Di setiap waktu, perlu adanya perlindungan terhadap anak. Apalagi anak yang masih di bawah umur rentan terhadap kekerasan di lingkungan. Namun, selama masa pandemi, kegiatan anak umumnya berada di sekitaran rumah.
Buktinya, tingkat kekerasan anak malah meningkat di masa pandemi. Hal ini menyatakan bahwa anak belum tentu aman berada di rumah beserta pengawasan orangtua. Pandemi covid-19 sangat mempengaruhi segala aspek, termasuk di bagian keluarga.
Apalagi, terjadi masalah ekonomi keluarga, kehilangan penghasilan, maupun persoalan lainnya. Hal inilah salah satu faktor yang menyebabkan bahwa anak mendapatkan kekerasan dari pihak keluarga itu sendiri.
Valentina Gintings, Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi, berdasarkan data SIMFONI PPA, menyebutkan bahwa pada 1 Januari – 19 Juni 2020 telah terjadi 3.087 kasus kekerasan terhadap anak, diantaranya 852 kekerasan fisik, 768 psikis, dan 1.848 kasus kekerasan seksual, angka ini tergolong tinggi.
Angka tersebut terus meningkat selama masa pandemi. Sehingga, perlu adanya upaya penanganan untuk tindakan kriminal ini.
Kemen PPPA (Kementerian Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak) telah memberikan Layanan Psikologi Sehat Jiwa (SEJIWA) 119 bagi mereka yang membutuhkan, mulai dari layanan edukasi, konsultasi, dan pendampingan.
Dosen dari IPB departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK), Dr Yulina Eva Riany menjelaskan bahwa sejak ditemukannya kasus Covid-19 awal Maret lalu, Pemerintah Pusat telah memberlakukan kebijakan 3B, yaitu Belajar dari rumah, Bekerja dari rumah, dan Beribadah dari rumah (Ikhsan, 2020).
Penjelasan kekerasan anak selama masa pandemi dapat dijelaskan melalui teori kriminologi. Mulai dari penyebabnya terjadi kekerasan, resiko yang terjadi, hingga cara mengatasinya.
Penyebab Terjadi Kekerasan Anak Melalui Pandangan Studi Kriminologi
Salah satu penjelasan mengenai tindakan kriminal anak adalah social disorganization theory dari social structure theory. Social disorganization theory menghubungkan antara tingkat kriminalitas dengan karakteristik ekologis dari suatu lingkungan.
Tindakan kriminal dari suatu wilayah berkaitan dengan permasalahan yang terpenuhi bagi mereka, seperti pendidikan, kesehatan, dan permasalahan ekonomi.
Dengan lingkungan seperti yang disebutkan, maka tingkat stres pun mengalami kenaikan dan social control pun mengalami penurunan (social control yang dimaksud seperti keluarga, sekolah, tetangga, pemilik usaha, gereja, penegak hukum, dan jasa layanan sosial).
Kembali kepada kasus tingkat kekerasan anak di masa pandemi covid-19, hal ini menjelaskan bahwa permasalahan yang terdapat di lingkungan, dapat memuncul perilaku kekerasan terhadap anak.
Apalagi, di masa covid-19, permasalahan ekonomi dapat dirasakan oleh setiap orang. Pembatasan aktivitas yang dilakukan diluar menyebabkan sebagian masyarakat tidak dapat mencari nafkah atau ada juga yang dikurangi penghasilannya.
Penurunan permasalahan ekonomi pada orang tua menyebabkan anak menjadi sasaran pelampiasan stres yang dialaminya.
Selain itu, di dalam teori the social ecology school, berasal dari ahli ekologi sosial kontemporer, menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara kriminalitas dan memburuknya komunitas dan perekonomian.
Lingkungan yang buruk, dipenuhi tindakan kriminal, serta permasalahan ekonomi pada keluarga dapat menyebabkan timbulnya tindakan kriminal, salah satunya adalah kekerasan anak di masa pandemi ini.
Berikut merupakan pembahas mengenai teori the social ecology school.
- Community Deterioration
Pandemi covid-19 dapat berdampak pada dua hal, memajukan sebuah komunitas atau komunitas mengalami kemunduran.
Kemajuan yang dialami sendiri adalah kemajuan teknologi & komunikasi. Segala kegiatan pun diubah modelnya menjadi kegiatan online, mulai dari perdagangan hingga proses kegiatan belajar mengajar. Hal ini membuktikan bahwa manusia mengalami kemajuan dalam penggunaan teknologi di segala berbagai aspek kehidupannya.
Namun, ada juga kerugian yang disebabkannya. Kegiatan perekonomian di suatu komunitas dapat menurun akibat adanya masa pandemi. Apalagi, setiap individu yang mengalami permasalahan, berada di rumah, sehingga anak pun mendapatkan perlakuan kekerasan dari lingkungan keluarga itu sendiri.
- Poverty Concentration
Tingkat kemiskinan memiliki hubungan dengan tindakan kriminal. Hal inilah yang terjadi pada anak selama masa pandemi. Penurunan pendapatan dapat menyebabkan timbulnya kekerasan anak.
- Chronic Unemployment
Dalam penelitian menyebutkan, bahwa pengangguran dapat menjadi prediktor adanya kriminalitas jika disertai dengan faktor keluarga yang tidak stabil. Populasi dengan kriteria tersebut dapat menghasilkan keturunan yang rentan melakukan kekerasan dan agresi.
Berbagai tindakan kriminal pun dapat dilakukan seseorang, termasuk kekerasan terhadap anak.
- Community Change
Perubahan kegiatan di dalam komunitas yang sangat cepat dapat meningkatkan tindakan kriminal, contohnya adalah masyarakat yang biasanya melakukan aktivitas, sekarang harus melakukannya di rumah, sehingga tindakan kriminal pun cenderung meningkat.
Selain itu, kasus ini dapat dijelaskan melalui salah satu teori kriminologi, rational choice theory. Teori ini menjelaskan bahwa Keputusan untuk melakukan kejahatan dibentuk proses berpikir, emosi manusia, hubungan sosial, kemampuan individu, dan karakteristik lingkungan.
Dari teori ini, kenapa tindakan kekerasan anak dilakukan, disebabkan tindakan tersebut dapat dilakukan. Berikut merupakan penjelasan mengenai rational choice theory
- Choosing The Type of Crime.
Pemilihan kejahatan bergantung pada kondisi pasar saat ini dan peluang yang ada. Anak & orang tua yang terlalu lama berada di rumah merupakan salah satu kondisi yang dapat menyebabkan meningkatnya peluang terjadi kekerasan anak.
- Choosing The Time and Place of Crime.
Waktu dan tempat yang selalu bersama, oleh anak dan orang tua, menyebabkan kekerasan anak dapat dilakukan
- Selecting the Target of Crime
Dikarenakan kondisi anak yang rentan menjadi target tindakan kekerasan, peluang tindakan kriminal pun semakin tinggi untuk dilakukan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Graif (2017), Lingkungan yang kebanyakan tergolong sangat miskin lebih banyak mengalami kasus kekerasan anak dibandingkan dengan lingkungan miskin di daerah perumahan.
Tindakan kekerasan orangtua terhadap anak sering kali juga disebabkan karena masih dianutnya praktek-praktek budaya yang hidup dalam sebagian besar dimana status anak dipandang rendah, dikarenakan tidak memenuhi harapan orang tua (Nugroho 2002, dalam Sulisrudatin, 2020) .
Hal ini menunjukkan bahwa kekerasan anak dapat disebabkan karena tingkat kemiskinan dari keluarga itu sendiri.
Bagaimana dampak kekerasan terhadap anak itu sendiri ? terdapat beberapa penjelasan mengenai resiko yang dialami terjadi oleh korban menurut perspektif studi kriminologi.