Archive for the ‘Uncategorized’ Category

Tentu tidak jarang melihat orang menjual stiker atau memajang identitas mereknya sesuai kebutuhan masing-masing.

Namun, stiker itu sendiri memiliki jenis bahan yang banyak orang belum mengetahuinya. Berbagai varian tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, sehingga Anda perlu mengetahui stiker mana yang tepat untuk kebutuhan Anda.

Saya mengambil data harga di Dhika4print,  tempat cetak stiker terdekat di sekitar Cibubur yang merupakan tempat partner UMKM untuk alat marketing di Cibubur.

Dengan ukuran stiker A3, sekitar 15-40 stiker bisa dibuat dari satu kertas, tergantung besar kecilnya desain yang digunakan. Di kampus sendiri, jualan stiker justru sangat menguntungkan. Bahkan satu stikernya yang dijual Rp3000-Rp5000 sebenarnya sangat menguntungkan bagi mereka.

Oleh karena itu buat mahasiswa yang penasaran harga modal stiker, yuk di cek penjelasan dibawah.

Jenis-jenis stiker, kelebihan dan kekurangannya, serta harga dari masing-masing jenisnya (harga disesuaikan jumlah pemesanan).

Jenis-jenis Stiker, Kenali Kelebihan dan Kekurangannya

Stiker HVS

Stiker HVS adalah jenis stiker kertas tanpa permukaan glossy. Orang sering menggunakan stiker ini untuk keperluan bisnisnya karena bahan dasarnya yang murah. Stiker jenis ini tidak tahan air, sehingga penggunaannya lebih terbatas dibandingkan dengan stiker plastik.

Harga Stiker HVS

  • 1 – 10 = Rp8.000K
  • 11 – 100 = Rp 5.000K
  • > 101  = Rp 4.500K

Stiker Craft

Stiker Craft adalah stiker kertas dengan warna dasar agak kecoklatan. Jenis stiker ini memiliki hasil akhir yang tidak mengkilap. Banyak juga yang menggunakan stiker kerajinan untuk menciptakan kesan tertentu dari bahannya. Harganya sama dengan stiker HVS. Kekurangannya sama, tidak tahan air.

Harga Stiker Craft

  • 1 – 10 = Rp8.000K
  • 11 – 100 = Rp 5.000K
  • > 101  = Rp 4.500K

Stiker Chromo

Nah ini dia, stiker favorit semua orang, termasuk mahasiswa, biasanya pake bahan chromo untuk berjualan karena kualitas bahan yg bagus.

Stiker Chromo sendiri terbuat dari kertas, namun bahannya kelihatan seperti dari plastik. Tampilannya yang agak mengkilap membuat stiker ini selalu dicari orang, apalagi bahannya yang murah. Kekurangannya sama dengan stiker berbahan kertas lainnya, tidak tahan air dan tidak tahan gores.

Harga Stiker Craft

  • 1 – 10 = Rp8.000K
  • 11 – 100 = Rp 5.000K
  • > 101  = Rp 4.500K

Kalo misalnya kita menghitung secara simpel, biasanya 1 kertas A3 bisa mencetak 40 gambar desain. Anda mencetak 11 kertas dengan berbagai variasi desain agar menjadi lebih murah (5K * 11 = 55K). Jumlah stiker Anda 40 berarti 40 * 11 = 440 total stiker.

kalau dijual Rp3K dan laku semua totalnya Rp3.000 *440 = Rp1.320.000, sangat menguntungkan bukan? usaha yg menggunakan tenaga lebih adalah ketika temen-temen mengguntingnya secara manual (karena kalo tambahan mesin, akan ada biaya tambahan Rp.8.000 per kertas.

Kalaupun cuman terjual setengah atau 1/4 nya, udah sangat untung sih, makanya berjualan stiker ini selalu ada di kampus. Jika memang tidak laku, coba jualnya di semester berikutnya, fakultas lain, ataupun tahun ajaran baru.

Stiker Vynil

Stiker Vynil mirip dengan stiker chromo, tampilannya yang agak glossy, namun bahan dasarnya dari plastik. Intinya, karena menggunakan plastik, stiker ini tahan air dan tahan gores. Kalau ingin membuat stiker berkualitas, boleh menggunakan stiker vynil. Banyak juga yang menggunakan stiker ini untuk berjualan karena bahannya yang tahan air, cocok untuk ditaro di motor.

Temen-temen mungkin bisa mengalahkan saingan yang menggunakan stiker Chromo yang tidak tahan air dengan menjual harga yang sama.

Harga Stiker Vynil

  • 1 – 10 = Rp15.000K
  • 11 – 100 = Rp 11.000K
  • > 101  = Rp 9.000K

Stiker Silver

Stiker Silver merupakan jenis stiker yang terbuat dari bahan plastik dengan tampilan warna silver seperti yang ada di contoh.

Bisa juga dicetak full color, sesuai dengan desain yang dimasukkan. Stiker silver termasuk stiker yang mahal, biasanya memang digunakan untuk tujuan pemasaran dengan kualitas bahan yang tinggi.

Harga Stiker Silver

  • 1 – 10 = Rp25.000K
  • 11 – 100 = Rp 20.000K
  • > 101  = Rp 15.000K

Nah itu dia sekilas penjelasan buat stiker. Kalau memang teman-teman mau berjualan stiker di kampus, mungkin bisa lebih di cek detailnya, di website Dhika4Print  untuk lebih detail, termasuk pilihan fotonya.

Di setiap waktu, perlu adanya perlindungan terhadap anak. Apalagi anak yang masih di bawah umur rentan terhadap kekerasan di lingkungan. Namun, selama masa pandemi, kegiatan anak umumnya berada di sekitaran rumah.

Buktinya, tingkat kekerasan anak malah meningkat di masa pandemi. Hal ini menyatakan bahwa anak belum tentu aman berada di rumah beserta pengawasan orangtua. Pandemi covid-19 sangat mempengaruhi segala aspek, termasuk di bagian keluarga.

Apalagi, terjadi masalah ekonomi keluarga, kehilangan penghasilan, maupun persoalan lainnya. Hal inilah salah satu faktor yang menyebabkan bahwa anak mendapatkan kekerasan dari pihak keluarga itu sendiri.

Valentina Gintings, Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi, berdasarkan data SIMFONI PPA, menyebutkan bahwa pada 1 Januari – 19 Juni 2020 telah terjadi 3.087 kasus kekerasan terhadap anak, diantaranya 852 kekerasan fisik, 768 psikis, dan 1.848 kasus kekerasan seksual, angka ini tergolong tinggi.

Angka tersebut terus meningkat selama masa pandemi. Sehingga, perlu adanya upaya penanganan untuk tindakan kriminal ini.

Kemen PPPA (Kementerian Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak) telah memberikan Layanan Psikologi Sehat Jiwa (SEJIWA) 119 bagi mereka yang membutuhkan, mulai dari layanan edukasi, konsultasi, dan pendampingan.

Dosen dari IPB departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK), Dr Yulina Eva Riany menjelaskan bahwa sejak ditemukannya kasus Covid-19 awal Maret lalu, Pemerintah Pusat telah memberlakukan kebijakan 3B, yaitu Belajar dari rumah, Bekerja dari rumah, dan Beribadah dari rumah (Ikhsan, 2020).

Penjelasan kekerasan anak selama masa pandemi dapat dijelaskan melalui teori kriminologi. Mulai dari penyebabnya terjadi kekerasan, resiko yang terjadi, hingga cara mengatasinya.

 

Penyebab Terjadi Kekerasan Anak Melalui Pandangan Studi Kriminologi

Salah satu penjelasan mengenai tindakan kriminal anak adalah social disorganization theory dari social structure theory. Social disorganization theory menghubungkan antara tingkat kriminalitas dengan karakteristik ekologis dari suatu lingkungan.

Tindakan kriminal dari suatu wilayah berkaitan dengan permasalahan yang terpenuhi bagi mereka, seperti pendidikan, kesehatan, dan permasalahan ekonomi.

Dengan lingkungan seperti yang disebutkan, maka tingkat stres pun mengalami kenaikan dan social control pun mengalami penurunan (social control yang dimaksud seperti keluarga, sekolah, tetangga, pemilik usaha, gereja, penegak hukum, dan jasa layanan sosial).

Kembali kepada kasus tingkat kekerasan anak di masa pandemi covid-19, hal ini menjelaskan bahwa permasalahan yang terdapat di lingkungan, dapat memuncul perilaku kekerasan terhadap anak.

Apalagi, di masa covid-19, permasalahan ekonomi dapat dirasakan oleh setiap orang. Pembatasan aktivitas yang dilakukan diluar menyebabkan sebagian masyarakat tidak dapat mencari nafkah atau ada juga yang dikurangi penghasilannya.

Penurunan permasalahan ekonomi pada orang tua menyebabkan anak menjadi sasaran pelampiasan stres yang dialaminya.

Selain itu, di dalam teori the social ecology school, berasal dari ahli ekologi sosial kontemporer, menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara kriminalitas dan memburuknya komunitas dan perekonomian.

Lingkungan yang buruk, dipenuhi tindakan kriminal, serta permasalahan ekonomi pada keluarga dapat menyebabkan timbulnya tindakan kriminal, salah satunya adalah kekerasan anak di masa pandemi ini.

 

 

Berikut merupakan pembahas mengenai teori the social ecology school.

  1. Community Deterioration

Pandemi covid-19 dapat berdampak pada dua hal, memajukan sebuah komunitas atau komunitas mengalami kemunduran.

Kemajuan yang dialami sendiri adalah kemajuan teknologi & komunikasi. Segala kegiatan pun diubah modelnya menjadi kegiatan online, mulai dari perdagangan hingga proses kegiatan belajar mengajar. Hal ini membuktikan bahwa manusia mengalami kemajuan dalam penggunaan teknologi di segala berbagai aspek kehidupannya.

Namun, ada juga kerugian yang disebabkannya. Kegiatan perekonomian di suatu komunitas dapat menurun akibat adanya masa pandemi. Apalagi, setiap individu yang mengalami permasalahan, berada di rumah, sehingga anak pun mendapatkan perlakuan kekerasan dari lingkungan keluarga itu sendiri.

  1. Poverty Concentration

Tingkat kemiskinan memiliki hubungan dengan tindakan kriminal. Hal inilah yang terjadi pada anak selama masa pandemi. Penurunan pendapatan dapat menyebabkan timbulnya kekerasan anak.

  1. Chronic Unemployment

            Dalam penelitian menyebutkan, bahwa pengangguran dapat menjadi prediktor adanya kriminalitas jika disertai dengan faktor keluarga yang tidak stabil. Populasi dengan kriteria tersebut dapat menghasilkan keturunan yang rentan melakukan kekerasan dan agresi.

Berbagai tindakan kriminal pun dapat dilakukan seseorang, termasuk kekerasan terhadap anak.

  1. Community Change

Perubahan kegiatan di dalam komunitas yang sangat cepat dapat meningkatkan tindakan kriminal, contohnya adalah masyarakat yang biasanya melakukan aktivitas, sekarang harus melakukannya di rumah, sehingga tindakan kriminal pun cenderung meningkat.

Selain itu, kasus ini dapat dijelaskan melalui salah satu teori kriminologi, rational choice theory. Teori ini menjelaskan bahwa  Keputusan untuk melakukan kejahatan dibentuk proses berpikir, emosi manusia, hubungan sosial, kemampuan individu, dan karakteristik lingkungan.

Dari teori ini, kenapa tindakan kekerasan anak dilakukan, disebabkan tindakan tersebut dapat dilakukan. Berikut merupakan penjelasan mengenai rational choice theory

  1. Choosing The Type of Crime.

Pemilihan kejahatan bergantung pada kondisi pasar saat ini dan peluang yang ada. Anak & orang tua yang terlalu lama berada di rumah merupakan salah satu kondisi yang dapat menyebabkan meningkatnya peluang terjadi kekerasan anak.

  1. Choosing The Time and Place of Crime.

Waktu dan tempat yang selalu bersama, oleh anak dan orang tua, menyebabkan kekerasan anak dapat dilakukan

  1. Selecting the Target of Crime

Dikarenakan kondisi anak yang rentan menjadi target tindakan kekerasan, peluang tindakan kriminal pun semakin tinggi untuk dilakukan.

 

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Graif (2017), Lingkungan yang kebanyakan tergolong sangat miskin lebih banyak mengalami kasus kekerasan anak dibandingkan dengan lingkungan miskin di daerah perumahan.

Tindakan kekerasan orangtua terhadap anak sering kali juga disebabkan karena masih dianutnya praktek-praktek budaya yang hidup dalam sebagian besar dimana status anak dipandang rendah, dikarenakan tidak memenuhi harapan orang tua (Nugroho 2002, dalam Sulisrudatin, 2020) .

Hal ini menunjukkan bahwa kekerasan anak dapat disebabkan karena tingkat kemiskinan dari keluarga itu sendiri.

 

Bagaimana dampak kekerasan terhadap anak itu sendiri ? terdapat beberapa penjelasan mengenai resiko yang dialami terjadi oleh korban menurut perspektif studi kriminologi.

Masjid As-Salam, Masjid Yang Paling Sering Saya Kunjungi

masjid as salam

Konten kali ini cuman pengen sharing masjid yang ada di dekat rumah saya Masjid As-Salam. Masjid ini sudah didirikan jauh sebelum saya lahir, yaitu pembangunannya sekitar tahun 1994.

Masjid As-Salam berlokasi di Jatiwarna, Rw. 05, Pondok Melati, RT.007/RW.005, Jatiwarna, Kec. Pd. Melati, Kota Bks, Jawa Barat 17415, lapangan tongkrongan anak Pondok Melati Indah.

Masjid ini merupakan pusat kegiatan Islam yang ada di Pondok Melati Indah. Berbagai kegiatan bermanfaat pun diadakan di dalam masjid ini.

Arsitektur Masjid As-Salam

Masjid ini memiliki kapasitas sekitar 150-200 orang. Dengan dua menara disisi kiri dan kanan, masjid ini menggunakan kubah galvalum sebagai atapnya. Simpelnya, kubah galvalum itu kubah yang terbuat dari baja, walaupun sudah lama, kubah ini tidak berkarat.

Sudah 20 tahun lebih dan sampai sekarang, masjid ini kokoh dan menampilkan kemegahannya. Didalamnya, sekarang sudah ada AC, jadi kalau ingin bermalam di masjid, sangat nyaman dan direkomendasikan.

Hanya saja dulu, sempat ada pencurian jam masjid, jadi sekarang sudah tidak terbuka walaupun sudah minta izin.

Masjid ini sendiri terdiri dari 2 lantai, dimana lantai atas digunakan untuk shalat dan bagian lantai bawah digunakan untuk kegiatan lainnya serta sekolah TK. Setiap jumat, lantai bahwa digunakan untuk kepentingan shalat jumat.

 

Pengalaman Saya di As-Salam

Namun, semenjak masa pandemi, kegiatan masjid pun berkurang, saya sendiri menjadi lebih jarang menunaikan shalat di masjid.

Ingat ketika dulu di hari jumat, tiap solat jumat saya mengantri makan 2 ronde buat makan siang dan malam. Maaf kalo terdengar serakah, tapi abang nya sudah kenal saya sejak lama, jadi tetap dikasih.

Masjid ini juga tetap memberikan kontribusi yang besar. Setiap ada musibah yang terjadi, tim DKM langsung dihubungi untuk membawakan mobil ambulans dan mengantar langsung ke RS.

Ingin rasanya pandemi segera usai, agar kegiatan bisa kembali normal seperti sebelumnya. Namun semuanya sudah kehendak dari Allah SWT, Ia-lah yang memutuskan segala sesuatu.

Banyak juga cerita sesama DKM Remaja As-salam yang dulu sering membuat kegiatan buat anak-anak sekitar. Semoga kedepannya bisa aktif lagi untuk generasi seterusnya.

 

 

 

Apa itu Depresi ?

Depresi merupakan gangguan mood yang  menyebabkan perasaan sedih dan  kehilangan minat yang terus-menerus. Hal  tersebut mempengaruhi perasaan pikiran,  dan perilaku yang dapat menyebabkan  masalah emosional maupun fisik. 

–Mayo Clinic, 2018

Gejala Dari Depresi

Emotional symptoms 

  • Unpleasant feeling 
  • Merasa murung, disforia

Behavioral symptoms

  • Gerakan lambat, bicara lambat  (psychomotor reterdation) 
  • Gerakan terlalu cepat, terburu-buru  (psychomotor agertation)

Cognitive symptoms 

  • Berpikir lambat dan sulit berkonsentrasi 
  • Mudah terdistraksi 

Emotional symptoms 

  • Social withdrawal dan inisiatif berkurang 
  • Tidak memperhatikan penampilan 

Somatic symptoms

  • Lelah, tidak bersemangat 
  • Sulit tertidur dan sering terbangun  atau tidur sangat lama
  • Nafsu makan berkurang, makanan  terasa hambar atau nafsu makan  bertambah

Depresi Dalam Kebencanaan

Depresi dapat menjadi salah satu permasalahan besar setelah terjadinya suatu
bencana. Dari data Management of Loss and Death (2018), kemungkinan terjadinya depresi pasca bencana adalah 17%-45%. Komorbiditas pada PTSD dan Depresi juga sangat umum, mencapai 35% – 68%.

Kemunculan Depresi pada penyintas suatu bencana juga dapat terjadi atau dipengaruhi dari bagaimana komunitas mengelola kehilangan dan kematian yang terjadi.

Menurut studi WHO (2019), ditemukan bahwa 1 dari 5 orang yang pernah mengalami bencana dalam hidupnya cenderung memiliki gangguan mental, salah satunya adalah depresi. Banyak kasus depresi ditemukan di berbagai penyintas bencana, seperti pada bencana tsunami Palu-Donggala yang terjadi pada tahun 2018 lalu.

Karakteristik dari Penyintas yang rentan terkena Depresi pasca bencana1.

  1. Tingginya tingkat pengelakan (avoidance) pada satu minggu awal
    sebelum bencana.
  2. Dekat / terpapar pada korban meninggal
  3. Rendahnya social support
  4. Merupakan anggota komunitas terjadinya bencana dalam waktu yang
    lama
  5. Memiliki kecenderungan/sudah mengalami depresi sebelum bencana
    terjadi

Untuk tipe depresi sendiri akan saya coba jelaskan secara singkat dan bagaimana ciri-cirinya.

Major Depressive Disorder

Berdasarkan DSM-5, lima atau lebih gejala di samping harus muncul dalam dua minggu dan mewakili perubahan fungsi yang terjadi, setidaknya salah satu gejala yang muncul adalah suasana hati yang murung dan kehilangan ketertarikan terhadap aktivitas yang biasa dilakukan.

Persistent Depressive Disorder

Persistent depressive disorder merupakan kondisi depresi ringan kronis yang telah hadir selama
bertahun-tahun. Berdasarkan DSM-5, individu mengalami suasana hati yang murung selama dua
tahun. Minimal ada dua atau lebih gejala dari poin-poin yang ada.

  • Nafsu makan berkurang atau berlebih
  • Insomnia atau hypersomnia
  • Kelelahan atau memiliki energi yang sedikit
  • Self-esteem yang rendah
  • Sulit berkonsentrasi dan membuat keputusan
  • Rasa keputusasaan

Premenstrual dysphoric disorder (PMDD)

PMDD merupakan berbagai gejala yang berhubungan dengan suasana hati yang terjadi berulang kali selama fase premenstruasi dan kemudian berkurang saat onset atau segera setelah menstruasi. Gejala yang dimunculkan minimal 5 atau lebih dari poin-poin yang ditampilkan

  • Mood labil
  • Mudah marah
  • Disforia
  • Kecemasan
  • Mempengaruhi kemampuan kognitif (kesulitan berkonsentrasi, merasa kewalahan, dan di
    luar kendali),
  • Gejala somatik (kelesuan, perubahan nafsu makan, masalah tidur, dll).

Penyintas bencana sendiri dapat rentan terhadap berbagai hal. Sehingga, kenali batasan Anda dengan kemampuan yang dimiliki ketika berada di lokasi kebencanaan sebagai relawan.

Neuropsikologi adalah studi mengenai hubungan antara fungsi otak dan saraf dengan perilaku, yang meliputi pemahaman, asesmen, dan penanganan perilaku maladjustive yang secara langsung berhubungan dengan fungsi otak. Neuropsikologi klinis 🡪 ilmu terrapan mengenai pernyataan perilaku difungsi otak.

Asemen 🡪 noninvasif – menguraikan fungsi otak (dari kinerja pasien) bedasarkan tes baku berdasarkan indikator yang melihat hubungan otak dan perilaku.

Sejarah: Edwin Smith (3000-1700 SM) lokasisasi otak, abab ke-19, kerusakan pada area korteks behubungan dengan kecacatan perilaku tertentu. 1861, paul broca, menemukan bagian khusus mempengaruhi ucapan motorik. Di awal abad ke-20 Karl Lashley mengusulkan konsep equipotentiality, menyatakan bahwa meskipun ada lokalisasi, sebenarnya korteks berfungsi secara utuh daripada berfungsi sebagai bagian yang terpisah  teori alterrnatif Model fungsional, Jackson 🡪 Luria, berbagai fungsi otak berinteraksi dalam menghasilkan perilaku tertentu.

Struktur dan fungsi (berdasarkan hemisfer dan bagian otak)

Cedera otak 

Metode Asesmen Neuropsikologis

Battery test, process/flexible approach or the hypothesis-testing approach.

  • Prosedur neurodiagnostik 🡪 Eegs, PET, X-Rays, spinal taps, CAT –> SPECT, FMRI  
  • Area pengujuan Fungsi kognitif 🡪 Intelektual, penalaran abstrak, memory, visual perceptual processing., language functioning.
  • Batery test (Halstead-Reitan dan Luria-Nebraska).
  • Variabel yang Mempengaruhi Kinerja pada Tes Neuropsikologis 🡪 jk, usia, tingkat pendidikan pasien mempengaruhi nilai dalam interpretasi. Hal yg baru, pasien bermotivasi pura-pura sakit (malingering).
  • Intervensi dan rehabilitasi. Neuropsikolog sering didorong ke dalam peran koordinasi perawatan kognitif dan perilaku pasien yang telah menunjukkan penurunan kognitif dan perilaku sebagai akibat dari disfungsi otak atau cedera. Pedoman umum untuk merumuskan jenis tugas rehabilitasi (Golden et al., 1992):
    • Ini harus mencakup keterampilan yang terganggu yang sedang seseorang formulasikan kembali.
    • Terapis harus dapat memvariasikan tugas dalam kesulitan dari tingkat yang sederhana bagi pasien ke tingkat yang mewakili kinerja normal.
    • Tugas harus dapat dikuantifikasi, sehingga kemajuan dapat dinyatakan secara objektif.
    • Tugas harus memberikan umpan balik langsung kepada pasien.
    • Jumlah kesalahan yang dibuat oleh pasien harus dikontrol.
  • Concluding remark
  1. Training 🡪 basis pengetahuan yg dipelukan: (a) inti psikologi geologi (statistik, pembelajaran, psikologi sosial, psikologi fisiologis, psikologi perkembangan, sejarah); (b) inti klinis generik (psikopatologi, psikometri, penilaian, intervensi, etika); (c) neurosains dan neuropsikologi dasar manusia dan hewan (neuroanatomi fungsional, teknik neurodiagnostik, neurokimia, neuro-psikologi perilaku); dan (d) pelatihan neuropsikologis klinis spesifik (desain penelitian dalam neuropsikologi, teknik penilaian neuropsikologis khusus, teknik intervensi neuropsikologis khusus).
  2. Masa depan 🡪 memusatkan perhatian di memprediksi/memfasilitasi pemulihan dari cedera otak.

 

Spesialisasi Psikologi Klinis Bidang Psikologi Pediatrik dan Psikologi Klinis Anak

Psikologi Pediatrik merupakan bidang interdisipliner yang menyangkut fungsi dan perkembangan fisik, kognitif, sosial dan emosional yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan sakit pada anak, remaja, dan keluarga (Sutardjo, 2012). Psikologi Klinis anak merupakan psikologi terapan yang menangani penyimpangan psikologis (perilaku) pada anak dan remaja.

Proses adaptasi dialami tergantung dari resilien seseorang. Resilience adalah kualitas individual dengan kemampuan menangani adversity dan mencapai perkembangan yang baik.

  • Aktivitas (asesmen, intervensi, prevensi, dan konsultasi)
  • Masalah klasifikasi dan diagnosis (PPDGJ 🡪 DSM IV)
  • Asesmen (wawancara, observasi perilaku, dilanjutkan dengan tes kecerdasan, tes prestasi, tes proyektif, kuisioner, asesmen neuropsikologis, serta asesmen kognitif. Untuk mendapatkan hasil asesmen yang baik dan akurat, terapis ataupun asesor perlu untuk membangun good rapport terhadap klien).

Pelatihan: PRH (segala aspek dalam perrkembangan yg dapat mempengauhi asesmen, diagnosis, penanganan dan hasil),Psikopatologi pekembangan (abnomal dan gangguan yg berkaitan dgn mental dan emosional), metode asesmen, keluarga, dan anak, Strategi-strategi intervensi yang berhubungan dengan anak, remaja, keluarga, orangtua, sekolah, serta komunitas, metode riset dan evaluasi sistem,masalah professional, etik, dan hukum bagi anak sebagai client dan dirinya sebagai psikolog yang menangani, masalah diversitas seperti perbedaan etnik dan kultur, karna dapat berpengaruh bagi penafsiran data asesmen, jenis intervenci, sistem multi-disiplin dan servis penyampaian, promosi pencegahan, dukungan keluarga, dan kesehatan karna psikolog perlu memperhatikan tidak hanya kondisi anak saat itu namun juga masa depannya, masalah sosial yang berpengaruh pada anak, remaja, dan keluarga, pengalaman spesialis di bidang asesmen, intervensi, dan konsultasi

Definisi Stiff Upper Lip

Keep A Stiff Upper Lip’ merupakan sebuah frase yang populer di negara barat yang menandakan sebuah otot bibir atas yang mengencang. Hal ini ditandakan karena seseorang mencoba untuk menjaga emosi tetap tersimpan / tersembunyi daripada harus mengeluarkan emosi (Kuhnke, 2007).

The stiff Upper lip (bibir atas yang kaku)  lahir dari era British Empire, dimana anak muda yang memiliki edukasi di sekolah Inggris harus memiliki karakter ‘Do your duty and show no emotions’ yang artinya lakukan pekerjaanmu tanpa harus menunjukkan emosi. Hal ini digunakan untuk menjaga martabat seseorang dalam melakukan tugasnya (Kuhnke, 2007).

Sikap ini memiliki kaitan bagaimana Inggris memandang diri mereka sendiri sebagai sebuah bangsa, terutama pada saat krisis dan kesulitan selama masa peperangan. Pada era ini, ‘stiff the upper lip’ tidak dapat sepenuhnya dipisahkan dari etos militer masa perang meskipun ada juga contoh lainnya pada masa damai ketika negara tersebut mengalami bencana alam, pada umumnya masyarakatnya mencoba melakukan hal tersebut sembari membantu tetangga dan teman melalui masa sulit (Laurent, 2018).

Penelitian Sebelumnya

Dalam Penelitian yang dilakukan oleh Richards & Gross (2000) menemukan bahwa kelompok yang mencoba menahan emosinya setelah diberikan sebuah video yang menimbulkan emosi negatif memiliki performa yang lebih buruk ketimbang orang yang hanya menonton video saja. Studi ini menunjukkan bahwa orang yang menahan (suppress) emosinya setelah menonton video cenderung kurang percaya diri dengan memori yang dimilikinya ketimbang orang yang hanya menonton saja. 

Selain itu dalam penelitian lanjutannya Richards, Butler, & Gross (2003) Menemukan dalam penelitiannya mengenai menahan perasaan dalam hubungan asmara menunjukkan bahwa orang yang menahan emosinya dalam percakapannya memiliki performa yang lebih buruk dalam  mengingat percakapannya.  Dicontohkan dalam buku Kuhnke (2007), bahwa kaitan antara memori dengan menahan emosi, seperti suatu kejadian seseorang yang sedang dimarahi bosnya. Dalam peristiwa ini, orang tersebut mungkin tidak ingat secara spesifik sentimen dari bosnya dan mungkin itu harus dilakukan untuk mempertahankan pekerjaannya.

 

Contoh Stiff Upper Lip

Gambar 1. Pelajar inggris yang sedang berjalan di era abad ke-19 ke arah sekolah setelah berbaris (Laurent, 2018).


Dari foto tersebut, dilihat secara seksama, hampir seluruh pria sedang merapatkan mulutnya agar tidak terbuka. Tidak ada yang mengobrol, tertawa, maupun bercanda, tampak dari foto ini bahwa mereka terlihat serius dalam berjalan untuk menuju ketempatnya. Banyak dari mereka yang melakukan stiff upper lip, dilihat dari bibir orang yang terdepan sebelah kiri. Hal ini digunakan untuk menyembunyikan apa yang sebenarnya mereka rasakan sehingga mereka melakukan hal tersebut. Selain itu, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa pada era ini, frasa ‘do your duty and show no emotion’ benar-benar di tekan kepada masyarakatnya, hal inilah yang membentuk ekspresi wajah mereka terlihat seperti itu, terutama pada bibir bagian atas.

Gambar 2.

Seorang wanita paruh baya setelah ditinggal oleh kekasihnya karena meninggal dunia (McCaig, 2020).

Gambar tersebut mencermikan kesedihan seseorang ketika mendengar kabar duka. Hal ini sangat tampak dari ekspresi wajahnya dimana matanya sudah bekunang dengan alis mata yang menurun. Namun ia tetap mencoba tegar dengan merapatkan bibirnya, walaupun sebenarnya emosi sedihnya masih sangat terlihat jelas.

Proses Pembuatan Video

Dalam pengerjaan tugas ini, pembuatan video diawali dengan membuat penjelasan terlebih dahulu. Dalam buku Kuhn (2007) dijelaskan penjelasan mengapa seseorang melakukan hal tersebut, namun contoh yang dilakukan masih sangat kurang, sehingga saya membaca beberapa artikel lainnya mengenai makna dari gerak bibir ini. Pembuatan penjelasan dilakukan selama 3 hari. Kemudian dalam membuat skenario video, saya harus menyiapkan list apa saja yang harus disampaikan beserta dengan peragaannya. Hal ini dilakukan cukup lama walaupun pengambilan video hanya sebentar dikarenakan kondisi rumah yang selalu berisik dari pagi hingga malam, sehingga saya harus mengakalinya dengan menaruh musik di dalam video. Ditambah dengan pengeditan video, hal ini dilakukan selama 3 hari (terhitung dari hari sabtu, minggu, dan selasa).

Dalam proses pembuatan skenario, hal yang paling sulit dilakukan adalah ketika menangkap ekspresi yang sesuai dengan skenario. Ekspresi yang paling sulit adalah rasa sedih. Dikarenakan saya menggunakan fitur selfie, terkadang ekspresi sedih yang didapatkan tidak pas alih-alih melihat kamera. Saya cukup lama merekam ekspresi sedih dan berhasil menangkap apa yang saya maksud hanya beberapa detik sehingga tampak tidak jelas.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Kuhnke, E. (2017). Body language for Dummies. Chichester: John Wiley & Sons, Ltd.

Laurent, M. (2018). “The Stiff Upper Lip”: English Self-Restraint and Its Discontents. Retrieved Desember 9, 2020, from Medium: https://medium.com/@michel.laurent1/the-stiff-upper-lip-english-self-restraint-and-its-discontents-34322b310fa8

McCaig, A. (2020, Februari 3). Keeping a stiff upper lip can hurt your health following death of a loved one. Retrieved Desember 9, 2020, from Rice University News and Media Relations: https://news.rice.edu/2020/02/03/keeping-a-stiff-upper-lip-can-hurt-your-health-following-death-of-a-loved-one/

Richards, J. M., & Gross, J. J. (2000). Emotion regulation and memory: The cognitive costs of keeping one’s cool. Journal of personality and social psychology, 79(3), 410.

Richards, J. M., Butler, E. A., & Gross, J. J. (2003). Emotion regulation in romantic relationships: The cognitive consequences of concealing feelings. Journal of social and

Groupthink adalah cara berpikir yang melibatkan seseorang dalam pencarian persetujuan menjadi begitu dominan pada kelompok yang kohesif sehingga cenderung mengesampingkan penilaian realistis dari tindakan alternatif. Lahirnya groupthink ini disebabkan kekohesifan grup, isolasi sudut pandang dari grup terkait sudut pandang yang berbeda pendapat, dan pemimpin yang mengarahkan segala keputusan yang sesuai dengan dia (Irving & Janis, dalam Myers, 2010). 

Fenomena groupthink memang salah satu yang paling seru untuk dibahas. Hal ini menunjukkan sifat dan keputusan yang diambil manusia dapat dipengaruhi oleh lingkungan kelompok. Pengaruh seperti ini pun dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk mendapatkan keuntungannya masing-masing.

Manusia yang memiliki kemampuan untuk menalar dan mengkritisi pun dapat menjadi terbatas, bukan karena tidak mampu, tetapi karena unsur kesengajaan untuk tidak digunakan atau terpaksa untuk mengabaikannya. Berikut adalah ciri-ciri atau symptom dari groupthink.

Symptoms of Groupthink

  • Mengarahkan anggota dari grup menilai terlalu tinggi kemampuan dan kebenaran dari kelompok
  • An Illusion of Invulnerability, grup merasa optimisme yang berlebihan sehingga merasa bahwa kemampuannya melebihi segalanya.
  • Unquestioned belief in the group’s morality. Anggota grup menjunjung tinggi moralitas grup dan mengabaikan masalah etika dan moral yang bertentangan dengan grup.
  • Anggota menjadi close-minded 
  1.  Collective rationalization
  2. Stereotipe terhadap grup lain
  • Kelompok mendapat tekanan untuk keseragaman
  • Conformity pressure
  • Self-censorship, karena perselisihan membuat ketidaknyamanan, anggota menahan atau mengabaikan keraguan mereka.
  •  Illusion of unanimity, anggota menganggap salah bahwa setiap orang setuju dengan keputusan kelompok; diam dipandang sebagai persetujuan.
  • Mind guard, beberapa anggota melindungi anggota lain dari informasi yang dapat mengarahkan pertanyaan mengenai efektivitas dan moralitas dari keputusan grup. 

Contoh: 

Sekeluarga pendukung Jokowi mengatakan bahwa Jokowi Presiden terbaik di Indonesia selama ini. Dikarenakan kekohesifan keluarga dalam pendapatnya, pendapat mengenai Presiden Indonesia lainnya pun bisa jadi diabaikan.

Semakin kohesif grup mereka (yang dimaksud adalah keluarga), maka semakin tertutup mereka dengan pendapat yang berbeda dengan keluarga. Kesembilan simtom yang telah dijelaskan dapat menjelaskan fenomena yang terjadi.

Salah satunya adalah mind guard. Ketika terdapat pendapat mengenai pembahasan perbandingan presiden, anggota kelompok pun mencoba untuk melindungi pendapatnya serta melibatkan anggota lainnya untuk melindungi pendapatnya. Sehingga pembahasan perbandingan presiden pun hanya diambil yang menguntungkan bagi pendapat mereka saja.

 

Sejarah Psikologi Klinis di Bidang Pengetahuan & Profesi

Research

The Beginnings (1850–1899)

Ilmu psikologi menjadi salah satu ilmu riset akademik yang merupakan hasil capaian Wilhelm Wundt dari Jerman dan William James dari Amerika. Wilhelm Wundt merupakan orang pertama yang mengembangkan psikologi dalam laboratorium di Leipzig, 1879.

Di dekade yang sama, William James mengembangkan juga sebuah Laboratorium psikologi dan
penulis principles of psychology pada tahun 1890. Pengaruh kedua peneliti inilah yang telah
membantu melayani psikologi klinis bertahun-tahun.

The Advent of the Modern Era (1900–1919)

Pada era ini, beberapa peneliti terlibat besar dalam pengaruhnya terhadap psikologi klinis, salah satunya Ivan Pavlov. Ivan Pavlov dengan teorinya classical conditioning telah menjadi pusat dari teori dan penelitian lainnya. Ia juga menciptakan berbagai macam metode terapi.

Selain itu terdapat peran penting dengan pengembangan tes intelegensi oleh Binet and Simon beserta validitas dari tes tersebut pada tahun 1905. Kemudian tes ini dikembangkan pada tahun 1916 oleh penelitian Terman mengenai Binet-Simon test. Pada era ini pula dikembangkannya Army Alpha dan Beta tests.

Between the Wars (1920–1939)

Clinical Research pada era diibaratkan masih pada tahap anak-anak. Pada tahun 1930, berbagai macam tes kepribadian dikembangkan. Kemudian pada tahun 1939, Weschler mengeluarkan Wechsler-Bellevue test. Behaviorism dan Gestalt Psychology yang paling menonjol pada era ini.

Behaviorism mengajarkan pada clinician penggunaan teori conditioning dalam mengembangkan dan memberikan treatment dari behavior disorders. Gestalt psychology menguatkan pentingnya memahami keunikan persepsi pasien yang dapat berkontribusi pada masalah mereka.

World War II and Beyond (1940–Present)

Pada era ini, semakin banyak jurnal terbit yang membahas mengenai tes kecerdasan dan asesmen kepribadian. Hal ini serupa dengan tes proyektif setelah munculnya tes Rorschach dan TAT (Thematic Apperception Test). Kebanyakan dari studi tes ini membahas mengenai isu reliabilitas dan validitas.

Selain itu, pengembangan penelitian yang penting pada era ini berfokus proses dan efektifitas dari psychotherapy melalui bukti penelitian yang kuat. Salah satu peneliti penting dalam pengembangan riset mengenai terapi adalah Carl Roger (1951).

Rogers dan Dymond (1954) memberikan laporan mengenai hasil riset mereka pada proses konseling. pada tahun yang sama Julian Rotter’s mengeluarkan penelitiannya mengenai social learning and clinical psychology.

Pada tahun 1950-an, merupakan awal dari perkembangan mengenai intervensi yangberorientasi pada perilaku, tokoh penelitian ini adalah B.F. Skinner, Ogden Lindsley, dan Harry Solomon.

Joseph Wolpe pada tahun 1958 memberikan hasil penelitian mengenai pembelajaran pada hewan dan manusia, dimana penelitian yang dilakukan pada hewan di Afrika Utara relevan dengan masalah emosional manusia. Kemudian ia menciptakan metode Systematic desensitization yang biasanya digunakan untuk terapi menghilangkan respon fear atau rasa takut pada phobia.

Beberapa perkembangan penelitian yang ada pada era 1980-an psikologi merupakan bidang psychological testing and measurement dan DSM-III. Riset dan penelitian pada DSM III umumnya membahas mengenai evaluasi reliabilitas, validitas, dan penggunaan kriteria yang spesifik mengenai mental disorders. Terbitan penelitian mengenai psychological inventory, interview, dan rating scales juga meningkat.

Berikut ini merupakan beberapa perkembangan penelitian pada bidang :

1. Journal of Consulting and Clinical Psychology
2. Development and Psychopathology
3. Psychological Assessment
4. Clinical Psychology: Science and Practice
5. Journal of Clinical Child and Adolescent Psychology
6. Journal of Abnormal Psychology
7. Journal of Abnormal Child Psychology
8. Psychological Bulletin
9. Behavior Therapy
10. Psychological Science
11. American Journal of Psychiatry
12. Archives of General Psychiatry
13. Professional Psychology: Research and Practice
14. Clinical Psychology Review

Pada tahun 1990-an, para psikolog klinis mengembangkan penelitiannya pada bidang behavioral genetics. Behavioral genetics membahas mengenai genetic dan lingkungan berpengaruh terhadap perkembang perilaku yang telah dievaluasi. Penelitian ini cukup luas dalam pembahasannya, hal ini termasuk tes intelegensi, personality, dan psychopathology.

Kemudian pada era 2000-an, banyak penemuan mengenai brain imaging techniques yang dapat
melihat struktur dan fungsi dari otak dan merupakan bagian penting dari psychopathology.

THE PROFESSION

The Beginnings (1850–1899)

Pengembangan psikologi klinis sebagai profesi terjadi tepat pada abad ke-19 mulai mereda. Pertama adalah berdirinya American Psychological Association (APA) pada tahun 1982.

Saat itu G. Stanley Hall yang menjadi presiden. Pada tahun 1986, Lightner Witmer mendirikan klinik psikologi pertama di Universitas Pennsylvania. klinik ini dikhususkan untuk perawatan anak-anak yang memiliki masalah dalam belajar atau yang mengganggu saat berada di ruang kelas.

Dialah yang menamai bidang “psikologi klinis” dan dia adalah orang yang pertama kali mengajar khusus dalam bidang psikologi klinis. Pada tahun 1907, Witmer membuat jurnal psikologi klinis untuk pertama kalinya. “The Psychological Clinic”, sebuah jurnal yang terbit pada tahun 1935.

The Advent of the Modern Era (1900–1919)

Pada awal abad ke-20, hanya beberapa psikolog yang bekerja di luar universitas. Pada tahun 1907, Morton Prince mempublikasikan Journal of Abnormal Psychology dan Witmer mempublikasikan The Psychological Clinic. Dengan adanya dua jurnal ini, para dokter mampu membentuk identitas mereka yang pada tahun 1909 diperkuat oleh Healy yang mendirikan juvenil Psychopathic Institute di Chicago.

The low Psychological Clinic telah dimulai pada tahun 1908, yang pada tahun tersebut Goddard mulai menawarkan magang psikologi di Vineland Training School di New Jersey.

Pada tahun 1910, terdapat 222 anggota APA yang membayar iuran tahunan sebesar $1. Fokus APA adalah pada psikologi sebagai science bukan sebagai profesi. Kemudian pada tahun 1919, bagian pertama dari psikologi klinis dibuat dalam APA. Sementara itu, jumlah klinik psikologis yang terus meningkat sedang didirikan (mis., Organisasi oleh Healy pada tahun 1917 dari Yayasan Hakim Baker di Boston).

Between the Wars (1920–1939)

Pada akhir tahun 1920-an, banyak psikolog yang memiliki orientasi klinis menjadi gelisah dan semakin berusaha untuk mendapatkan pengakuan dari APA. APA pun telah lama menyatakan bahwa misinya adalah untuk memajukan psikologi sebagai ilmu pengetahuan.

Pada tahun 1931, bagian klinis APA menunjuk sebuah komite mengenai Standar Pelatihan, dan pada tahun 1935, Komite APA tentang Standar Pelatihan mendefinisikan psikologi klinis sebagai “seni dan teknologi yang berhubungan dengan masalah manusia”.

Pada tahun 1938, Louttit mempublikasikan teks psikologi klinis pertama dan pada tahun 1937, Journal of Consulting Psychology didirikan. Kemudian, didirikan pula Journal of Consulting and Clinical Psychology yang berfungsi sebagai tempat publikasi utama untuk penelitian banyak dokter.

World War II and Beyond (1940–1969)

Pada awal 1940-an proses pengambilan sejumlah besar tentara ke militer AS menghasilkan berbagai kebutuhan, salah satunya adalah program penyaringan skala besar untuk memilih siapa yang layak untuk dinas militer. Psikolog sudah mulai mengembangkan dasar-dasar teknologi pengujian untuk membantu dalam tugas ini dan mereka juga memiliki keahlian dalam metode penelitian.

Lebih dari 1700 psikolog bertugas dalam Perang Dunia II kemudian mereka kembali ke kehidupan sipil untuk meningkatkan kepercayaan pada kemampuan mereka.

Hal ini sangatlah penting, terkhusus pada Veterans Administrasi (VA) untuk menyediakan perawatan dan rehabilitasi bagi ribuan pria dan wanita yang telah menderita beberapa bentuk trauma emosional. Dalam kasus psikologi klinis, VA menyediakan magang yang menarik secara finansial untuk mahasiswa pascasarjana dalam program Ph.D universitas yang disetujui.

Melalui program ini, VA memegang peran penting dalam membangun profesi di psikologi klinis. Pada tahun 1946, VA memprakarsai programnya untuk melatih psikolog klinis, pelatihan ini telah mendapatkan dasar finansial yang kuat.

Tahun 1949, 42 sekolah menawarkan doktor dalam psikologi klinis dan sejumlah besar siswa berkualitas tinggi
mendaftar.

Pada tahun 1949, layanan pengujian pendidikan dimulai. APA sudah menegaskan bahwa psikoterapi adalah fungsi integral dari psikolog klinis. APA juga sudah membuat sertifikasi program pelatihan klinis dan pelatihan psikolog klinis.

Pada tahun 1953, dipublikasikan Ethical Standard, sebuah pencapaian penting dalam kodifikasi perilaku etis untuk psikolog dan langkah besar dalam perlindungan publik. Pada awal 1950-an, APA dapat mengklaim lebih dari 1.000 anggota di divisi klinisnya.

Hanya dalam beberapa tahun setelah Perang Dunia II, profesi ini telah membuat langkah besar. Pada tahun 1949, sebuah konferensi tentang pendidikan pascasarjana dalam psikologi klinis diadakan di Boulder, Colorado. Konferensi Boulder adalah peristiwa yang sangat penting dalam psikologi klinis karena menjelaskan model ilmuwan-praktisi untuk pelatihan psikolog klinis yang telah menjadi pedoman utama untuk pelatihan sejak itu. Pada tahun 1950, terjadi pertumbuhan dalam profesi psikologis.

Keanggotaan APA naik dari 7.250 tahun 1950 menjadi 16.644 pada tahun 1959 — peningkatan yang fenomenal. Dalam kira-kira periode yang sama, kontrak penelitian federal untuk penelitian psikologis naik dari $11 juta menjadi lebih dari $31 juta.

The Growth of a Profession (1970–Present)

Dalam bidang penilaian, intervensi, dan penelitian, psikologi klinis telah menjadi perilaku yang semakin meningkat pada pertengahan 1960-an.

Fokusnya bergeser dari pencarian ciri-ciri atau faktor-faktor internal yang mengarahkan orang ke kondisi psikopatologi ke analisis faktor-faktor situasional yang mengendalikan perilaku mereka. Pada akhir 1960-an,
arah untuk mengubah perilaku yang tidak diinginkan mulai membelok tajam dari psikoterapi (dan wawasan yang dirancang untuk dihasilkan) menjadi pengkondisian dan mengubah penguatan kontingensi.

Jurnal penelitian penuh dengan artikel yang menggambarkan metode obyektif baru untuk menilai perilaku dan pendekatan perilaku baru untuk pengobatan segala sesuatu dari alkoholisme, disfungsi seksual, dan kurangnya ketegasan untuk obesitas, merokok, dan kesepian.

Kunci untuk segala sesuatu tidak terletak pada pikiran pasien, tetapi dalam perilaku mereka. Pada pertengahan 1970-an, kognisi telah mulai merayap kembali ke generasi ini. Orang-orang mulai berbicara tentang “metode perilaku kognitif” (Goldfried & Davison, 1976).

Orientasi kognitif-perilaku untuk pengobatan sekarang adalah yang paling umum. Pada saat yang sama, bidang psikologi komunitas, yang tampaknya siap pada 1960-an untuk merevolusi psikologi klinis, mulai goyah. Bagi kebanyakan orang, hal tersebut tampak tidak terpenuhi.
Kemudian pada 1980-an, fokus pencegahan muncul kembali dengan perkembangan bidang
psikologi kesehatan.

Tahun 1970-an dan 1980-an muncul pertumbuhan lebih lanjut dalam profesi ini. Pada tahun 1970, ada 81 program pelatihan pascasarjana yang disetujui penuh dalam psikologi klinis dan lebih dari 12.000 dokter. Sedangkan untuk APA sendiri, pada 1892, sudah ada 42 anggota.

The 1988 Schism

Di bawah APA, terdapat konflik sengit yang terjadi antara clinician dan rekan penelitiannya. Pada tahun 1988 satuan peneliti-akademik APA nampaknya harus menyimpulkan bahwa APA ada di bawah kontrol para praktisioner yang menggunakan powernya untuk mempromosikan ketertarikannya.

Minat ilmiah, tergantikan oleh hal yang lebih mendasar misalnya serikat pekerja. APA tampaknya disibukkan dengan masalah profesional seperti penulisan resep, hak istimewa rumah sakit, pertanyaan penggantian,
perizinan, tindakan hukum melawan psikiatri, dan sebagainya.

Singkatnya, sebagian besar anggotanya yang merasa bahwa APA tidak lagi responsif pada kebutuhan peneliti-akademik yang signifikan.

Sebelumnya, memang mantan presiden APA Janet Spence menuduh bahwa 90% dari pertemuan dewan APA diambil oleh kepentingan praktik profesional dokter.
Hal-hal yang tampaknya muncul pada tahun 1988, akhirnya direncanakan untuk mengatur kembali APA untuk membantu meredakan perpecahan yang berkembang antara sayap klinis dan sayap peneliti-akademik gagal dengan suara 2 banding 1 dari keanggotaan.

Tanggapan dari mereka yang kecewa dengan APA adalah membentuk organisasi baru yang terpisah. American Psychological Society (APS) didirikan pada tahun 1988, dipimpin oleh 22 mantan presiden APA yang menjadi pendiri anggota.

Tujuan yang diakui dari APS, sekarang disebut Asosiasi untuk Ilmu Psikologi (per 2006), adalah untuk:
● Memajukan disiplin psikologi
● Melestarikan basis ilmiah psikologi
● Mempromosikan pemahaman publik tentang ilmu psikologi dan aplikasinya
● Meningkatkan kualitas Pendidikan
● Mendorong “pemberian” psikologi untuk kepentingan umum

Ringkasan

Psikologi klinis telah berubah, dan itu pasti akan berubah lebih banyak lagi. Witmer hampir tidak akan mengenalinya. G. Stanley Hall, presiden pertama APA, pasti akan kagum dengan hal-hal yang dilakukan APA dan APS.

Namun, meskipun pelatihan dan praktik dalam keadaan berubah-ubah, konstanta tertentu tetap ada. Psikolog klinis masih terlibat dalam penilaian dan perawatan. Mereka masih memiliki kontribusi penelitian untuk dilakukan, dan
mereka masih peduli dengan pengembangan profesional mereka.

Tujuan yang mengikat psikolog klinis bersama tetap sama: untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan mereka untuk kebutuhan kesehatan mental orang di mana pun.

Sejarah Psikologi Klinis di Bidang Intervensi

The Beginnings (1850–1899)

Pada masa ini, berbagai macam tokoh mulai mengembangkan metode-metode intervensi. Fokus Emil Kraepelin adalah pada klasifikasi psikosis. Namun, ada pula yang sedang menyelidiki intervensi baru untuk pasien “neurotik”, seperti sugesti dan hipnosis, yang dilakukan oleh Jean Charcot.

Charcot memperoleh reputasi luas untuk penyelidikannya terhadap pasien dengan histeria — pasien dengan “gejala fisik” (misalnya kebutaan, kelumpuhan) yang tampaknya tidak memiliki penyebab fisik yang dapat diidentifikasi.

Jean Charcot adalah ahli demonstrasi klinis dramatis dengan pasien terhipnotis. Namun, Hippolyte Bernheim dan Pierre Janet mengkritik pekerjaan Charcot. Bernheim merasa bahwa gejala histeria tidak mencerminkan apapun melainkan hanya sebuah sugestibilitas. Sedangkan, Janet menganggap histeria sebagai manifestasi dari “kepribadian ganda” dan juga sebagai semacam degenerasi turun-temurun.

Pada waktu yang hampir bersamaan, kolaborasi penting Josef Breuer dan Sigmund Freud dimulai. Pada awal 1880-an, Breuer merawat seorang pasien muda bernama Anna O, yang didiagnosis menderita histeria. Breuer membahas kasus ini secara luas dengan Freud, yang menjadi sangat tertarik sehingga ia pergi ke Paris untuk mempelajari semua yang dapat diajarkan Charcot tentang histeria.

Pada tahun 1895, Breuer dan Freud menerbitkan Studies on Hysteria. Karena berbagai alasan, hubungan antara keduanya kemudian menjadi cukup tegang. Tetapi kolaborasi mereka berfungsi sebagai landasan untuk psikoanalisis, pengembangan teori, dan perawatan yang paling berpengaruh dalam sejarah psikiatri dan psikologi klinis.

The Advent of the Modern Era (1900–1919)

Clifford Beers merupakan seorang penderita depresi berat yang diberikan perawatan di rumah sakit. Saat dirawat di rumah sakit, ia melewati fase manik dan mulai merekam pengalamannya selama berada di rumah sakit. Ketika dia bebas dari gejala manik-depresifnya, dia dibebaskan.

Setelah keluar dari rumah sakit, ia bertekad menulis buku yang mengungkap pelanggaran di rumah sakit terhadap orang dengan gangguan jiwa.

Pada tahun 1908, ia menerbitkan buku yang berjudul “A Mind that Found Itself” yang berdampak pada munculnya gerakan kesehatan mental di Amerika.

Pada 1900, tak lama sebelum Beers memasuki rumah sakit, Freud menerbitkan buku “The Interpretation of Dreams” dengan teori psikoanalisis. Freud mengemukakan konsep seperti unconsciousness, Oedipus complex, dan ego yang menjadi bagian dari arus utama bahasa psikologis, serta seksualitas yang menjadi fokus dalam ranah psikologis.

Walaupun pengakuan lambat datang, akan tetapi perlahan karya-karya Freud diperhatikan oleh Alfred Adler dan Carl Gustav Jung, kemudian Freud menerbitkan buku-buku lainnya. Temuan Freud kemudian dikembangkan oleh A. A. Brill, Paul Federn, Otto Rank, Ernest Jones, Wilhelm Stekel, dan Sandor Ferenczi.

Selain pendirian klinik psikologis pertama oleh Lightner Witmer pada tahun 1912 di Universitas Pennsylvania, hal penting lainnya adalah pendirian klinik bimbingan anak William Healy di Chicago pada tahun 1909. Mereka mengarahkan upaya mereka ke apa yang sekarang akan disebut pelanggar remaja daripada menuju masalah pembelajaran anak- anak yang sebelumnya menarik perhatian Witmer.

Pendekatan Healy juga sangat dipengaruhi oleh konsep dan metode Freudian. Pendekatan semacam itu pada akhirnya memiliki efek menggeser pekerjaan psikologi klinis dengan anak-anak ke arah yang dinamis dari Freud,
bukannya menjadi kerangka kerja pendidikan.

Pada tahun 1905, Joseph Pratt, seorang internis atau ahli penyakit dalam, dan Elwood Worcester, seorang psikolog, mulai menggunakan metode diskusi suportif di antara pasien- pasien gangguan mental yang dirawat di rumah sakit. Metode ini adalah cikal bakal dari berbagai metode terapi kelompok yang menjadi terkenal pada 1920-an dan 1930-an.

Ketika para psikolog mencari prinsip-prinsip psikologis untuk membantu upaya mereka, karya Freud dan Alfred Adler menjadi perhatian mereka. Secara khusus, mereka terkesan dengan karya Adler, yang lebih masuk akal daripada Freud. Selain itu, penekanan Freud tampaknya terletak pada orang dewasa dan dengan anteseden seksual dari masalah mereka, sedangkan Adler meremehkan peran seksualitas, dan penekanannya yang bersamaan
pada struktur hubungan keluarga.

Pada awal 1930-an, ide-ide Adler (1930) dengan kuat berlindung di klinik-klinik Amerika yang menangani masalah anak-anak. Tren kedua yang memengaruhi pekerjaan awal dengan anak-anak adalah terapi bermain yang berasal dari konsep teori Freudian. Terapi bermain pada dasarnya adalah teknik yang mengandalkan kekuatan kuratif untuk melepaskan kecemasan, dendam, permusuhan, atau emosi negatif semacamnya melalui permainan ekspresif.

Pada tahun 1928, Anna Freud, putri terkemuka Sigmund Freud, menggambarkan metode terapi bermain yang berasal dari prinsip-prinsip psikoanalitik.

Pada awal tahun 1930-an, J.L.Moreno dan S.R.Salvador juga melakukan metode terapi bermain dengan tujuan untuk meningkatkan atensi. Sementara itu, Fredrick Allen pada tahun 1934 melahirkan “passive therapy”, yang kemudian memengaruhi munculnya client centered therapy.

Pada tahun 1920, John Watson memperlihatkan kasus yang terkenal yaitu kasus Albert yang sejak kecil takut pada tikus putih, kemudian mengembangkan gangguan neurotik yang lebih luas. Marry Cover Jones pada tahun 1924 memperlihatkan bahwa ketakutan dapat dihilangkan melalui pembiasaan (conditioning).

Tokoh lainnya yaitu J.Levy pada tahun 1938 telah menemukan “relationship therapy”. Ketiga bentuk terapi diatas inilah yang mendorong lahirnya “behavior therapy.” atau terapi perilaku yang sangat terkenal dan
dan berpengaruh pada terapi-terapi yang dilakukan hingga saat ini.

Between the Wars (1920–1939)

Psikoanalisis awal abad ke-20 sebagian besar dikhususkan untuk perawatan orang dewasa dan dipraktikkan hampir secara eksklusif oleh para analis yang ahli di bidang kedokteran.

Namun, Freud berpendapat bahwa psikoanalis tidak memerlukan pelatihan medis. Meskipun Freud memprotes, profesi medis mengklaim hak eksklusif untuk terapi psychoanalytic dan dengan demikian membuat masuknya psikolog ke dalam perusahaan terapi cukup sulit.

Masuknya psikolog ke dalam kegiatan terapi adalah hasil dari pekerjaan awal mereka melalui bimbingan untuk anak, terutama di sekolah-sekolah. Pada awalnya, pekerjaan itu sebagian besar terbatas pada evaluasi kemampuan intelektual anak-anak, dan ini, tentu saja, melibatkan konsultasi dengan orang tua dan guru.

Namun pada kenyataannya, sulit untuk memisahkan antara sisi intelektual dari aspek keseluruhan kejiwaan yang dimiliki seseorang.Karena itulah kemudian psikoanalisis juga menjadi bidang garapan psikolog.

World War II and Beyond (1940–Present)

Perang Dunia II tidak hanya membutuhkan banyak pria, tetapi juga berkontribusi pada banyaknya kesulitan emosional. Para dokter dan psikiater militer terlalu sedikit jumlahnya untuk mengatasi epidemi masalah-masalah ini, sehingga seringkali psikoterapi dilakukan secara berkelompok.

Akan tetapi, semakin psikoterapi diberikan secara individu maka semakin baik kinerjanya dalam mengembalikan laki-laki untuk berperang dan dalam tujuan rehabilitasi jangka panjang. Keberhasilan kinerja psikolog dari kegiatan-kegiatan ini, menghasilkan peningkatan penerimaan psikolog secara bertahap sebagai profesional kesehatan mental.

Pengalaman masa perang ini membangkitkan para psikolog untuk lebih bertanggung jawab di bidang kesehatan mental. Faktor tambahan yang berkontribusi adalah ketika gejolak di Eropa pada 1930-an.

Tekanan dari Nazi membuat banyak psikiater dan psikolog Eropa meninggalkan tanah air mereka, dan akhirnya menetap di Amerika Serikat. Melalui pertemuan profesional, ceramah, dan pertemuan lainnya, ide-ide gerakan Freudian membangkitkan semangat dan meningkatkan kepercayaan dalam psikologi.

Akibatnya, psikolog klinis mulai lebih tertarik pada pengembangan kepribadian dan mengurangi penekanannya pada penilaian kecerdasan, pengujian kemampuan, dan pengukuran disfungsi kognitif.

Ketika tes kecerdasan semakin berkurang, psikoterapi dan teori kepribadian mulai bergerak ke aktivitas yang bersifat psikoanalitik. Pada tahun 1946, Alexander dan Prancis menerbitkan sebuah buku tentang intervensi psikoanalitik. Lalu, di tahun 1950, John Dollard dan Neal Miller menerbitkan buku berjudul Personality and Psychotherapy yang menerjemahkan psikoanalisis Freud ke dalam bahasa teori pembelajaran.

Pada masa tersebut, psikoanalisis memiliki kekuatan yang dominan sehingga ketika Carl Rogers menerbitkan
Client-Centered Therapy di tahun 1951, itu menjadi alternatif utama pertama untuk terapi psikoanalisis dan menghasilkan dampak luas dalam dunia psikoterapi serta penelitian.

Setelahnya, bentuk terapi yang lebih baru pun mulai berkembang. Beberapa terapi
tersebut, yaitu:
– Perls memperkenalkan Gestalt therapy (Perls, Hefferline, & Goodman, 1951).
– Frankl (1953) berbicara tentang logotherapy dan hubungannya dengan existential
theory.
– Pada tahun 1958, Ackerman mendeskripsikan family therapy.
– Pada tahun 1962, Ellis menjelaskan rational-emotive therapy (RET) dan menjadi
pelopor penting dari cognitive-behavioral therapy.
– Berne (1961) memperkanlkan transactional analysis (TA).

Lalu, di tahun 1952, Eysenck memberikan kritik tentang ketidakefektifan psikoterapi yang mengejutkan banyak orang. Para behavioris pun mulai mengembangkan terapi, Andrew Salter (1949) menulis Conditioned Reflex Therapy yang menjadi karya perintis desensitization methods.

Pada tahun 1953, B. F. Skinner lebih lanjut mengembangkan behavioral therapy ketika ia menguraikan penerapan prinsip operan untuk intervensi terapeutik dan sosial. Kemudian pada tahun 1958, Joseph Wolpe memperkenalkan systematic desensitization, yaitu teknik yang didasarkan pada conditioning principles.

Namun, banyak yang mengakui bahwa adanya keterbatasan dari treatment yang berfokus pada perilaku dengan mengesampingkan kognisi, dan cara berpikir tentang diri pasien.

Akhirnya, Ellis pun mengembangkan RET dan Aaron Beck mulai mengembangkan cognitive therapy yang akhirnya menjadi salah satu treatmen psikologis paling efektif. Beck (1967) menguraikan pendekatannya dalam buku Depression: Causes and Treatment.

Meskipun fokus awal untuk cognitive therapy adalah depresi, namun sekarang digunakan secara efektif untuk mengobati berbagai kondisi (gangguan kecemasan, gangguan penggunaan narkoba, dan gangguan kepribadian) baik pada orang dewasa maupun remaja.

Setelah psikoanalisis dan psikoterapi psikodinamik menjadi kekuatan yang dominan, behavior therapy mulai populer di kalangan psikolog klinis. Hal ini dikarenakan fokusnya pada perilaku yang dapat diamati (dan terukur), waktu treatment yang lebih pendek, dan penekanan pada evaluasi secara empiris dari hasil perawatan.

Behavior therapy membantu mendorong pertumbuhan penelitian psikoterapi dengan menggunakan metode empiris untuk menyelidiki efektivitas berbagai treatment techniques. Beberapa tren intervensi lainnya yang perlu diperhatikan, yaitu:
– Pertama, jumlah treatment yang digunakan oleh psikolog klinis telah berkembang pesat selama bertahun-tahun. Para psikolog klinis mengintegrasikan berbagai pendekatan ke dalam satu terapi dan mengidentifikasi faktor-faktor umum yang mendasari berbagai pendekatan berbeda terhadap treatment (J. D. Frank, 1971).

– Kedua, brief therapy atau time-effective therapy (Budman & Gurman, 1988) menjadi mode intervensi psikoterapi yang disukai. Hal ini dikarenakan banyak orang yang tidak mampu menjalani psikoterapi selama bertahun-tahun, dan bentuk terapi yang singkat telah terbukti sama efektifnya.
– Ketiga, pada 1950-an, beberapa dokter mulai kecewa dengan metode terapi yang berurusan dengan satu pasien pada satu waktu. Mereka mencari pendekatan yang lebih “preventif”. Pencarian mereka memuncak pada munculnya psikologi komunitas pada 1960-an dan psikologi kesehatan pada 1980-an. Semakin banyak psikolog klinis menyediakan layanan yang berkaitan dengan pencegahan masalah kesehatan, masalah kesehatan mental, dan cedera.
Akhirnya, mulai tahun 1995, daftar “empirically supported treatments” untuk orang
dewasa dan remaja disebarluaskan ke para psikolog klinis. Selanjutnya, beberapa psikolog
mulai memberi tekanan pada legislatif negara bagian untuk memungkinkan psikolog dengan
pelatihan khusus memiliki wewenang menulis resep untuk pengobatan psikotropika.

Pertama, pada 1995, American Psychological Association secara resmi mendukung hal tersebut. Kemudian pada tahun 2002, New Mexico menjadi negara bagian pertama yang memberlakukan undang-undang yang mengizinkan psikolog yang terlatih untuk meresepkan obat-obatan psikotropika kepada pasien atau klien.