Inovasi dan wacana kebijakan 4 (Innovation vs Reality)

Ditunjuk pada posisi yang tidak sesuai keahlian bisa dianggap malapetaka, bisa juga dianggap sebuah tantangan baru yang menarik bagi orang yang diberikan tugas tersebut. Seorang CEO memberikan kepercayaan yang beda ketika menunjuk seseorang yang sama sekali jauh dari keahlianya. Apakah ada alasan yang logis dengan keputusan tersebut?

Untuk melaksanakan kebijakan baru yang tentunya dengan itikad bahwa kebijakan tersebut adalah sebuah inovasi yang mampu menjadi booster sebuah perusahaan untuk dapat mencapai sasaran trategisnya, seorang CEO akan menunjuk orang-orang yang menurutnya dapat dipercaya dan mau melaksanakan kebijakan tersebut tanpa terlalu banyak tanya dari orang-orang yang dia percayai.

Jika saja yang ditunjuk adalah seorang yang sebelumnya memiliki pengalaman dalam bidang tersebut, namun pengalaman-pengalaman yang dimiliki orang tersebut adalah pengalaman berdasarkan kebijakan lama. Sementara pengalaman tersebut bisa jadi pengalaman yang bertolak belakang dengan gagasan yang ada pada kebijakan barunya, tentu akan memunculkan perdebatan yang panjang. Sehingga dibutuhkan orang-orang yang siap menghadapi tantangan baru sementara pemahaman berdasarkan pengalaman-pengalaman kebijakan lamanya tidak dia miliki. Tentunya dalam melaksanakan orang-orang terpilih tersebut harus ditopang oleh tim yang memiliki pengalaman dasar sebelumnya.

CEO memiliki satu gelas yang berisi air gagasan dan kebijakan baru, tentunya akan mencari gelas yang benar-benar kosong agar air dari gelasnya tersebut dapat dipindahkan secara penuh ke gelas kosong tadi. Jika dipaksakan untuk menumpahkan air pada gelas yang sudah terisi air lain sebelumnya, tentu air yang diberikan sang CEO akan tumpah, apakah sebagian atau bahkan seluruhnya. Logika inilah mungkin yang diambil agar gagasan dan kebijkan perubahan tentang inovasi yang ada dipikirannya bisa dijalankan secara penuh.

Pastinya kebijakan ini lagi-lagi dianggap tidak lajim dan menambah kegaduhan dan kesenjangan baik dikalangan manajemen maupun dikalangan staff. Terlalu banyak kebijakan yang dianggap oleh sang CEO sebagai terobosan dan inovasi, sementara beberapa lain belum mengerti dan secara nalar sederhana menganggap kebijakan ini bukan dalam rangka mengangkat perushaan tersebut naik jauh lebih tinggi. Terbayang dipikiran para pegawainya yang paling mudah adalah akan jatuhnya perusahaan tersebut dengan cepat dan hancur. Imbasnya ketakutan ke penurunan gaji dan phk sudah terbayang dipikiran mereka.

Rasa takut yang berlebih dikarenakan kurangnya pemahaman dan pengetahuan tentang terobosan yang akan dijalankan akan terus bertambah. Rasa ketakutan ini diperparah oleh adanya pihak-puhak yang kecewa karena zona nyamannya terganggu. Zona nyaman disini bukan hanya persepsi negatif tapi juga positif. Seseorang sudah terbiasa mengerjakan tugasnya dengan gaya dia sendiri dan telah menunjukan produktifitasnya begitu nyata, bahkan terganggu. Apakah karena diturunkan dari jabatannya, atau prosedur kerja yang berubah. Sementara ada juga pegawai yang sebelumnya merasa nyaman meskipun kinerjanya hampir tidak ada, namun tiba-tiba berubah atau diturunkan dari jabatannya.

Anggap saja sebelumnya penjualan kacang dilakukan dipasar  traditional kemudian ditutup dan dialihakan ke supermarket atau dilakukan penjualan online. Pegawai akan bertanya “Lalu tugas Saya selanjutnya apa?”. Saya hanya bisa nengerjakan yang biasa saya kerjakan, usia saya sudah tidak muda untuk mengerjakan hal-hal baru. Apakah ini wajar? Ya .. wajar jika budaya “asli” yang berjalan di organisasi sebelumnya sudah seperti itu. Meskipun wajar dan normal tetap sajasharus diupayakan supaya diminimalisir. Dibutuhkan banyak motivator terdekat untuk mengarahkan dan mengajak sesama pegawai beralih dan tetap “move on”.

Perpindahan masal pola kerja terjadi. Seperti rombongan pendaki yang sedang mendaki sudah setengahnya menuju puncak, ternyata harus berpindah ke gunung lain untuk mendaki puncak baru. Ada beberapa cara yang harus dilakukan : 1) Turun gunung hingga dasar kemudian berpindah ke gunung baru Dan kembali mendaki, 2) Teruskan mendaki ke puncak setelah dipuncak cari  cara until berpindah antar puncak, 3) berhenti dan berpindah ke gunung baru tanpa harus turun dari gunung yang sedang di daki.

Ada yang kecewa karena merasa cita2 yang sebelumnya sudah di depan mata tiba-tiba hilang. Tangga karir yang sudah dinaiki satu per satu harus dihancurkan. Itulah gambaran kekecewaan beberapa pegawai yang mungkin saja sebelumnya sudah merasa nyaman. Ada juga yang dengan penuh semangat merasa perubahan yang terjadi telah memberikan kesempatan bagi mereka untuk menunjukan andil yang lebih bagi perusahaan. Ada juga yang tidak peduli dengan perubahan yang terjadi yang terpenting mereka tidak diberhentikan dan gaji Naik atau setidaknya tidak turun.

Para pegawai  berani memutuskan untuk melompat langsung ke bukit dimana puncak baru berada. Beberapa dari pihak manajemen berusaha membuat jembatan Dan meyakinkan bahwa semua pegawai sanggup melewati tanpa harus turun gunung terlebih dahulu. Jika turun dulu kemudian naik pasti akan membuat perusahaan terlambat dan tertinggal untuk maju. Sayangnya ada juga yang pesimis karena belum ada yang memberikan jaminan bahwa dengan berpindah arah perusahaan pasti akan maju. Tidak ada yang Salah dengan ketakutan in. Banyak ahli dalam perusahaan meragukan gagasan sang CEO. Inilah yang membuat angin besar menggoyang perusahaan tersebut.

Di sinilah tantangan bagi pihak manajemen yang ditunjuk. Bagaimana caranya meyakinkan pihak-pihak yang menentang kebijakan baru perusahaan. Jangan sampai apa yang dari dalam manajemen sendiri sudah tidak sejalan dengan visi perusahaan baru tersebut. Kondisi seperti inilah yang akan membuat resiko kegagalan semakin tinggi.

Bersambung…..