Kerajaan Mataram Islam merupakan salah satu kerajaan Islam yang berdiri sekitar abad ke-16 sampai pada abad ke-18. Pusat dari kerajaan ini berada di Kota Gede, Yogyakarta. Akhir dari kerajaan ini merupakan hasil dari perpecahan antara Kesultanan Yogyakarta (Nagari Kasultanan Ngayogyakarta) dan Kesultanan Surakarta (Nagari Kasunanan Surakarta) melalui Perjanjian Giyanti yang disepakati pada 1755 M.
Berikut adalah peninggalan-peninggalan dari Kerajaan Mataram Islam.
Masjid Gedhe Mataram Kota Gede
Masjid ini merupakan salah satu masjid tertua yang ada di Yogyarkarta. Tidak diketahui pasti kapan dibangunnya masjid ini, namun masjid ini sudah ada sejak abad ke-16.
Pada bagian depan komplek masjid tedapat sebuah prasasti yang berbentuk bujur sangkar dan diatasnya terdapat lambang Kasunan Surakarta yang menyebutkan bahwa pembangunan masjid dilakukan dua tahap.
Pada tahapan pertama, merupakan tahap pembangunan di masa Sultan Agung. Pada saat itu dilakukan pembangunan inti masjid berukuran kecil yang disebut Langgar.
Cek Juga Harga Kubah Masjid 2021
Pada tahapan kedua, masjid dibangun di masa Raja Kasunan Surakarta, Paku Buwono X. Perbedaannya ada pada tiang masjid, di masa sebelumnya tiang masjid masih menggunakan kayu, namun di era Paku Buwono X, sudah menggunakan besi pada tiang masjid.
Perbedaan bangunan yang didirikan oleh Sultan Agung dan Paku Buwono X adalah pada bagian tiang. Tiang masjid yang dibangun oleh Sultan Agung berasal dari kayu, sedangkan Paku Bowono X memakai besi sebagai tiang masjid.
Selain itu, terdapat bedug yang usianya sudah ada sejak adanya Kerajaan Mataram dan sampai sekarang masih digunakan untuk keperluan masjid sebagai penanda waktu shalat.
Terdapat sebuah gedung induk sebagai tempat shalat dan maksura sebagai pengamanan raja ketika melakukan shalat. Pada bagian Halaman, terdapat pagongan untuk meletakkan gong ketika acara Sekaten diadakan.
Masjid Pathok Negoro Plosokuning
Masjid Pathok Negoro Plosokuning telah berdiri sejak pemerintahan Sultan Hamengkubuwono III yaitu sekitar tahun 1812. ]
Penggunaan nama Plosokuning diambil dari pohon ploso yang mempunyai daun berwarna kuning. Pohon ini dulunya berada di dekat masjid, namun kini sudah tidak ada lagi. Daerah sekitar masjid sendiri hanya ditempati oleh keturunan Kyai Mursodo.
Pada bagian depan masjid, tedapat dua kolam dengan kedalaman hingga 3 meter. Setiap orang yang ingin memasuki kolam harus melewati kolam tersebut untuk mencuci kaki. Makna lain dari dua kolam ini adalah agar kita dapat menuntut ilmu sedalam-dalamnya.
Masjid Agung Surakarta
Masjid Agung Surakarta termasuk peninggalan Kerajaan Mataram Islam yang berada di sebelah barat Alun-Alun Utara Keraton Surakarta.
Masjid ini dibangun pada zaman Sunan Pakubuwono III pada 1763 dan selesai pada 1768.
Selain digunakan sebagai tempat ibadah, masjid ini juga difungsikan untuk mendukung keperluan kerajaan yang terkait dengan keagamaan, seperti Grebeg dan festival Sekaten.
Masjid Agung dibangun di atas lahan seluas 19.180 meter persegi dan dipisahkan dengan lingkungan sekitar dengan tembok setinggi 3,25 meter.
Masjid ini dibangun layaknya gaya arsitektur Jawa kuno, yaitu Kerajaan Mahapahit, yaitu masjid tanpa menggunakan kubah masjid. Kemudian bangunan bergaya tajug ini memiliki atap tumpang tiga dengan mustaka di atasnya.
Di area komplek, biasanya diadakan kegiatan keagamaan maupun kegiatan kebudayaan, seperti Grebeg & festival Sekaten.
Taman Sari Yogyakarta
Taman Sari merupakan tempat yang dibangun pada masa Susuhanan Paku Buwono II sebagai tempat istirahat kereta kuda. Di taman ini sendiri terdapat beberapa bangunan yang berfungsi sebagai benteng pertahanan terakhir jika Istana di serang musuh.
Keraton Kasunanan Surakarta & Keraton Kesultanan Yogyakarta
Di dalam keraton terdapat galeri seni, pusaka kerajaan, senjata kuno, serta barang antik lainnya yang masih dijaga. Wilayah ini merupakan tempat penting untuk pertemuan pimpinan sekaligus tempat tinggal dari raja sendiri.