam penilaian dan perawatan. Mereka masih memiliki kontribusi penelitian untuk dilakukan, dan
mereka masih peduli dengan pengembangan profesional mereka.

Tujuan yang mengikat psikolog klinis bersama tetap sama: untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan mereka untuk kebutuhan kesehatan mental orang di mana pun.

Sejarah Psikologi Klinis di Bidang Intervensi

The Beginnings (1850–1899)

Pada masa ini, berbagai macam tokoh mulai mengembangkan metode-metode intervensi. Fokus Emil Kraepelin adalah pada klasifikasi psikosis. Namun, ada pula yang sedang menyelidiki intervensi baru untuk pasien “neurotik”, seperti sugesti dan hipnosis, yang dilakukan oleh Jean Charcot.

Charcot memperoleh reputasi luas untuk penyelidikannya terhadap pasien dengan histeria — pasien dengan “gejala fisik” (misalnya kebutaan, kelumpuhan) yang tampaknya tidak memiliki penyebab fisik yang dapat diidentifikasi.

Jean Charcot adalah ahli demonstrasi klinis dramatis dengan pasien terhipnotis. Namun, Hippolyte Bernheim dan Pierre Janet mengkritik pekerjaan Charcot. Bernheim merasa bahwa gejala histeria tidak mencerminkan apapun melainkan hanya sebuah sugestibilitas. Sedangkan, Janet menganggap histeria sebagai manifestasi dari “kepribadian ganda” dan juga sebagai semacam degenerasi turun-temurun.

Pada waktu yang hampir bersamaan, kolaborasi penting Josef Breuer dan Sigmund Freud dimulai. Pada awal 1880-an, Breuer merawat seorang pasien muda bernama Anna O, yang didiagnosis menderita histeria. Breuer membahas kasus ini secara luas dengan Freud, yang menjadi sangat tertarik sehingga ia pergi ke Paris untuk mempelajari semua yang dapat diajarkan Charcot tentang histeria.

Pada tahun 1895, Breuer dan Freud menerbitkan Studies on Hysteria. Karena berbagai alasan, hubungan antara keduanya kemudian menjadi cukup tegang. Tetapi kolaborasi mereka berfungsi sebagai landasan untuk psikoanalisis, pengembangan teori, dan perawatan yang paling berpengaruh dalam sejarah psikiatri dan psikologi klinis.

The Advent of the Modern Era (1900–1919)

Clifford Beers merupakan seorang penderita depresi berat yang diberikan perawatan di rumah sakit. Saat dirawat di rumah sakit, ia melewati fase manik dan mulai merekam pengalamannya selama berada di rumah sakit. Ketika dia bebas dari gejala manik-depresifnya, dia dibebaskan.

Setelah keluar dari rumah sakit, ia bertekad menulis buku yang mengungkap pelanggaran di rumah sakit terhadap orang dengan gangguan jiwa.

Pada tahun 1908, ia menerbitkan buku yang berjudul “A Mind that Found Itself” yang berdampak pada munculnya gerakan kesehatan mental di Amerika.

Pada 1900, tak lama sebelum Beers memasuki rumah sakit, Freud menerbitkan buku “The Interpretation of Dreams” dengan teori psikoanalisis. Freud mengemukakan konsep seperti unconsciousness, Oedipus complex, dan ego yang menjadi bagian dari arus utama bahasa psikologis, serta seksualitas yang menjadi fokus dalam ranah psikologis.

Walaupun pengakuan lambat datang, akan tetapi perlahan karya-karya Freud diperhatikan oleh Alfred Adler dan Carl Gustav Jung, kemudian Freud menerbitkan buku-buku lainnya. Temuan Freud kemudian dikembangkan oleh A. A. Brill, Paul Federn, Otto Rank, Ernest Jones, Wilhelm Stekel, dan Sandor Ferenczi.

Selain pendirian klinik psikologis pertama oleh Lightner Witmer pada tahun 1912 di Universitas Pennsylvania, hal penting lainnya adalah pendirian klinik bimbingan anak William Healy di Chicago pada tahun 1909. Mereka mengarahkan upaya mereka ke apa yang sekarang akan disebut pelanggar remaja daripada menuju masalah pembelajaran anak- anak yang sebelumnya menarik perhatian Witmer.

Pendekatan Healy juga sangat dipengaruhi oleh konsep dan metode Freudian. Pendekatan semacam itu pada akhirnya memiliki efek menggeser pekerjaan psikologi klinis dengan anak-anak ke arah yang dinamis dari Freud,
bukannya menjadi kerangka kerja pendidikan.

Pada tahun 1905, Joseph Pratt, seorang internis atau ahli penyakit dalam, dan Elwood Worcester, seorang psikolog, mulai menggunakan metode diskusi suportif di antara pasien- pasien gangguan mental yang dirawat di rumah sakit. Metode ini adalah cikal bakal dari berbagai metode terapi kelompok yang menjadi terkenal pada 1920-an dan 1930-an.

Ketika para psikolog mencari prinsip-prinsip psikologis untuk membantu upaya mereka, karya Freud dan Alfred Adler menjadi perhatian mereka. Secara khusus, mereka terkesan dengan karya Adler, yang lebih masuk akal daripada Freud. Selain itu, penekanan Freud tampaknya terletak pada orang dewasa dan dengan anteseden seksual dari masalah mereka, sedangkan Adler meremehkan peran seksualitas, dan penekanannya yang bersamaan
pada struktur hubungan keluarga.

Pada awal 1930-an, ide-ide Adler (1930) dengan kuat berlindung di klinik-klinik Amerika yang menangani masalah anak-anak. Tren kedua yang memengaruhi pekerjaan awal dengan anak-anak adalah terapi bermain yang berasal dari konsep teori Freudian. Terapi bermain pada dasarnya adalah teknik yang mengandalkan kekuatan kuratif untuk melepaskan kecemasan, dendam, permusuhan, atau emosi negatif semacamnya melalui permainan ekspresif.

Pada tahun 1928, Anna Freud, putri terkemuka Sigmund Freud, menggambarkan metode terapi bermain yang berasal dari prinsip-prinsip psikoanalitik.

Pada awal tahun 1930-an, J.L.Moreno dan S.R.Salvador juga melakukan metode terapi bermain dengan tujuan untuk meningkatkan atensi. Sementara itu, Fredrick Allen pada tahun 1934 melahirkan “passive therapy”, yang kemudian memengaruhi munculnya client centered therapy.

Pada tahun 1920, John Watson memperlihatkan kasus yang terkenal yaitu kasus Albert yang sejak kecil takut pada tikus putih, kemudian mengembangkan gangguan neurotik yang lebih luas. Marry Cover Jones pada tahun 1924 memperlihatkan bahwa ketakutan dapat dihilangkan melalui pembiasaan (conditioning).

Tokoh lainnya yaitu J.Levy pada tahun 1938 telah menemukan “relationship therapy”. Ketiga bentuk terapi diatas inilah yang mendorong lahirnya “behavior therapy.” atau terapi perilaku yang sangat terkenal dan
dan berpengaruh pada terapi-terapi yang dilakukan hingga saat ini.

Between the Wars (1920–1939)

Psikoanalisis awal abad ke-20 sebagian besar dikhususkan untuk perawatan orang dewasa dan dipraktikkan hampir secara eksklusif oleh para analis yang ahli di bidang kedokteran.

Namun, Freud berpendapat bahwa psikoanalis tidak memerlukan pelatihan medis. Meskipun Freud memprotes, profesi medis mengklaim hak eksklusif untuk terapi psychoanalytic dan dengan demikian membuat masuknya psikolog ke dalam perusahaan terapi cukup sulit.

Masuknya psikolog ke dalam kegiatan terapi adalah hasil dari pekerjaan awal mereka melalui bimbingan untuk anak, terutama di sekolah-sekolah. Pada awalnya, pekerjaan itu sebagian besar terbatas pada evaluasi kemampuan intelektual anak-anak, dan ini, tentu saja, melibatkan konsultasi dengan orang tua dan guru.

Namun pada kenyataannya, sulit untuk memisahkan antara sisi intelektual dari aspek keseluruhan kejiwaan yang dimiliki seseorang.Karena itulah kemudian psikoanalisis juga menjadi bidang garapan psikolog.

World War II and Beyond (1940–Present)

Perang Dunia II tidak hanya membutuhkan banyak pria, tetapi juga berkontribusi pada banyaknya kesulitan emosional. Para dokter dan psikiater militer terlalu sedikit jumlahnya untuk mengatasi epidemi masalah-masalah ini, sehingga seringkali psikoterapi dilakukan secara berkelompok.

Akan tetapi, semakin psikoterapi diberikan secara individu maka semakin baik kinerjanya dalam mengembalikan laki-laki untuk berperang dan dalam tujuan rehabilitasi jangka panjang. Keberhasilan kinerja psikolog dari kegiatan-kegiatan ini, menghasilkan peningkatan penerimaan psikolog secara bertahap sebagai profesional kesehatan mental.

Pengalaman masa perang ini membangkitkan para psikolog untuk lebih bertanggung jawab di bidang kesehatan mental. Faktor tambahan yang berkontribusi adalah ketika gejolak di Eropa pada 1930-an.

Tekanan dari Nazi membuat banyak psikiater dan psikolog Eropa meninggalkan tanah air mereka, dan akhirnya menetap di Amerika Serikat. Melalui pertemuan profesional, ceramah, dan pertemuan lainnya, ide-ide gerakan Freudian membangkitkan semangat dan meningkatkan kepercayaan dalam psikologi.

Akibatnya, psikolog klinis mulai lebih tertarik pada pengembangan kepribadian dan mengurangi penekanannya pada penilaian kecerdasan, pengujian kemampuan, dan pengukuran disfungsi kognitif.

Ketika tes kecerdasan semakin berkurang, psikoterapi dan teori kepribadian mulai bergerak ke aktivitas yang bersifat psikoanalitik. Pada tahun 1946, Alexander dan Prancis menerbitkan sebuah buku tentang intervensi psikoanalitik. Lalu, di tahun 1950, John Dollard dan Neal Miller menerbitkan buku berjudul Personality and Psychotherapy yang menerjemahkan psikoanalisis Freud ke dalam bahasa teori pembelajaran.

Pada masa tersebut, psikoanalisis memiliki kekuatan yang dominan sehingga ketika Carl Rogers menerbitkan
Client-Centered Therapy di tahun 1951, itu menjadi alternatif utama pertama untuk terapi psikoanalisis dan menghasilkan dampak luas dalam dunia psikoterapi serta penelitian.

Setelahnya, bentuk terapi yang lebih baru pun mulai berkembang. Beberapa terapi
tersebut, yaitu:
– Perls memperkenalkan Gestalt therapy (Perls, Hefferline, & Goodman, 1951).
– Frankl (1953) berbicara tentang logotherapy dan hubungannya dengan existential
theory.
– Pada tahun 1958, Ackerman mendeskripsikan family therapy.
– Pada tahun 1962, Ellis menjelaskan rational-emotive therapy (RET) dan menjadi
pelopor penting dari cognitive-behavioral therapy.
– Berne (1961) memperkanlkan transactional analysis (TA).

Lalu, di tahun 1952, Eysenck memberikan kritik tentang ketidakefektifan psikoterapi yang mengejutkan banyak orang. Para behavioris pun mulai mengembangkan terapi, Andrew Salter (1949) menulis Conditioned Reflex Therapy yang menjadi karya perintis desensitization methods.

Pada tahun 1953, B. F. Skinner lebih lanjut mengembangkan behavioral therapy ketika ia menguraikan penerapan prinsip operan untuk intervensi terapeutik dan sosial. Kemudian pada tahun 1958, Joseph Wolpe memperkenalkan systematic desensitization, yaitu teknik yang didasarkan pada conditioning principles.

Namun, banyak yang mengakui bahwa adanya keterbatasan dari treatment yang berfokus pada perilaku dengan mengesampingkan kognisi, dan cara berpikir tentang diri pasien.

Akhirnya, Ellis pun mengembangkan RET dan Aaron Beck mulai mengembangkan cognitive therapy yang akhirnya menjadi salah satu treatmen psikologis paling efektif. Beck (1967) menguraikan pendekatannya dalam buku Depression: Causes and Treatment.

Meskipun fokus awal untuk cognitive therapy adalah depresi, namun sekarang digunakan secara efektif untuk mengobati berbagai kondisi (gangguan kecemasan, gangguan penggunaan narkoba, dan gangguan kepribadian) baik pada orang dewasa maupun remaja.

Setelah psikoanalisis dan psikoterapi psikodinamik menjadi kekuatan yang dominan, behavior therapy mulai populer di kalangan psikolog klinis. Hal ini dikarenakan fokusnya pada perilaku yang dapat diamati (dan terukur), waktu treatment yang lebih pendek, dan penekanan pada evaluasi secara empiris dari hasil perawatan.

Behavior therapy membantu mendorong pertumbuhan penelitian psikoterapi dengan menggunakan metode empiris untuk menyelidiki efektivitas berbagai treatment techniques. Beberapa tren intervensi lainnya yang perlu diperhatikan, yaitu:
– Pertama, jumlah treatment yang digunakan oleh psikolog klinis telah berkembang pesat selama bertahun-tahun. Para psikolog klinis mengintegrasikan berbagai pendekatan ke dalam satu terapi dan mengidentifikasi faktor-faktor umum yang mendasari berbagai pendekatan berbeda terhadap treatment (J. D. Frank, 1971).

– Kedua, brief therapy atau time-effective therapy (Budman & Gurman, 1988) menjadi mode intervensi psikoterapi yang disukai. Hal ini dikarenakan banyak orang yang tidak mampu menjalani psikoterapi selama bertahun-tahun, dan bentuk terapi yang singkat telah terbukti sama efektifnya.
– Ketiga, pada 1950-an, beberapa dokter mulai kecewa dengan metode terapi yang berurusan dengan satu pasien pada satu waktu. Mereka mencari pendekatan yang lebih “preventif”. Pencarian mereka memuncak pada munculnya psikologi komunitas pada 1960-an dan psikologi kesehatan pada 1980-an. Semakin banyak psikolog klinis menyediakan layanan yang berkaitan dengan pencegahan masalah kesehatan, masalah kesehatan mental, dan cedera.
Akhirnya, mulai tahun 1995, daftar “empirically supported treatments” untuk orang
dewasa dan remaja disebarluaskan ke para psikolog klinis. Selanjutnya, beberapa psikolog
mulai memberi tekanan pada legislatif negara bagian untuk memungkinkan psikolog dengan
pelatihan khusus memiliki wewenang menulis resep untuk pengobatan psikotropika.

Pertama, pada 1995, American Psychological Association secara resmi mendukung hal tersebut. Kemudian pada tahun 2002, New Mexico menjadi negara bagian pertama yang memberlakukan undang-undang yang mengizinkan psikolog yang terlatih untuk meresepkan obat-obatan psikotropika kepada pasien atau klien.

Review Masjid Sunan Ampel

Sunan Ampel merupakan salah satu tokoh yang menyebarkan agama Islam di Surabaya. Ia memiliki pengaruh yang besar sehingga, terdapat daerah yang dinamakan sunan Ampel untuk mengabadikan pengaruhnya.

Salah satu pengaruh terbesarnya ialah merubah budaya Panca Ma (Ritual Hindu yang mengutamakan makan daging, ikan, khamar, seks, dan semedi) menjadi Moh Limo.

Ia juga mendirikan pesantren untuk memberikan pendidikan, serta membangun masjid dengan  gaya arsitektur campuran antara Islam dengan budaya setempat (Jawa Kuno, Hindu, dan Islam). Masjid ini dinamakan Masjid Sunan Ampel (atau Masjid Ampel).

Masjid Ampel – atau yang disebut masjid Sunan Ampel ini merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia hasil pembuatan dari Walisongo. Masjid ini memiliki luas bangunan sekitar 2000 m² dan memiliki daya tampung hingga 4000 jamaah.

Masjid Ampel sendiri ternyata ada dua di dalam lokasi. Masjid yang didirikan oleh Sunan Ampel berukuran kecil dengan warna genting coklat tua. Masjid ini bersebelahan dengan pasar Cinderamata.

Sedangkan Masjid Ampel yang baru, memiliki genting bewarna merah cerah, berukuran lebih besar dan langsung berhadapan dengan pasar cinderamata.

Dikutip dari jurnal ‘The urban heritage of Masjid Sunan Ampel Surabaya, toward the intelligent urbanism development’ oleh Budiarto (2015) terdapat 5 gapura untuk masuk ke area masjid.

Tiap gapura diatur berurutan, dari bagian inti yaitu bangunan masjid mengarah ke luar, sesuai urutan rukun Islam .

Kelima gerbang ini bermaknakan rukun Islam, dengan penjelasannya yaitu:

  1. Gapura Paneksen, gerbang pertama melambangkan ‘Syahadat’
  2. Gapura Madep, gerbang kedua melambangkan Salat
  3. Gapura Ngamal, gerbang ketiga yang melbangkan zakat (tersedia di daerah tersebut).
  4. Gapura Poso, gerbang keempat yang melambang puasa
  5. Gapura Munggah, gerbang kelima yang melambangkan Haji bagi yang mampu

Atap masjid ini sendiri mengikuti gaya bangunan Hindu-Jawa, tidak menggunakan kubah sebagai atapnya. Budaya penggunaan kubah sendiri baru populer di abad ke-20 dimana kubah mulai populer digunakan dikarenakan fungsinya sebagai atap terkuat dan memiliki kelebihan masing-masing, sesuai jenis kubah.

Di abad ke-20, Jual kubah masjid mulai berkembang di berbagai daerah. Pembuatan kubah kini sudah menjadi populer di kalangan Indonesia, seperti kubah yang berwarna silver.

Setiap harinya, di area masjid Ampel, selalu ramai di kunjungi masyarakat sekitar, maupun pengunjung dari wilayah lainnya.

Masjid Ampel berdiri dengan luas tanah sebesar 5000 m². Luas bangunannya sekitar 2.000 m² persegi.

Di sekeliling masjid, terdapat penjual dengan berbagai macam aneka dagangan. Insya Allah, semua jajanan Khas Jawa timurtersedia disini.

Apalagi bagi  yang ingin mencari makanan daerah, disini terdapat makanan favorit yang harus dicoba, yaitu Sate Karak, Pukis Ampel, dan Gulai Kacang Ijo.

Tak hanya beribadah, pengunjung masjid Sunan Ampel biasanya melakukan ziarah ke makam Sunan Ampel, bahkan meminum air sumur di kawasan tersebut (tentunya, air yang sudah disterilkan).

Awal Mula Munculnya Psikologi Klinis & Pengaplikasiannya di Berbagai Bidang

Di dalam buku Psikologi Klinis yang saya acukan sebagai referensi utama oleh Trull & Prinsten (2013), menjelaskan mengenai sejarah lengkap lahirnya psikologi klinis.

Psikologi klinis atau yang disebut juga “psikologi medis” (Zilboorg & Henry, 1941) dimulai pada reformasi abad ke-19, yang menghadirkan perawatan yang lebih baik untuk orang yang sakit mental dalam hal nilai kemanusiaanya.

Salah satu tokoh dalam gerakan ini adalah Philippe Pinel, seorang dokter Prancis yang merupakan kepala rumah sakit jiwa di Bicetre dan, kemudian, Salpetriere. Selain Pinel, kita juga mengenal William Tuke dari inggrisdan Eli Todd dari amerika yang berjuang dalam mengembangkan perawatan bagi orang yang sakit mental dalam hal kemanusiaan.

Dorothea Dix yang berkebangsaan Amerika berkampanye untuk fasilitas yang lebih baik untuk orang yang sakit mental.dalam upayanya ia berhasil membuat rumah sakit jiwa yang pertama di New Jersey 1848.

Pada abad ke-19, para filsuf dan penulis menyatakan martabat dan kesetaraan semua orang termasuk diantaranya orang yang sakit jiwa. Pemerintah mulai merespons dan memberikan kontribusi untuk gerakan yang selanjutnya mengacu pada kesehatan mental.

Sejarah Psikologi Klinis sendiri dibagi menjadi Diagnosis & Asesmen, Intervensi, dan Riset.

Sejarah Pengaplikasian Diagnosis & Asesmen

Esensi psikologi klinis sering menekankan pada perbedaan antara satu orang dengan yang lainnya.  Witmer membuka klinik psikologis pertama pada tahun 1896 dan memulai jurnal psikologis pertama, yang disebut The Psychological Clinic.Witmer mengidentifikasi dan merawat anak-anak yang mengalami kesulitan dalam bidang pendidikan yang dikarenakan oleh masalah psikologis.

Penekanan utama awal dalam penilaian dan perawatan psikologi klinis melibatkan fokus pada remaja yang berlanjut sampai akhir Perang Dunia Kedua.

Di masa peperangan, perkembangan asesmen pun mengarah ke pengukuran mental. Alfred Binet yakin bahwa kunci untuk mempelajari perbedaan individu adalah gagasan tentang norma dan penyimpangan dari norma-norma itu.Binet dan Theodore Simon tentang mengembangkan skala Binet-Simon 1908 sebagai cara untuk memastikan bahwa anak-anak dengan keterbatasan kognitif dapat dididik dengan baik (Thorndike, 1997).

Henry Goddard kemudian memperkenalkan tes Binet ke Amerika, dan Lewis Terman menghasilkan revisi Amerika pada tahun 1916.
Kemajuan juga sedang dibuat di bidang pengujian kepribadian. Carl Jung mulai menggunakan metode asosiasi kata sekitar tahun 1905 untuk mencoba mengungkap materi yang tidak disadari pada pasien. Pada tahun 1910, Tes Asosiasi Gratis Kent Rosanoff
diterbitkan.
Setelah Perang Dunia I, sebuah komite yang terdiri dari lima anggota dari America Psychological Association (APA) diangkat oleh Departemen Medis Angkatan Darat yang diketuai oleh Robert Yerkes. Komite tersebut ditugasi tugas menciptakan sistem untuk mengklasifikasikan pria berdasarkan tingkat kemampuan mereka. mereka merancang tes Alpha Army pada tahun 1917 yang merupakan test skala verbal dan tes army betha untuk skala nonverbal.

Hal ini digunakan untuk mengelompokkan tentara, apakah ia cocok menjadi pilot, angkatan darat, angkatan udara, angkatan laut, atau bahkan komandan prajurit sekalipun.

Selanjutnya ada di post berikutnya

DAFTAR PUSTAKA

Trull, T. J., & Prinsten, M. J. (2013). Clinical Psychology. Belmont: Wadsworth.

Perkembangan Psikologi Kognitif: Revolusi Pendekatan Psikologi di Tahun 1960-an

Kognisi menurut KBBI adalah kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan (termasuk kesadaran, perasaan, dan sebagainya) atau usaha mengenali sesuatu melalui pengalaman sendiri. Kognitif menurut KBBI artinya berhubungan atau melibatkan kognisi serta berdasar kepada pengetahuan faktual yang empiris.

Psikologi pada mulanya dianggap sebagai “the science of mental life”, seperti yang dikemukakan oleh William James, setelah itu, pada pertengahan abad ke-20 psikologi berubah menjadi “the science of behavior.”

Konsep-konsep mental seperti pikiran, memori, tujuan, dan emosi—dianggap sebagai non-ilmiah, psikologi selanjutnya diasosiasikan dengan yang ilmiah yakni, stimuli (rangsangan) dan respon.

Kemudian bermunculan ide-ide mutakhir mengenai komputasi, timbal balik, informasi, dan komunikasi. Karena itu psikolog-psikolog menyadari besarnya potensi untuk ilmu pengetahuan mengenai pikiran, maka para psikolog memulai “cognitive revolution.” 

Cognitive Revolution adalah sebuah periode yang berlangsung pada tahun 1950-an sampai dengan 1960-an dimana pendekatan psikologi yang sebelumnya digunakan, yaitu Behaviorisme dan Psikoanalisis, digantikan oleh Psikologi Kognitif.

Psikologi Kognitif adalah sebuah studi ilmiah tentang fungsi pikiran (mind) dan mental, dalam hal-hal  seperti; pembelajaran, ingatan, perhatian, persepsi, penalaran, kemampuan berbahasa, pengembangan konseptual, dan pengambilan keputusan.

Sebagai contoh, pengetahuan kita mengenai apa yang bayi dapat dan tidak dapat mengerti adalah bagian dari studi di bidang psikologi kognitif. Seorang bayi bisa melihat di cermin pada usia 18 bulan, untuk tidak mengasosiasikan dengan bayangan dirinya, kemudian di usia 21 bulan, seorang bayi dapat mengenali bayangan dirinya sendiri. 

Publikasi-publikasi penting yang memulai cognitive revolution adalah:

    1. “The Magical Number Seven, Plus or Minus Two”, artikel yang ditulis oleh George A. Miller untuk Psychological Review pada tahun 1956
  • A Study of Thinking, buku yang ditulis oleh Jerome Bruner pada tahun 1956
    1. Perception and Communication, buku yang ditulis oleh Donald Broadbendt yang diterbitkan pada tahun 1958
    2. “Review of Verbal Behavior, by B.F. Skinner” oleh Noam Chomsky yang dipublikasikan pada tahun 1959
    3. “Elements of a Theory of Human Problem Solving” oleh Newell, Shaw, dan Simon 
  • Cognitive Psychology, buku yang ditulis oleh Ulric Neisser dan diterbitkan  pada tahun 1967

Cognitive Revolution berkembang melampaui psikologi kognitif. Revolusi Kognitif mencakup bidang pendidikan, psikologi eksperimental (mempelajari pikiran manusia di laboratorium atau dalam eksperimen), liguistik atau studi bahasa, ilmu komputer, artificial intelligence dan neuroscience. Studi modern mengenai kognisi memunculkan kemungkinan bahwa otak manusia dapat dimengerti dan dianalisis seperti sistem komputasi yang kompleks.

Diawal berkembangnya cognitive revolution, George Miller mengemukakan bahwa manusia dapat memberi label, mengukur, atau mengingat tujuh item sekaligus, termasuk nada, angka, kata atau frasa. Itu berarti otak manusia harus dibatasi oleh tujuh (ditambah atau dikurang dua) unit, yang Miller sebut sebagai “chunks” atau potongan.

Ahli Bahasa, Noam Chomsky, mengemukakan bahwa manusia dapat memproduksi dan mengerti jumlah kalimat novel yang tak terbatas.

Manusia cenderung menginternalisasi grammar, atau peraturan-peraturan, daripada menghafalkan respons-respons. Jerome Brunner menganalisis manusia sebagai pemecah masalah yang konstruktif, bukan sebagai media pasif saat manusia menguasai sebuah konsep baru.

Pada tahun 1960, Bruner dan Miller menemukan Harvard Center for Cognitive Studies, yang menginstitusikan revolusi kognitif dan meluncurkan bidang ilmu kognitif. 

Lima gagasan utama dari revolusi kognitif yang dikemukakan oleh seorang ahli kognitif dari Harvard University, Steve Pinker, dalam bukunya The Blank State (2002) adalah: 

  1. umpan balik”
  2. “Pikiran manusia tidak bisa menjadi blank slate (batu tulis kosong), karena blank slate tidak melakukan apapun”
  3. “Beragam perilaku yang tak terbatas dapat dihasilkan dari program kombinatorial yang terbatas dalam pikiran”
  4. “Mekanisme mental yang universal dapat mendasari variasi yang dangkal antar budaya.”
  5. “Pikiran manusia adalah sistem kompleks yang terbentuk dari banyak bagian yang berinteraksi”

Bagaimana Pendekatan Psikologi Kognitif Terbentuk

Pada awal abad ke-20, lahirlah teori Behaviorisme yang mengalami perubahan konsep radikal. Aliran behaviorisme mengatakan bahwa otak manusia adalah otak pasif yang memandang bahwa otak manusia dan binatang semata-mata hanya psikologi stimulus-respon (Solso, 2007).

Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1932 terjadi sebelum kebangkitan Revolusi kognitif seorang behavioris dari Universitas California yang bernama Edward C. Tolman. Tolman menerbitkan sebuah buku yang menjelaskan tentang eksprimen terhadap tikus yang ditempatkan dalam labirin dengan mempelajari stimulus-respon darinya. Saat itu, psikologi kognitif  terbentuk dari pemikiran behavior.

Akan tetapi, Perang Dunia II membawa minat pada studi tentang kognisi. Pada masa itu, dibutuhkan pemahaman tentang human factor.

Studi dibutuhkan untuk menjawab bagaimana prajurit dapat memusatkan perhatian dengan lebih baik serta akurat dalam penglihatan dan pendengaran.

Hal ini kemudian mendasari lahirnya alat tes psikologi untuk tentara yang berhubungan dengan inteligensi/bakat 

Sedangkan awal lahirnya psikologi kognitif modern yakni sekitar tanggal 1 September 1956 pada simposium di Massachusetts Institute of Technology Saat itu, banyak informasi yang dipublikasikan melalui tulisan artikel tentang atensi (attension), memory, bahasa (languange) dan lain sebagainya. Pada saat itu psikologi kognitif mendapat apresiasi dan antusiasme yang tinggi sehingga perkembangan psikologi kognitif sangat cepat.

Selanjutnya, beberapa tahun kemudian dengan melewati berbagai eksprimen dari berbagai tokoh maka psikologi kogntif terbentuk pada tahun 1960-an. Adapun tokoh dari psikologi kognitif adalah Edward C. Tolman (1886-1959) dengan mengembangkan konsep peta kognitif, beliau juga merupakan behavioris dari Universitas California di Berkeley dengan menerbitkan buku yang pertamanya berjudul “Purposive Behavior In Animals and Men” Buku yang menjadi bukti resmi diakuinya psikologi kognitif itu terdiri dari enam bab; yaitu dua bab tentang persepsi dan perhatian, dan empat bab tentang bahasa,

Pendeketan Kepribadian Menurut Psikologi Kognitif

  • Teori George A. Kelly (Personal Construct Theory)

Teori konstruksi pribadi George A. Kelly paling sering disebut sebagai teori kepribadian kognitif modern pertama. Kelly mengusulkan dan menjelaskan metafora “orang sebagai ilmuwan.” Menggambar teori-teori Heider dan peneliti atribusi, Kelly mengusulkan agar orang menggunakan pengamatan untuk mengembangkan kepercayaan tentang diri mereka dan dunia mereka.

Pengamatan ini disusun menjadi konstruksi pribadi, yang dijelaskan oleh Kelly dalam istilah yang sangat mirip dengan konsep schemata kognitif saat ini.

Skema kognitif adalah organisasi yang berarti dari potongan pengetahuan terkait. Kelly mengusulkan agar orang membuat prediksi dan interpretasi mengenai pengalaman mereka berdasarkan konstruksi pribadi mereka (atau schemata), dan mereka berusaha untuk berperilaku dengan cara yang sesuai dengan konstruksi pribadi mereka.

  • Teori Albert Bandura (Social Cognitive Theory)

Bandura, salah satu teoretikus kontemporer terkemuka di bidang ini, telah mengambil pendekatan ini lebih jauh lagi, mengembangkan apa yang dia sebut teori sosial-kognitif (1986, 2006).

Teorinya menekankan reciprocal determinism, di mana faktor penentu eksternal perilaku (seperti penghargaan dan hukuman) dan faktor penentu internal (seperti kepercayaan, pemikiran, dan harapan) adalah bagian dari sistem pengaruh interaksi yang mempengaruhi perilaku dan bagian lain dari sistem. (Bandura, 1986).

Dengan kata lain reciprocal determinism adalah gagasan bahwa perilaku dikendalikan atau ditentukan oleh individu melalui proses kognitif, dan oleh lingkungan, melalui peristiwa stimulus sosial eksternal. 

Dalam model Bandura, tidak hanya lingkungan mempengaruhi perilaku tapi juga perilaku dapat mempengaruhi lingkungan.

Sebenarnya, hubungan antara lingkungan dan perilaku adalah hal yang timbal balik: Lingkungan mempengaruhi perilaku kita, yang kemudian mempengaruhi jenis lingkungan tempat kita berada, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi perilaku kita, dan seterusnya.
Albert Bandura memperluas teori kepribadian kognitif dengan menggambarkan proses pembelajaran observasional atau perwakilan dan peran struktur kepercayaan seperti self-efficacy (adalah keyakinan akan kemampuan seseorang untuk mencapai hasil yang diharapkan).

Bandura sepakat bahwa orang berkembang dan berubah sebagai konsekuensi dari penghargaan langsung dan hukuman yang mereka terima dari lingkungan. Imbalan dan hukuman ini terjadi sebagai konsekuensi tindakan mereka (dasar pengkondisian operan). Namun, kita juga belajar dengan mengamati orang lain (model) dan mencatat konsekuensi akibat perilaku mereka.

Keyakinan self-efficacy bergantung pada sejumlah faktor, termasuk pengalaman langsung sebelumnya, pembelajaran observasional, persuasi sosial, dan penilaian diri dan interpretasi keadaan emosional saat ini dan masa lalu. 

 

Daftar Pustaka

Susan N.H., Barbara F., Geoffrey L., & Willem W. (2009) Atkinson & Hilgard’s Introduction to Psychology.

Lundin, Robert W. (1991)  Theories and Systems of Psychology 4th ed. Canada, Heath and Company

Kendra, C. (June 25, 2017). What Is Reciprocal Determinism?. Retrieved from https://www.verywell.com/what-is-reciprocal-determinism-2795907

Cognitive Personality Theories. (n.d). Retrieved from https://psychology.iresearchnet.com/counseling-psychology/personality-theories/cognitivepersonality-theories/

Charlotte. (October 2016).  What are the limitations of the cognitive approach to psychology?   Retrieved from https://www.mytutor.co.uk/answers/7026/ALevel/Psychology/What+are+the+limitations+of+the +cognitive+approach+to+psychology%253F

Sejarah Walisongo : Awal Mula Perkembangan Pesat Islam di Tanah Jawa

Sejarah Walisongo

Gambar Walisongo (Sumber :Arrahim.id)

Sejarah Walisongo – Walisongo merupakan tokoh Islam di Nusantara yang menyebarkan agama pada abad ke-15. Tokoh ini merupakan salah satu tokoh yang dihormati, serta memiliki pengaruh terbesar dalam penyebaran Islam sampai saat ini.

Jawa yang dulunya berada di bawah kerajaan Majapahit, kebanyakan, warganya menganut Hindu sebagai agamanya. Banyak sekali budaya hindu yang masih terjaga di Indonesia sampai saat ini.

Walisongo yang merupakan utusan Sultan Mehmed I, memberikan dakwah kepada mereka dengan berbagai upaya agar Islam pun dapat dikenalkan oleh warga Jawa, seperti melalui perdagangan, pendidikan, maupun akulturasi budaya.

Read on »